ITS News

Selasa, 26 November 2024
30 Maret 2019, 07:03

Mahasiswa ITS Harus Kenali Era Perubahan Dunia Industri

Oleh : itsqin | | Source : https://www.its.ac.id

Ilustrasi Era industri 4.0 dan perkembangan inovasi teknologi

Kampus ITS, ITS News –Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan tidak bisa dihentikan, memaksa perusahaan harus selalu berkembang apabila tidak ingin tertinggal. Ini adalah salah satu dari puluhan wejangan yang dituturkan oleh Ir Hadjar Seti Adji MEng Sc, Director of Human Capital di PT Waskita Karya (Persero) Tbk, kepada mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian (FTSLK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Acara ini diselenggarakan di Auditorium Gedung Research Center ITS pada 22 Maret 2019 lalu.

Hadjar menjelaskan, perkembangan dari industri 1.0 hingga 4.0 sangatlah cepat. Industri 1.0 bermula sekitar tahun 1920 – 1930 an dimana aktifitas mesinnya dari mesin uap. Dilanjutkan industri 2.0 dengan adanya produksi secara massal dengan tenaga listrik. Kemudian Industri 3.0 dengan era IT (Information Technology) dan otomatisasi. Hingga saat ini menuju industri 4.0 di mana seluruh mesin dan sebuah industri terkoneksi dalam jaringan IoT (Internet of Things). Selain itu, terdapat fenomena unik pada industri yakni era perubahan. Era ini ditandai dengan hadirnya empat hal yakni VUCA (Volatility Uncertainty Complexity dan Ambiguity), inovasi, sharing economy, dan manajemen masa depan. “Situasi ini (VUCA, red) membuat bisnis yang telah berjaya di masa lalu menjadi kacau balau,” katanya.

Volatility dapat diartikan bergejolak atau berubah-ubah. Dalam konteks ini, volatility menyasar pada industri yang sudah besar dan eksis menjadi bisnis yang sepi karena perubahan teknologi. Hadjar mencontohkan sebuah shopping mall. Pada zaman dahulu banyak orang pergi ke shopping mall untuk membeli barang, sehingga industri ini sangat ramai. Namun saat ini mereka tidak perlu pergi ke sana karena bisa belanja secara daring. “Inilah yang menyebabkan kondisi mall – mall mulai sepi pengunjung,” lanjut alumnus Universitas Diponegoro ini.

Uncertainty dapat diartikan ketidakpastian. Dalam dunia industri dan bisnis, tren yang sedang berkembang di tengah masyarakat tidak dapat diprediksi. Seperti contoh perkembangan tren kurs mata uang yang sangat susah ditebak, tren perkembangan fashion, hobi, dan makanan. Semua sudah tidak dapat diprediksikan. “Hal yang paling berpengaruh adalah ketidakpastian kebijakan setiap negara yang mampu mempengaruhi industri dan pebisnis,” ungkap Hadjar.

Lanjut Hadjar, Complexity dapat diartikan kompleksitas, namun dalam dunia industri diartikan adanya hubungan antara setiap parameter yang memberikan efek. Contoh parameter untuk kompleksitas adalah biaya, bahan baku, lingkungan, minat masyarakat dan lain – lain. Lingkungan akan berdampak pada minat masyarakat. Minat masyarakat akan mempengaruhi produksi, sehingga mempengaruhi bahan baku yang digunakan. Bahan baku akan memengaruhi biaya yang dikeluarkan, begitu seterusnya. “Setiap parameter tidak bisa diabaikan karena memiliki dampak terhadap industri tersebut,” kata pria yang menjadi mantan Branch Manager PT PP (Persero) Tbk pada 2006 – 2008 ini.

