Kampus ITS, ITS News- Perubahan iklim yang terjadi di bumi menjadi ancaman bagi jutaan makhluk hidup. Sebagai bentuk kepedulian terhadap isu tersebut, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menghelat Earth Day Talkshow, Sabtu (13/4). Menghadirkan utusan khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap persoalan udara dan lingkungan.
Adalah Prof (Hons) Ir Rachmat Nadi Witoelar Kartaadipoetra, yang membawakan materi mengenai Peran Perguruan Tinggi dalam Percepatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Menteri Negara Lingkungan Hidup Periode 2004-2009 ini menyampaikan, kegagalan untuk melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim berisiko tinggi mengakibatkan bencana alam, cuaca ekstrem, krisis air dan pangan, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga berujung pada runtuhnya ekosistem.
“Selain itu, dampak lain yang sering terjadi ialah migrasi terpaksa (involuntary migration) hingga berdampak pada ketidakstabilan sosial dan politik yang mendalam,” ungkap pria yang akrab disapa Rachmat ini.
Rachmat menambahkan, perubahan iklim yang terjadi di bumi disebabkan oleh kegiatan manusia yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca. Maka dari itu, diperlukan penanganan untuk mengurangi atau menghentikan aktivitas manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. “Untuk mewujudkan hal ini perlu adanya kerjasama pemerintah, dunia usaha, masyarakat, akademisi, khususnya para generasi millenial sebagai penerus kepemimpinan bangsa,” ujar pria yang berusia 77 tahun ini.
Menurutnya, perubahan iklim adalah urusan setiap orang, jadi setiap orang harus bertindak. Perubahan iklim juga tidak dapat diatasi hanya oleh pemerintah saja. Tren menunjukan adanya pergeseran peran ke aktor non-pemerintah yang mampu membentuk kekuatan bottom-up baru untuk tata kelola iklim.
Ia menceritakan seorang pemuda asal Swedia yang bernama Greta Thurnberg. Greta mempelopori aksi mengajak masyarakat di Swedia untuk peduli dengan perubahan iklim global. Greta melakukan protes di depan parlemen pemerintahan Swedia tiap Jum’at. Ia juga mengemukakan keprihatinannya di konferensi global perubahan iklim di Polandia pada Desember 2018 lalu.
“Pemuda-pemuda seperti inilah yang kita butuhkan. Mungkin banyak yang mengetahui ancaman dari perubahan iklim. Tapi tidak banyak pemuda yang peduli untuk menyuarakan pendapatnya,” tutur Rachmat menyayangkan.
Lanjut Rachmat menyampaikan, perguruan tinggi memegang peranan kunci untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset di Indonesia terutama mengenai perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Terlebih lagi, perguruan tinggi sebagai pencetak pemuda-pemuda penerus bangsa, merupakan tempat yang strategis untuk menempa mental penerus bangsa agar mampu memahami dan berani menyuarakan kepeduliannya terhadap perubahan iklim.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Departemen Teknik Lingkungan, Adhi Yuniarto ST MT PhD. Ia mengatakan, mahasiswa yang menghadiri kegiatan ini seharusnya mampu menggali informasi sebanyak mungkin terkait penyelesaian persoalan perubahan iklim. Informasi yang sudah didapatkan juga harus disebarkan kepada mahasiswa lainnya, karena semakin banyak orang yang peduli, semakin kuat dampak yang dihasilkan. (*)
Reporter: Dzikrur Rohmani Zuhkrufur Rifqi Muwafiqul Hilmi
Redaktur: qi
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di