Kampus ITS, ITS News – Kampung adalah ruang kehidupan yang kaya akan budaya juga interaksi sosial antar penghuninya. Di tengah kemajuan teknologi dan modernisasi, budaya komunal yang ada pada perkampungan tetap utuh terjaga. Mengambil studi kasus di Desa Demak Timur Surabaya, Rita Ernawati ST MT mampu menyusun sebuah konseptual model perubahan kampung dalam konteks budaya komunal dan memaparkannya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Rabu (6/3).
Dalam berkehidupan, manusia membutuhkan ruang untuk bermukim. Ada berbagai macam pilihan tempat untuk ditinggali, salah satunya adalah kampung. Di dalam kehidupan perkampungan ada sebuah interaksi sosial antar penghuninya yang dipengaruhi oleh budaya. Salah satu budaya yang berkembang di daerah kampung ialah budaya komunal atau juga hubungan sosial kolektif.
Budaya komunal dalam perkampungan adalah budaya masyarakat kampung yang cenderung melakukan sebagian besar aktivitasnya bersama orang-orang di sekitar mereka. Rita menyatakan bahwa budaya komunal ini memiliki karakteristik hubungan dekat antarmasyarakat. “Budaya komunal pada kampung ditandai dengan saling kenal, kekerabatan, lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu dengan tradisi berbagi yang kuat,” tutur dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tersebut.
Budaya komunal inilah, lanjut Rita, yang mempererat hubungan sosial antar penghuni kampung. Salah satu pendorong adanya budaya komunal ini adalah pola rumah dan permukiman di perkampungan. Pola permukiman yang linier membentuk gang memungkinkan pemusatan kegiatan di area tersebut. Selain itu, rumah-rumah di kampung cenderung lebih kecil dari lahan yang mereka punya sehingga banyak ruang terbuka yang tersisa sehingga memungkinkan interaksi antar penghuni.
Seiring perkembangan zaman, pola rumah di kampung berubah karena adanya modernisasi. Kampung yang awalnya memiliki penghuni sedikit dan berkarakteristik desa, kini menjadi padat dan karakteristiknya menjadi kampung kota. “Pengalaman saya keluar masuk kampung membuat saya melihat betapa signifikan perubahan yang terjadi di kampung. Kampung yang semula berkarakteristik desa kini menjadi seperti kota. Namun, kehidupan di kampung masih sama seperti di desa,” ucap perempuan asal Klaten tersebut.
Rasa penasaran Rita mendorongnya meneliti mengapa dan bagaimana bisa budaya komunal pada perkampungan tetap ada dan tidak terdegradasi oleh modernisasi di Desa Demak Timur. Menurut hasil survei proyek perbaikan kampung tahun 1977, Desa Demak Timur hanya memiliki penduduk 300 – 500 per hektar dan rumahnya masih kumuh serta mayoritas berbentuk non-permanen.
Saat ini, Rita menambahkan, akibat adanya perpindahan penduduk ke daerah Surabaya, penduduk Desa Demak Timur sudah mencapai lebih dari 3000 penduduk. Pola rumah di Desa Demak Timur pun sekarang menjadi bangunan permanen yang memiliki ruang terbuka yang sangat sedikit.
Rita menemukan, modernisasi yang dianggap mampu mengubah bentuk dan integritas sosial dari sebuah perkampungan ternyata tidaklah terjadi di Desa Demak Timur. Budaya komunal yang melekat pada perkampungan ternyata juga tidak luntur.
Ekspresi dan arsitektur luar perkampungan di Desa Demak Timur, ucap Rita, memang mengalami perubahan, namun esensi sosialnya masih tetap sama. Hal ini membuktikan bahwa kampung terbuka pada perubahan dan mampu beradaptasi. “Adaptasi dalam hal ini berarti kemampuan untuk menerima sesuatu yang baru tetapi tidak meninggalkan akarnya,” jelasnya.
Temuan Rita ini berbeda dengan temuan-temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa modernisasi mendegradasi integrasi sosial dalam kampung. Dari penelitian ini, perempuan yang mengenyam studi S1 hingga S3 di Departemen Arsitektur ITS ini merumuskan sebuah konseptual model yang mampu mendetailkan rumusan sebelumnya oleh Rapoport terkait elemen apa saja yang berubah dan tetap pada konteks perubahan kampung.
Dikatakan Rita, adanya tumpang tindih penggunaan ruang yang menyebabkan interaksi sosial di kampung tetap berjalan. Sehingga nilai kebersamaan dan kekeluarga menjadi nilai yang tetap ada. Sedangkan sistem budaya, sistem sosial dan ekspresi arsitektur kampung merupakan elemen yang mengalami perubahan. “Namun perubahan yang terjadi hanya pada manifestasi bentuknya saja bukan pada esensi yang mempertahankan budaya komunal itu,” pungkas Rita yang berhasil meraih gelar doktornya dengan predikat memuaskan. (ram/owi)
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di