ITS News

Selasa, 19 November 2024
08 Maret 2019, 16:03

Modelkan Koalisi untuk Tingkatkan Keuntungan Pengiriman Barang

Oleh : itssof | | Source : https://www.its.ac.id/

Kampus ITS, ITS News – Dalam dunia pengiriman barang, banyak terjadi permasalahan mengenai pemesanan kapasitas, salah satunya dalam ketidakpastian ketersediaan kapasitas pengiriman. Oleh karena itu, Alain Widjanarkan menghadirkan solusi yang dipresentasikannya pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (5/3).

Bertempat di Auditorium Sinar Mas Departemen Teknik Industri ITS, Alain menjelaskan bahwa ketidakpastian permintaan pengiriman barang membuat freight forwarder dihadapkan pada risiko kelebihan kapasitas dan risiko kekurangan kapasitas. Oleh karena itu, Alain memaparkan model bentuk koalisi baru antara freight forwarder dan carrier untuk meningkatkan keuntungan bersama.

Carrier dan freight forwarder sendiri merupakan perusahaan yang memberikan solusi mengatur segala kebutuhan pengangkutan dan gudang. Carrier berperan sebagai penyedia moda transportasi yang memiliki kapasitas sebagai tempat penampungan barang selama proses pengiriman. Sedangkan freight forwarder menjadi pihak yang memastikan tersedianya kapasitas di dalam moda transportasi yang sesuai dengan kebutuhan permintaan pengiriman.

Koalisi yang dimaksud memiliki arti gabungan kelompok kerja sama yang nantinya dapat dimungkinkan untuk berbagi risiko antar anggota sehingga terjadi peningkatan harapan keuntungan. Kelompok kerja sama juga memungkinkan terjadinya pembagian risiko pemesanan kapasitas. “Kemudian juga dapat berpotensi memunculkan peningkatan utilitas (manfaat, red) kapasitas melalui berbagi risiko biaya kepemilikan kapasitas,” tutur pria kelahiran Surakarta tersebut.

Koalisi dibangun dari kelompok kerja sama vertikal (antara carrier dan freight forwarder) dan horizontal (antar-carrier atau antar-freight forwarder). Dengan asumsi bahwa kapasitas dari satu carrier cukup untuk melayani beberapa freight forwarder, maka kerja sama horizontal di penelitian ini hanya dilakukan antar-freight forwarder.

Berbagi risiko kepemilikan kapasitas menjadi manfaat dari kerja sama vertikal. Sedangkan kerja sama horizontal dilakukan untuk untuk berbagi risiko pemesanan kapasitas. “Sehingga sasaran utamanya adalah peningkatan harapan keuntungan bagi carrier dan freight forwarder,” ungkapnya sekali lagi dihadapan tim penguji.

Hasil disertasinya menunjukan bahwa koalisi membawa peningkatan utilisasi yang paling besar. Gabungan antara kerja sama vertikal dan horizontal mengakibatkan peningkatan jumlah kapasitas sekaligus peningkatan jumlah penggunaan kapasitas. Akhirnya, skenario koalisi tersebut berhasil membuat peningkatan utilisasi kapasitas yang dapat mencapai 32%.

Hasil pengujian terhadap model pemesanan kapasitas dan harapan keuntungan menunjukan bahwa manfaat koalisi akan lebih tampak pada nilai pemesanan kapasitas yang rendah. “Sedangkan pada anggota koalisi dengan kapasitas yang besar akan kurang mendapatkan manfaat dari koalisi,” tutur bapak dari tiga anak tersebut.

Di akhir presentasinya, ia menyebutkan bahwa terdapat dua peran penting yang ditemukan pada koalisi ini. Freight forwarder memiliki peran sebagai penghasil keuntungan, sedangkan pembesar keuntungannya adalah carrier. Sehingga kedua peran tersebut memberikan kontribusi yang saling berkaitan.

Alain juga menyebutkan bahwa penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas lagi. “Salah satunya mengenai konfirmasi model koalisi yang dapat dilakukan untuk memastikan kemampuan terapan model dalam dunia bisnis nyata,” pungkasnya. (sof/id)

Alain Widjanarka bersama istri dan ketiga anaknya ketika berfoto dengan tim penguji seusai sidang

Berita Terkait