Hadjar melanjutkan, istilah VUCA terakhir adalah Ambiguity atau dapat diartikan membingungkan. Istilah ini menyebabkan perusahaan bingung dalam menentukan tujuan. Keempat hal ini mampu membuat disruption (kerusakan) industri secara tiba-tiba. Baik perubahan menjadi semakin berjaya atau terburuk, hingga pailit. Oleh sebab itu, setiap industri harus mampu mengenali disruption yang menimpa industri mereka melalu VUCA. “Ini adalah kunci agar industri keberlangsungan industri dapat berjalan dan tidak putus di tengah jalan,” tuturnya.

Tanda kedua dari era perubahan yakni inovasi. Hadjar menjelaskan dalam inovasi terdapat dua parameter yang membuat rusaknya industri, yakni sustaining innovation dan disruption innovation. Sustaining inovatioin merupakan inovasi yang hadir untuk melakukan perbaikan terus menerus dari teknologi yang sudah ada dan tidak merusak atau membuat mati teknologi yang lama. Contohnya yakni digital foto megapixel (MP). Inovasi awal yakni megapixel kecil (lima MP) kemudian menjadi sepuluh MP hingga meningkat menjadi 50 MP. “Hadirnya inovasi 50 MP tidak membunuh teknologi lima MP karena masyarakat masih ada yang menggunakan teknologi lima MP,” kata Hadjar.

Hadjar melanjutkan, sedangkan disruptive innovation merupakan inovasi yang baru kemudian membunuh teknologi yang lama. contohnya adalah teknologi roll film, sedangkan inovasi terbarunya yakni digitalisasi foto dalam data. Teknologi yang baru ini sangat diminati masyarakat karena mampu melihat hasil foto secara langsung dan tidak ribet. sedangkan roll film sudah jarang yang memakai karena teknologi ini menyusahkan. “Disuptive Innovation sangat berbahaya bagi perusahaan, apabila perusahaan tidak segera berkembang dengan cepat karena dapat tertinggal,” ungkap Hadjar.

Ir Hadjar Seti Adji MEng Sc Menjelaskan mengenai era perubahan yang terjadi di Industri

Tanda ketiga yakni ilmu tentang sharing economy. Ilmu ini menjadi tren di akhir dekade ini. Adalah model bisnis yang didasarkan pada konsep berbagi sumber daya. Hadjar mengatakan, banyak perusahaan yang tidak memiliki sumber daya namun eksis di bidang tersebut. Contoh nya perusahaan Ali Baba. Perusahaan besar ini tidak memiliki toko dan barang, namun menjual barang. Contoh lainnya adalah Air BnB, perusahaan penginapan terbesar di dunia, namun tidak memiliki hotel. Kemudian perusahaan netflix yang bergerak di dunia film, namun tidak punya bioskop. Perusahaan facebook yang punya banyak sekali konten, namun tidak membuat konten. Dan banyak perusahaan lainnya yang mampu menyaingi perusahaan – perusahaan lama yang memiliki sumber daya yang sangat banyak. “Ini perlu diantisipasi oleh perusahaan besar yang memiliki sumber daya agar mampu bersaing dengan mereka,” jelas Hadjar.

Tanda keempat yakni manajemen masa depan. Banyak pekerja muda yang memegang perusahaan, mengembangkan beberapa prediksi perkembangan perusahaan di masa depan untuk dijadikan acuan di masa sekarang. Ini sangat bertentangan dengan pekerja senior yang sering mengunggulkan kejayaan masa lalu untuk dijadikan acuan pada masa sekarang. Hadjar mengungkapkan, faktanya perusahaan yang dipegang kaum muda mampu menyesuaikan dengan cepat perkembangan zaman karena sudah diprediksi dengan baik, sedangkan pekerja senior masih membutuhkan waktu untuk adaptasi dengan perubahan teknologi serta manajemen pengendalian perusahaan.  “Saya berharap, mahasiswa ITS mampu mengenali era perubahan industri ini, sehingga di masa mendatang mereka tidak kaget dengan gejolak perubahan yang dinamis dan cepat ini,” pungkasnya. (qin/owi)

Berita Terkait