ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
16 Maret 2019, 01:03

Persiapkan Calon Wisudawan 119, Kuliah Inspirasi Perkenalkan Skill Followership

Oleh : itsdik | | Source : https://www.its.ac.id

Raden Muhsin Budiono bersama Ir Agus Gunaryo setelah pemberian materi kepada Calon Wisudawan 119

Kampus ITS, ITS News – Tidak terasa, selama dua hari kedepan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya akan melepas kepergian mahasiswanya. Para calon wisudawan 119 yang telah ditempa beberapa tahun di Kampus Pahlawan ini harus siap menghadapi dunia pasca kuliah. Demi mendukung hal tersebut, ITS menyelenggarakan Kuliah Inspirasi Followership for Millennials and New Normal Situation, Kamis (14/3).

Ilmu followership (kepengikutan) merupakan ilmu dasar untuk menjadi seorang pemimpin namun masih jarang diketahui orang lain. Ilmu ini mempelajari tentang bagaimana memahami dan menjadi pengikut yang baik serta pengaruhnya terhadap lingkungan. Ilmu yang diperkenalkan di Amerika sejak 1992 ini berkembang lambat dibandingkan ilmu leadership. Di Indonesia sendiri masih sangat langka ditemui.

Di Eropa dan Amerika, pemberian ilmu followership ini sudah dianggap normal terjadi. Beberapa pakar ilmu ini yang cukup ternama, seperti Craig Johnson, Gene Dixon, Robert E. Kelley, Ira Chaleff, dan beberapa tokoh lainnya berhasil memperkenalkan ilmu ini selama kurang lebih 27 tahun terakhir.

Pada Kuliah Inspirasi yang digelar di Grha ITS, Raden Muhsin Budiono yang menjadi narasumber menyampaikan beberapa poin penting terkait ilmu ini, khususnya bagi generasi milenial. Alumnus ITS yang kini telah sukses memantapkan karirnya di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternama ini mengemukakan bahwa ilmu followership tidak dapat dipisahkan dari penerapan leadership.

Menurut Muhsin, Jika diamati lebih lanjut, materi yang diajarkan pada followership ini dapat dibilang sangat berkaitan dengan keberlanjutan leadership. Karena dalam kepemimpinan tentu akan melibatkan pemimpin dan yang dipimpin. “Ketika yang dipimpin ini belum memahami atau mengenal ilmu menjadi seorang pengikut (followers) yang baik, maka kepemimpinan tersebut tidak akan mencapai hasil maksimal,” sambung pria kelahiran Cirebon ini.

Muhsin mencontohkan bahwa ketika seorang pengikut tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik kepada pemimpinnya, di saat itulah ilmu followership ini diperlukan. Karena pada hakikatnya, seorang pengikut diharapkan mampu melayani tujuan bersama dengan memaknai nilai tujuan tersebut. Bukan sekadar menjadi bawahan si pemimpin.

Melalui riset yang dilakukan Muhsin, ia menyimpulkan bahwa ilmu ini masih sukar untuk ditemui di Indonesia lantaran dua hal. Ilmu ini dianggap kurang penting dan tidak perlu dipelajari, serta masyarakat beranggapan bahwa ilmu followership adalah suatu hal yang sia-sia karena ada anggapan bahwa untuk apa seseorang belajar untuk menjadi pengikut (bawahan).

Penulis lima buku ini menjelaskan anggapan seperti itu merupakan kekeliruan. Followership saat ini sama seperti ilmu parenting 10-15 tahun yang lalu. Dulu orang menganggap ilmu parenting itu tidak perlu dipelajari. Sebab untuk menjadi orang tua tidak perlu sertifikat dan tidak perlu belajar. “Buktinya sekarang, ilmu parenting sudah menjadi hal yang diperlukan setiap calon orang tua,” tutur Muhsin.

Selain itu, menurutnya jarang ada yang mau mendalami followership karena terlanjur menyanjung leadership dan menganggap followership sebagai ilmu kelas dua atau ilmu “rendahan” yang hanya cocok dipelajari oleh pekerja level bawah. Padahal, followership butuh dipelajari oleh siapapun termasuk pimpinan. “Agar nantinya, suatu organisasi, perusahaan, atau pun tim lainnya dapat memaksimalkan potensi miliknya,” pungkas Mushin pada wisudawan yang hadir. (dik/mik)

Raden Muhsin Budiono memberikan materi Followership for Millennials and New Normal Situation pada Kuliah Inspirasi di Grha ITS, Kamis (14/3).

Berita Terkait