ITS News

Rabu, 13 November 2024
08 Januari 2019, 13:01

Layaknya Bangunan, Mahasiswa Juga Harus Perhitungkan Beban

Oleh : itsmis | | Source : -

Ilustrasi permainan UNO Stacko yang menggambarkan konstruksi bangunan

Opini, ITS News – Gaya yang bekerja pada luasan struktur bangunan disebut sebagai beban. Jenisnya beragam, dapat berupa angin, salju, hujan ataupun gempa. Untuk bagian struktur yang bersifat tetap, termasuk beratnya sendiri dikategorikan sebagai beban mati. Sedangkan, beban terbesar yang harus dipikul struktur dalam bentuk beban berjalan seperti berat manusia, kendaraan ataupun perabot bernama beban hidup. Beban-beban tersebut sangat berpengaruh terhadap kekuatan struktur bangunan. Semakin berat beban yang diterima dan mendekati ambang batas, semakin mudah pula bangunan untuk roboh.

Sama halnya dengan bangunan, setiap manusia memiliki batas maksimum dalam menerima beban, baik dalam bentuk pekerjaan ataupun pikiran. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia pada tahun 2013, sekitar 14 juta penduduk sejak usia 15 tahun mengalami depresi akibat banyaknya beban hidup yang mereka terima. Sama halnya dengan bangunan, jika tidak memperhitungkan beban, manusia akan semakin cepat menerima kehancurannya. Sehingga, perhitungan kapasitas diri dalam menerima beban hidup menjadi keahlian yang sangat penting bagi setiap orang.

When I bit off more than I could chew, I ate it up and spit it out. Saat menggigit lebih dari yang bisa dikunyah, makanan itu hanya berakhir pada tempat sampah. Begitulah kata Frank Sinatra dalam lagunya yang berjudul My Way. Lagu ini menyadarkan kita akan pentingnya mengetahui kapasitas diri sendiri. Sebagai mahasiswa, terkadang terlalu banyak ambisi yang ingin kita kejar. Banyak yang ikut berbagai organisasi, namun berujung dengan penurunan prestasi.

Selain kapasitas, mahasiswa juga harus memperhatikan skala prioritas. Seorang mahasiswa harus mampu mengatur tingkat kepentingan dari kegiatannya. Pasti ada di antara kita yang menunda menyelesaikan tugas dengan alasan malas, ataupun waktu luang yang ada cenderung dimanfaatkan untuk menyegarkan diri dari rutinitas. Ada pula yang sibuk bekerja paruh waktu, terjaga hingga larut malam dan akhirnya terlalu lelah untuk belajar. Kata pepatah, dalam setiap amanah, selalu ada ketidakamanahan. Sedangkan amanah yang diemban mahasiswa adalah menuntut ilmu, jangan sampai melalaikannya.

Tidak kalah penting dari dua hal di atas, bersyukur menjadi salah satu kebiasaan yang harus dimiliki mahasiswa. Alih-Alih menyegarkan diri di media social, banyak di antaranya yang terjerumus untuk membandingkan diri dengan orang lain. Taka apa jika hasilnya positif, untuk berbenah diri menjadi lebih baik. Namun, berlawanan dengan itu, makin marak ungkapan rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri yang terus mengalir seiring lamanya berselancar di dunia maya. Jika sudah begitu, banyak yang akan tewas rasa percaya dirinya. Seperti kata motivator Mario Teguh, tak ada orang yang dapat membangun rasa percaya diri yang sehat jika terus membandingkan kekurangan dan kelebihan orang lain.

Memiliki kesamaan dalam memikul beban hidup yang besar, mahasiswa harus belajar dari perhitungan beban struktur pada bangunan. Seorang mahasiswa harus mampu menghitung kapasitas dirinya dalam menerima beban yang berbentuk tanggung jawab. Ia juga harus membuat skala prioritas untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, tidak perlu bersikap terlalu optimis dan yakin untuk bisa melakukan banyak hal. Terkadang, sikap pesimis bisa menjadi benteng agar mahasiswa lebih bersiap untuk menghadapi masalah di depannya. Terakhir, jujurlah pada diri sendiri, terima setiap kelebihan dan kekurangan yang ada dan cobalah untuk memperbaikinya.

Heny Tri Hendardi
Mahasiswa Teknik Infrastruktur ITS
Angkatan 2017
Reporter ITS Online

Berita Terkait