Kampus ITS, Opini – Hari Nusantara, wujud Deklarasi Djuanda, secercah harapan bangsa Indonesia. Sebuah mimpi yang telah lama terkubur, menanti untuk dapat terbangun kembali. Ini Indonesia, yang konon katanya negara laut yang ditaburi ribuan pulau-pulau. Sebuah negara yang dahulu dikenal sebagai bangsa pelaut. Ribuan pulau yang berada di Indonesia dapat disatukan oleh lautan yang ada. Seakan menjadi bukti, lautan bukanlah pembatas bagi Indonesia.
Kementerian Kelautan Republik Indonesia mencatat, kurang lebih sebanyak 75 persen wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Itu artinya, terdapat jutaan potensi yang menanti untuk bangkit. Jika kita melihat kilas balik sejarah, Indonesia telah terbukti mampu menjadi bangsa yang disegani oleh bangsa barat. Sebut saja pada zaman kejayaan Majapahit. Pada abad ke-14 saat itu, Mahapatih Gadjah Mada yang memimpin pasukan Majapahit bersama Mpu Nala, sang kreator kapal jenius yang menjadi ujung tombak armada mereka mampu menaklukkan hampir seluruh Nusantara.
Pada masa tersebut, menaklukkan Nusantara bak satu hal yang hampir mustahil. Jika ditelaah, tidak mungkin rasanya menaklukkan sebagian wilayah Nusantara yang harus menyeberangi lautan tersebut. Misalkan Gadjah Mada dan Mpu Nala menganggap lautan adalah sebuah pembatas, maka Majapahit tidak akan mampu mencapai kejayaan gemilangnya. Kedua ksatria ini terbukti telah berhasil menyingkirkan anggapan dari lautan sebagai pembatas menjadi lautan sebagai penghubung Nusantara.
Bangsa ini gagal menyelamatkan diri dari penjajahan oleh bangsa barat sebab kurang kokohnya kekuatan armada laut yang dimiliki kerajaan-kerajaan di Nusantara. Ketika dijajah, pola pikir masyarakat Indonesia mulai diubah. Dari semula memiliki kekuatan di bidang maritim-agraris menjadi budak pemuas kebutuhan hasil agraris penjajah. Unsur kepekaan maritim kita seakan dibelenggu, disegel ke ruang terdalam yang ada dalam memori.
Seiring berjalannya waktu, generasi pun kian berganti. Pelaut-pelaut tangguh hasil tempaan masa kejayaan maritim Indonesia mulai lenyap. Dalam kondisi terjajah seperti masa itu, akan sulit untuk menyalurkan ilmu-ilmu maritim yang telah ditaklukkan pada era kejayaan. Masyarakat Indonesia (saat itu masih Nusantara) mulai dihilangkan kepekaan dan pemahamannya akan dunia kemaritiman.
Penurunan drastis, dari semula pemilik teknologi maritim yang terbilang maju pada zamannya, menjadi bangsa yang hanya mengandalkan pertanian. Itupun masih dalam bayang-bayang serdadu penjajah, menjadikan maritim Indonesia terlelap hingga waktu yang lama.
Pasca kemerdekaan, Indonesia masih memfokuskan pembangunan pada bidang selain maritim. Kesadaran bangsa yang sempat pudar, berhasil dipicu untuk bangkit oleh Djuanda Kartawidjaja. Semangat maritim Djuanda, berhasil disambut sebagian masyarakat hingga sampai di tangan BJ Habibie. Melalui jerih payah Presiden Indonesia ketiga ini, berdirilah pondasi PT PAL yang kelak diharapkan akan menjadi ujung tombak kebangkitan maritim Indonesia.
Sejak Hari Nusantara diresmikan melalui Keputusan Presiden nomor 126 tahun 2001, upaya penegasan dan sebuah pengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia mulai timbul kembali. Beberapa tokoh nasional juga mulai aktif mensosialisasikan potensi dan kekuatan maritim yang masih tertidur ini. Namun pertanyaannya, sudah sampaikah isu dan pemahaman ini di telinga masyarakat?
Faktanya, baik kaum X, Y, maupun Z (kaum milenial) belum sepenuhnya tercerahkan. Warisan nenek moyang bangsa masih belum sepenuhnya diresapi. Potensi sumber daya kelautan Indonesia yang kurang lebih sebesar 3000 triliun rupiah per tahunnya tidak kunjung disadari. Hingga timbul suatu pertanyaan, kapankah maritim Indonesia akan bangkit seutuhnya? Semua ini tidak dapat dicapai jika tidak dimulai dari masyarakat Indonesia sendiri.
Kitalah yang menentukan nasib bangsa kedepannya. Kitalah yang harus meningkatkan kepekaan serta ilmu kita. Mulailah dari hal kecil, semisal menyadarkan orang terdekatmu akan sakralnya isu ini. Jika tidak dimulai dari sekarang juga, sampai kapan engkau akan membiarkan jayanya maritim Indonesia terlelap? Marilah kawan, bersama kita bangkitkan kejayaan bangsa ini dengan Maritim.
Muhammad Faris Mahardika
Mahasiswa Teknik Kelautan
Angkatan 2018
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)