Kampus ITS, ITS News – Tingginya nilai pertumbuhan industri manufaktur lokal ternyata belum dapat menuntaskan tingginya nilai impor negeri ini, salah satunya karena sistem yang kurang efektif. Bertujuan mengupas masalah ini, Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) helat Focus Group Discussion (FGD) bersama mahasiswa dan beberapa perusahaan manufaktur lokal pada Rabu (21/11).
President Director PT Barata Indonesia, Tony Budi Santoso yang sekaligus didapuk sebagai pembicara menjelaskan, beberapa tahun terakhir pembangunan infrastruktur dalam negeri bertumbuh semakin pesat. Namun sayangnya, industri manufaktur sebagai komponen pendukung belum mengalami peningkatan yang sama. Akibatnya, kebutuhan lokal terpaksa dipenuhi dengan impor yang semakin tinggi.
Salah satu penyebab semakin tingginya nilai impor sendiri dikarenakan rendahnya presentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk manufaktur. TKDN yang merupakan presentase komponen produksi buatan lokal dalam sebuah produk tertentu ini masih memiliki kekurangan dalam sistem penilaiannya. Pasalnya, perhitungan TKDN hanya memandang produk dari komponennya saja, bukan sebagai sebuah produk hasil sebuah inovasi baru.
Dampak dari perhitungan ini adalah produk manufaktur yang diproduksi oleh industri lokal dinilai hanya berdasar komponen penyusunnya, berasal dari dalam negeri atau hasil impor. Dengan begitu, inovasi-inovasi pengolahan bahan baku apapun oleh industri manufaktur lokal tidak mendapat presentase yang besar dalam penilaiannya, dan akan tetap membuat nilai TKDN kecil. “Kita salah memberi perhitungan. Karena dinilai dari uang saja, bukan sebagai nilai tambah,” jelas Alumnus S1 Depatrtemen Teknik Mesin ITS itu.
Untuk persaingan dengan industri asing, industri manufaktur lokal membutuhkan regulasi yang lebih menguntungkan dari pemerintah. Widodo yang mewakili Director Operation PT Petrokimia Ketut Rusnaya memaparkan bahwa harus ada pembatasan impor agar dapat meningkatkan potensi industri lokal. “Misal saja, impor dibawah satu milyar masih bisa masuk, selebihnya harus dibatasi,” paparnya.
Sementara itu Engineering Manager PT JGC Indonesia, Wayan Surisma turut menyoroti rendahnya kemampuan teknik sebuah industri. Teknisi lokal dinilai masih banyak yang belum memiliki pengalaman terstandarisasi. Minimnya pengalaman teknisi membuat kesempatan terlibat dalam proyek besar dengan sistem Engineering-Procurement-Construction (EPC) menjadi sulit. Padahal, EPC yang merupakan proyek jenis industri berat, seperti industri minyak dan gas memiliki peranan besar terhadap ekonomi negara.
Kepala Departemen Teknik Mesin Bambang Pramujati ST MScEng PhD menambahkan, mahasiswa perlu untuk dilibatkan dalam upaya meningkatkan industri manufaktur lokal dan menyelesaikan permasalahan impor. “Mahasiswa perlu memahami kekurangan industri manufaktur lokal sejak dini agar dapat memberi penyelesaian masalah dimulai di dunia perkuliahan,” terang Alumnus S3 University of Brunswick, Kanada tersebut. (mad/mik)
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di