Kampus ITS, ITS News – Pengenalan jenis dan karakter setiap jenis material merupakan kewajiban setiap kontraktor sebelum melakukan pembangunan sebuah konstruksi. Seiring berkembangnya teknologi, penemuan jenis material-material baru kian bermunculan, salah satunya bata ringan aerasi atau Autoclaved Aerated Concerete (AAC). Bertujuan mengenalkan mahasiswa tentang jenis material AAC, Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama PT Citicon Nusantara Industries adakan kuliah tamu di Ruang Auditorium Visual 103 Kampus ITS Manyar, Kamis (21/2).
Membawakan tema Revolusi Industri 4.0 Pada Bidang Konstruksi dengan Light Weight Construction Metal, PT Citicon Nusantara Industries membahas tentang peralihan serta pengenalan karakteristik material-material baru yang lebih efisien dalam bidang konstruksi. Dihadiri oleh para mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, PT Citicon membawakan dampak dari era revolusi industri 4.0 terhadap material konstruksi di Indonesia. Sebab, sebagai mahasiswa yang begitu dekat dengan dengan pelaksanaan praktis, perlu adanya wawasan khusus serta mendalam terkait perkembangan dan peralihan jenis material lama ke material jenis baru. Terlebih, di Indonesia sendiri pengenalan jenis material baru oleh masyarakat masih kurang dipahami dengan baik.
Dini Fitrisari, Marketing Manager PT Citicon Nusantara Industries, menjelaskan bahwa material tersebut bernama bata ringan aerasi atau Autoclaved Aerated Concerete (AAC). Material ini merupakan material pengganti dari bata konvesional sebagai bagian dari konstruksi sebuah bangunan. Ditemukan pertama kali pada 1923 oleh Ericson, AAC yang masih memiliki kekurangan ini disempurnakan oleh Joseph Hebel. Hingga pada 1955, material ini baru memasuki Indonesia, meskipun pada saat itu masih belum terdapat pabrik lokal yang memproduksinya. “Baru pada 2008, PT Citicon sebagai perusahaan pertama yang bergerak dalam proses produksi material AAC ini didirikan di Indonesia,” jelas wanita yang kerab disapa Dini ini.
AAC sendiri, lanjut Dini, merupakan material yang berbahan dasar pasir silica. Pasir silica sendiri merupakan jenis pasir yang paling murni, dan juga menjadi bahan baku pembuatan kaca. Diambil dari sumbernya, pasir silica yang memiliki ukuran butiran yang berbeda-beda ini harus dipisahkan menurut ukurannya. Setelah terpisah, pasir silica dicampur dengan semen dan beberapa bahan aditif lainnya dalam komposisi tertentu. Saat hendak dicetak, adonan AAC ini tidak perlu dituang memenuhi cetakan, namun cukup satu per tiga bagian saja. Hal ini disebabkan karena AAC saat proses pengeringan mengalami pengembangan, yang menyebabkan bobotnya menjadi ringan, namun tetap kuat.
Dalam produksi PT Citicon sendiri, Dini menjelaskan terdapat tiga produk yang berbahan AAC ini. Ketiga produk tersebut yakni Bata Ringan Citicon, Panel Lantai Citicon dan Panel Sandwich Citicon. Ketiga produk ini pada dasarnya memiliki karakteristik yang hampir sama, yakni ringan, kuat, efisien dan tahan api. Ketiga produk ini pun berdasar eksperimennya sudah terbukti mengungguli produk-produk lama seperti batu bata konvensional yang masih memiliki banyak kekurangan. “Beberapa lembaga dan tempat usaha di Indonesia juga mulai banyak yang menggunakan produk-produk ini dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut,” papar wanita asal Surabaya ini.
Seperti namanya, ketiga produk ini memang memiliki bobot yang jauh lebih ringan dibanding material konvensional. Dibanding bata konvensional yang berbobt 1500 kg untuk setiap m3 nya, bata ringan citicon hanya berbobot 600 kg. Sedangkan panel lantai memiliki selisih bobot sebesar 1,55 ton setiap m2 nya dibanding cor konvensional. Demikian juga juga Panel Sandwich Citicon yang juga menjadi pengganti bata konvensional seperti halnya bata ringan, memiliki selisih bobot 800 kg untuk setiap m3 nya dibanding bata konvensional. “Sedangkan untuk kekuatan, ketiga produk ini memiliki daya lebih besar dibanding bata konvensional, bahkan hampir sama dengan daya kuat beton,” papar wanita berkerudung ini.
Selain itu, jelas Dini kembali, produk berbahan AAC ini memiliki daya tahan panas yang lebih tinggi, serta daya serap panas yang lebih rendah. Keunggulan ini menjadikan produk ini menjadi solusi keamanan bangunan ketika suatu saat terjadi kebakaran agar tidak menjalar ke segala titik dan masih dapat menjadi pelindung antarruang. Dibanding bata konvensional yang memiliki daya konduktivitas panas sebesar 0,65 W/mK, Bata Ringan Citicon dan Panel Lantai Citicon berdaya yang sangat kecil, yakni masing masing sebesar 0,14 W/mK dan 0,2 W/mK.
Dalam proses pengerjaan pun, penggunaan produk-produk ini menghabiskan waktu yang jauh lebih singkat, yakni setengah masa pengerjaan bata konvensional atau cor konvensional. Hal ini disebabkan, dimensi ukuran tiap potongan produk lebih besar dibanding bata konvensional sehingga dapat mempersingkat waktu. Selain itu, bentuk produk yang sudah rapi juga memudahkan proses pemasangan, sehingga tidak perlu diluruskan satu per satu layaknya pengerjaan bata konvensional. “Bagi para pekerja ataupun kontraktor, efisiensi waktu ini sangat diperlukan agar bisa menuju ke proyek-proyek berikutnya,” pungkas alumnus Universitas Kristen Petra ini. (mad/owi)
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di