ITS News, Opini – Proses perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) amatlah panjang. Segala bentuk perjuangan mulai dari pertempuran, penyerbuan markas-markas musuh, pelucutan senjata hingga jalur diplomasi damai pun telah dikerahkan mati-matian oleh para pahlawan. Hanya demi kepentingan bangsa, nyawa dan segala bentuk pengorbanan pun rela diberikan oleh mereka secara cuma-cuma, tanpa pamrih.
Tak terlupakan dalam memori pedih bangsa, peristiwa Bandung Lautan Api menjadi cermin bentuk perjuangan sesungguhnya rakyat Indonesia. Dari peristiwa ini terbukti jelas bahwa perjuangan perebutan dan pemertahanan kemerdekaan RI tak hanya dilakukan oleh para tentara dan barisan bersenjata. Para pemuda, pedagang, tukang becak, petani dan ibu rumah tangga pun turut aktif secara langsung dalam upaya perjuangan. Rakyat sangat paham bahwa perdamaian takkan dapat diraih tanpa adanya persatuan dan pengorbanan yang utuh.
Mari bercermin dari bentuk pengorbanan rakyat Bandung kala itu. Mari kita bayangkan bagaimana suasana hati rakyat Bandung kala itu yang dengan terpaksa harus meninggalkan Bandung Selatan sesuai ultimatum kedua tentara sekutu yang mereka terima secara sepihak. Mereka harus rela berjalan kaki sejauh lebih dari sebelas kilometer dari batas paling luar Bandung Selatan. Rasa sedih, geram, amarah dan ketidakberdayaan menghiasi isi kepala mereka saat itu. Bersama barang-barang seadanya sembari menggendong bayi-bayi mereka, 200.000 jiwa rakyat Bandung menjerit tak bersuara meninggalkan tanah kelahirannya.
Dan mari kita tanyakan, untuk siapa mereka melakukan hal itu? Padahal ultimatum pengosongan Bandung Selatan itu hanya ditujukan bagi tentara dan barisan bersenjata, bukan termasuk rakyat tak bersenjata. Namun karena taat dengan perintah pusat dan untuk kepentingan bangsa, satu kesatuan elemen ini bersatu-padu sepakat meninggalkan Bandung Selatan sekaligus membakar dan meledakkan habis harta dan rumah-rumah yang selama ini menjadi tempat bercengkrama mereka dengan keluarga. Meski tanpa adanya kepastian akan nasib dan tempat tinggal baru yang akan mereka tempati nanti, sebuah pengorbanan besar tetap rela mereka berikan untuk kedaulatan negeri.
Merenungi hal tersebut, rasanya perbandingan pengorbanan yang telah kita lakukan atas nama bangsa sejauh ini masih sangat sedikit. Paling besarnya bentuk pengorbanan pun, rasanya masih belum bisa setara dengan mereka, para pejuang Bandung Lautan Api yang rela mengorbankan seluruh harta dan papan yang dimilikinya. Hal ini terasa semakin jelas seiring semakin jauhnya pautan zaman dengan peristiwa sejarah bangsa itu. Kian hari, banyak pengkhianatan dan keegoisan para pembangun negeri untuk memperkaya dirinya sendiri. Alih-alih berlindung di balik slogan “membela” bangsa, ternyata tak sedikit yang masih bermental “memanfaatkan” bangsanya sendiri.
Kasus korupsi bagi kalangan pejabat negeri rasanya bukan hal yang heboh lagi. Bahkan bagi sebagian orang, tak lengkap rasanya seorang pejabat apabila tak menerima harta “bonus” ini. Penyakit yang terus menerus menjamur ini semakin membutakan pejabat negeri akan sebuah kejahatan yang seharusnya diperangi bersama. Tak tebang pilih, siapapun dapat terjangkit virus ini. Nilai reigius pribadi pun tak menjadi jaminan sama sekali, melihat kejadian korupsi dana keagamaan yang telah banyak terjadi belakangan. Bangsa ini bingung mencari orang-orang jujur yang bekerja dengan ikhlas.
Marilah wahai pemuda, calon pemimpin bangsa yang tak lama lagi ditunggu pengabdiannya, di peringatan Peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret ini menjadi titik bercermin dan menanamkan dalam diri semangat bekerja untuk bangsa, bukan untuk diri sendiri. Jika engkau tak dapat mewarisi segenggam semangat para pahlawan, jangan kau sakiti bangsa ini dengan tindakan-tindakanmu yang merugikan. Jika tak mampu, diamlah, dan jangan mengganggu. Sebab di zaman dimana kemerdekaan telah kita raih ini, ancaman perusak bangsa tak lagi datang dari luar, namun dari dalam diri kita sendiri. Belajarlah berjuang untuk memberi, bukan mengambil.
Ditulis oleh:
Akhmad Rizqi Shafrizal
Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan ITS
Angkatan 2018
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di