Opini, ITS News – Menyambut tahun baru, refleksi terhadap pencapain di tahun sebelumnya terbungkus dalam sebuah kenangan masa lalu. Kata resolusi kemudian menjadi momok yang hangat diperbincangkan banyak orang. Tujuan hidup yang lebih baik menjadi daftar yang ingin dicapai di tahun yang akan datang. Namun, seringkali resolusi dari tahun ke tahun tidak tercapai secara matang. Apakah resolusi hanya sebatas tradisi yang datang ketika awal tahun menjelang?
Awal tahun memang dimaknai sebagai awal yang baru dan bersih. Sebagian besar dari penduduk di bumi memiliki kecenderungan alami untuk melakukan perbaikan diri. Rencana demi rencana tersusun rapi sebagai target capaian diri. Adanya target yang dibuat dapat dijadikan pedoman dalam mengarahkan diri supaya lebih fokus dan termotivasi. Hal ini tentu dapat menjadi alarm untuk meraih impian yang tersusun dalam sebuah kata resolusi.
Faktanya, tidak banyak orang yang mampu mempertahankan resolusi yang ada. Tidak adanya kekuatan, kemauan dan kepercayaan terhadap kemampuan diri menjadi senjata pembunuh yang dapat menghancurkan rencana yang diinginkan. Keinginan untuk memperbaiki diri hanya eksis di fase awal sebagai syarat untuk menyambut pergantian tahun. Selanjutnya tidak ada langkah konkret untuk mencapai itu semua. Seperti halnya siklus daur ulang, evaluasi resolusi di akhir tahun akan sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mayoritas orang belum benar-benar memikirkan tujuan mereka secara detail dan jelas. Hal inilah yang menyebabkan adanya ketidaksiapan dalam mengembangkan dan mempertahankan komitmen. Dalam kata lain, target yang dibuat terlalu tinggi atau sulit untuk dicapai sehingga hanya akan menjadi beban di masa datang. Seseorang nantinya akan dengan mudah kehilangan minat dan motivasi jika tujuan yang mereka inginkan tidak tercapai dengan benar.
Tercatat lebih dari sepertiga resolusi tidak berhasil dilewati dan lebih dari tiga perempat ditinggalkan setelahnya. Rendahnya komitmen menjadi alasan dasar yang menyebabkan kegagalan tersebut. Hal ini didasarkan karena resolusi yang dibuat kerap kali merupakan sesuatu tidak memiliki dasar makna dan relevansi pribadi. Perlu adanya motivasi yang dapat memberi dorongan awal untuk bangkit dan bergerak. Hal terpenting yang dibutuhkan adalah sesuatu yang lebih mendasar dan lebih penting bagi diri pribadi.
Berpikir secara realistis ketika menuliskan target dalam resolusi memang penting. Hal ini dikarenakan tidak semua rencana akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Menetapkan target kecil dan masuk akal untuk dicapai sepanjang tahun jauh lebih baik daripada segudang target yang tidak fokus. Dikatakan oleh psikolog asal Amerika, Lynn Bufka bahwa bukan sejauh mana perubahan yang dicapai, melainkan tindakan mengakui bahwa adanya perubahan gaya hidup itu penting dan terus konsisten dalam mengusahakannya.
Dalam hal ini, sejatinya merencanakan target tidak perlu menunggu adanya momen pergantian tahun. Kita memiliki waktu 24 jam untuk memperbaiki diri. Ketika menginginkan suatu perubahan, mengapa tidak mengubahnya dan bekerja saat itu juga? Alih-alih hanya memiliki ambisi yang ditetapkan untuk satu waktu dalam setahun, lebih baik dilakukan sesegera mungkin. Setelahnya, kembali lagi, apakah kita mau bertindak atau tidak. Fokus, konsisten, dan terus berusaha akan menjadi kunci utama dalam mencapai daftar resolusi yang diinginkan.
Belia Ega Avila
Mahasiswi Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Angkatan 2016
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)
Kampus ITS, ITS News — Tim Spektronics dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali sukses mendulang juara 1 pada ajang
Kampus ITS, ITS News — Kurang meratanya sertifikasi halal pada bisnis makanan khususnya pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),