ITS News, Opini – Hari ini, tepat tanggal 29 Maret diperingati hari Filateli Nasional. Filateli menurut sejarahnya berasal dari bahasa yunani yakni philos artinya teman dan ateleia artinya bebas bea. Secara global dapat diartikan membebaskan teman dari bea pos. Filateli sendiri merupakan hobi mengumpulkan prangko dan benda pos lainnya, namun masih butuhkah prangko pada zaman saat ini? Atau masih adakah kaum muda yang melakukan mengumpulkan prangko ini?
Prangko digunakan sebagai tanda pelunasan biaya atas pengiriman surat atau kartu pos. Prangko masih menjadi sejarah besar yang memiliki nilai bagi orang yang mengoleksinya. Namun apakah masyarakat luas tahu sejarah awal mula keberadaan prangko di Indonesia? Mungkin sikap acuh tak acuh terhadap sesuatu yang remeh membuat mereka melupakan sejarah besar awal mula pembuatan prangko.
Sebelum prangko digunakan, sistem pembayaran pos pada zaman dahulu dibebankan oleh sang penerima pos tersebut. Alkisah mengenai sejarah filateli, dalam buku mengenal filateli Indonesia karangan Richard Susilo, menceritakan pada zaman dahulu terdapat dua pasangan pemuda pemudi yang sering mengirimkan pos, namun surat yang meraka kirim tidak menggunakan kata – kata tetapi menggunakan sandi yang mereka pahami.
Sehingga, ketika tukang pos mengirimkan surat tersebut, si penerima membaca isi surat yang berupa sandi hingga selesai. Kemudian ia menanyakan kepada tukang pos mengenai apa isi surat tersebut. Tukang pos yang tidak memahami isi surat tersebut yang berupa sandi kemudian membebaskan biaya yang dibebankan pada si penerima surat tersebut.
Kelakuan ini pun diketahui oleh salah satu orang ternama di Inggris (Sir Rowland Hill). Ia pun mengajukan tulisan untuk mengubah cara pembayaran pos. Salah satu gagasan yang ia kirimkan adalah pembayaran biaya pos dilakukan diawal dengan menempelkan kertas tanda pelunasan (yang kemudian dikenal dengan Prangko). Akhirnya gagasan tersebut tersebut diterima parlemen Inggris dan pada tanggal 1 Januari 1840 sudah berlaku resmi.
Hadirnya prangko di Indonesia dimulai pada tahun 1868. Artinya saat ini sudah 151 tahun sejak keberadaan prangko. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah filateli ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Para kolektor prangko disebut sebagai pengumpul prangko atau filatelis. Sedangkan hobi untuk mengoleksi dan mempelajari prangko disebut filateli.
Memang dalam filateli tidak hanya prangko yang dikumpulkan, akan tetapi ada souvenir sheet (lembar kenangan), Sampul Peringatan, amplop surat pos dan kartu pos serta masih banyak lagi benda benda filateli yang masih menjadi incaran bagi penggemarnya.
Tahun lalu, tepatnya tahun 2017, Indonesia menjadi tuan rumah Pameran Filateli Sedunia. Pagelaran ini diberi nama Bandung 2017. Dinamakan Bandung 2017 karena diadakan di Kota Bandung. Pada pagelaran ini, ada banyak koleksi benda filateli dari filatelis Indonesia yang memperoleh medali beragam. Setiap koleksi benda filatelis mereka dinilai oleh dewan juri. Para dewan juri yang hadir merupakan pakar filateli yang diundang dalam pagelaran akbar tersebut. Dalam pagelaran ini para filatelis berlomba untuk mendapatkan medali dari yang tertinggi Emas Besar (Large Gold) sampai medali Perunggu (Bronze).
Keberadaan filateli di Indonesia terancam punah karena perkembangan dan inovasi teknologi yang sangat pesat. Hadirnya beragam teknologi yang memudahkan masyarakat dalam mengirim pesan dan mendekatkan orang yang jauh seperti surat elektonik, sosial media, internet, dan ponsel cerdas menyebabkan penggunaan pos semakin berkurang. Akibatnya minat untuk membeli prangko juga berkurang dan hobi filateli menurun. Penulis merasakan semangat filateli yang hampir punah dalam hidup kawula muda. Oleh sebab itu sebagai mahasiswa ITS yang melek teknologi, seharusnya kita menghargai prangko dan berusaha melestarikan hobi filateli. Setidaknya dengan memahami sejarah perkembangan filateli.
Ditulis oleh:
Muhammad Ainul Yaqin
Mahasiswa Teknik Industri
Angkatan 2017
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News – Tim MedPhy.Edu Laboratorium Fisika Medis dan Biofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan Fantom
Surabaya, ITS News – Kenyamanan dan fungsionalitas menjadi aspek utama dalam desain bangunan yang ramah lingkungan, tak terkecuali bagi
Kampus ITS, Opini — Kontribusi ibu di dalam tumbuh kembang anak merupakan aspek yang krusial, terutama bagi mahasiswa baru
Kampus ITS, ITS News — Menyokong antisipasi terjadinya bencana serta terus berupaya mengedukasi masyarakat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui