Opini, ITS News – Di mata dunia, Indonesia dikenal dengan kekayaan alam dan budayanya. Keindahan bawah laut dan hamparan hutan yang luas menjadi gambaran yang tertancap di lubuk hati orang-orang tentang Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, pada 2017 luas hutan di Indonesia mencapai 133.300.543 hektare dan menjadi tempat bernaung banyak flora dan fauna. Salah satu penghuni hutan Indonesia adalah fauna ikonik dari daratan melayu yaitu orangutan.
Kata orangutan diambil dari bahasa melayu yang berarti manusia hutan. Spesies ini adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan yang hidup di hutan tropikal di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Orangutan atau juga disebut mawas memiliki kecerdasan yang tinggi, bahkan DNA orangutan memiliki kesamaan sebesar 96,4 persen dengan manusia. Namun dalam 16 tahun terakhir setidaknya ada 100.000 orangutan terbunuh di Kalimantan.
Dari segala aspek, aktivitas manusia lah yang menyebabkan tingginya angka kematian orangutan tersebut. Status satwa ini menurut World Wide Fund for Nature (WWF) adalah terancam punah (critically endangered). Aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, penebangan pohon untuk bahan baku kertas, pertambangan menyebabkan habitat orangutan berkurang dan akhirnya mati dibunuh karena dianggap hama. Tidak hanya itu, populasi orangutan juga berkurang disebabkan oleh keserakahan manusia yang dengan tega memperjualbelikannya untuk dijadikan peliharaan atau santapan.
Banyaknya kasus perdagangan orangutan ternyata merupakan efek samping dari berkurangnya habitat mereka. Orangutan yang kehilangan tempat tinggal biasanya akan berpindah ke daerah dekat sungai. Inilah yang mempermudah para pemburu untuk mendapatkannya. Sehingga hewan tidak sekadar mati oleh deforestasi, tetapi secara tidak langsung deforestasi mendorong perdagangan dengan memberikan banyak akses ke hutan bagi semua orang.
Selama periode penelitian 10 tahun terakhir, di Kalimantan saja telah ditemukan 145 orangutan yang dipelihara secara ilegal. Terhitung dari 2005 sampai 2011, sekitar 1.019 orangutan diambil dari alam liar. Perdagangan ini ternyata sudah merambah ke pasar luar negri. Orangutan buruan akan diselundupkan melalui pesawat atau dikirimkan lewat jalur laut bersama kapal yang sedang mengangkut barang-barang. Jika aktivitas perburuan dan perdagangan ini terus berlanjut, maka orangutan akan segera punah dari peradaban.
Kesadaran warga Indonesia tentang fauna masih sangat rendah. Semakin dekat hutan dengan permukiman, maka semakin terpencil pula mereka. “Tidak ada internet, listrik yang terbatas dan banyak komunitas sangat miskin,” kata Direktur Program Gunung Palung Orangutan Conservation Program (GPOCP) Terri Breeden. Sangat sukar menjangkau komunitas yang terpencil ini. Mereka pun mungkin tidak mengetahui bahwa orangutan terancam punah, mereka tidak tahu tentang hukum dan tetap saja memburu.
Kini, harimau jawa, harimau bali, tikus gua flores, dan tikus hidung panjang flores sudah dinyatakan punah. Keempatnya adalah fauna asli Indonesia. Setelah rentetan kelam itu, apa kita mau menambah lagi nama-nama di daftar binatang punah tersebut? Keberadaan orangutan yang hampir punah ini menjadi perhatian internasional. Sedangkan di negeri kita sendiri perburuan dan perdagangan masih terus dilakukan. Pembukaan lahan untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit pun masih terjadi. Lalu bagaimana nasib para orangutan?
Isu tentang orangutan sempat viral, namun tak berselang lama, isunya kalah dengan isu-isu lain. Pemerintah Indonesia harus segera memperkuat lagi Undang-Undang (UU) perlindungan satwa liar. Penegakan hukum juga hanya akan berjalan di tempat bila masyarakat tidak memiliki pemahaman yang sama. Oleh karenanya, sangat penting untuk mendorong masyarakat guna merawat orangutan dengan lebih baik melalui program pendidikan bagi anak-anak dan orang dewasa. Dengan itu, kita bisa menjaga satwa khas Indonesia agar tidak ada lagi yang punah.
Gita Rama Mahardhika
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota
Angkatan 2018
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)