Kampus ITS, Opini – Hari Gizi Nasional diselenggarakan untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada 25 Januari 1951. Sejak saat itu, pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Kemudian disepakati bahwa tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional Indonesia.
Peringatan Hari Gizi Nasional adalah sebuah momentum penting dalam meningkatkan kepedulian serta komitmen dari berbagai pihak untuk bersama membangun gizi menuju bangsa yang sehat. Hal itu tentu harus tercapai dengan adanya gizi seimbang serta produksi pangan yang cukup bagi masyarakat. Namun, masalah gizi tidak hanya berhenti pada dua indikator tersebut. Saat ini, masih banyak masalah – masalah yang dialami balita Indonesia seperti gizi ganda, gizi lebih atau kurang, stunting (tubuh kerdil), maupun kasus gizi buruk.
Pada peringatan Hari Gizi Nasional ke 59 tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menitikberatkan pada permasalahan stunting. Pasalnya, stunting dan masalah gizi lainnya merupakan ancaman besar bagi negara karena berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia bagi Indonesia ke depannya. Permasalahan tersebut tidak boleh diabaikan yang mana usia – usia pertumbuhan anak sangat menentukan tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang dalam belajar maupun berprestasi.
Dari data statistik yang ada menunjukkan bahwa menjelang berakhirnya periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Indonesia mengalami perbaikan dalam hal prevalensi masalah gizi khususnya prevalensi gizi kurang dan stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013-2018, meskipun prevalensinya masih tinggi dan di atas ambang batas World Health Organization (WHO) masalah Kesehatan Masyarakat, prevalensi gizi kurang menurun dari 19,6 persen menjadi 17,7 persen dan masalah stunting menurun dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen. Angka ini tentu menjadi perhatian bersama yang harus segera diselesaikan jika kita ingin berubah menjadi negara maju.
Pada dasarnya, masalah kesehatan maupun gizi kurang tidak hanya bersumber dari penduduk yang memiliki strata ekonomi yang rendah. Masalah gizi kurang maupun stunting bisa terjadi pada masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. Hal ini membuktikan bahwa faktor kemiskinan bukanlah hal yang utama, tetapi kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menanggulangi hal – hal semacam itu.
Jika kita melihat salah satu tujuan yang tertera pada peringatan Hari Gizi Nasional ke 59 tahun 2019, di situ disebutkan bahwa perlu adanya peningkatan pada pengetahuan masyarakat akan gizi seimbang dan produksi pangan berkelanjutan. Hal itu perlu menjadi komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak yang terkait baik dari pemerintah di sektor kesehatan maupun non pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah.
Pada sub tema peringatan Hari Gizi Nasional ke 59 ini, menyangkut pada aspek keluarga di mana gizi adalah aspek yang harus disadari bersama terutama bagi anak – anak untuk mewujudkan Indonesia yang sehat dan produktif. Dalam lingkup kehidupan yang lebih kecil, keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar persoalan gizi setiap anggota keluarganya. Peran keluarga sangat diperlukan dalam mendidik dan mengawasi langsung akan asupan gizi yang diberikan agar seimbang.
Prinsip gizi seimbang adalah dengan membiasakan pola konsumsi beragam secara seimbang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Selain itu, juga perlu membiasakan perilaku hidup sehat diikuti dengan rutin melakukan aktivitas fisik dan memantau berat badan secara teratur. Penerapan gizi seimbang ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal.
Dari berbagai aspek yang sudah dipaparkan di atas, harapannya, kita bisa bersatu untuk menanggulangi permasalahan gizi yang ada di Indonesia. Setidaknya kita berusaha untuk saling mengingatkan serta bahu – membahu dalam memberantas permasalahan gizi yang ada untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi ke depannya.
Ditulis oleh:
Luthfi Fathur Rahman
Mahasiswa Departemen Teknik Mesin ITS
Angkatan 2017
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)