Kampus ITS, Opini – Pesta Demokrasi lima tahunan sekali kembali dihelat. Kedua kubu yang bersaing nampak sangat bersemangat dalam menyajikan jamuan mereka. Para tamu undangan berpesta riang, semuanya gembira ria menyantap hidangan yang disajikan. Sementara aku, duduk termenung di pojok ruangan. Bagiku ini bukan pesta, tapi siksa. Tak ada satupun hidangan dari kedua kubu yang menarik perhatianku. Aku terlanjur kecewa dengan cara mereka menghidangkan sajian ini, sampai-sampai tidak sudi untuk sekedar mencicipinya. Aku lupa, bahwa lima tahun kedepan, suka atau tidak, salah satu dari mereka akan menentukan apa yang aku makan setiap paginya. Bodohnya aku.
Sebagai rakyat Indonesia yang baik, kita dianjurkan dengan sangat untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas pemilihan umum (pemilu). Baik sebagai calon legislatif (caleg), tim sukses caleg, hingga sekadar memberikan suara kita kepada calon yang dirasa paling sesuai. Sayangnya tidak semua memahami hal ini dengan baik. Sebagian orang masih menganggap rutinitas mereka jauh lebih penting dibanding memikirkan hal rumit seperti politik dan lika-likunya.
“Daripada pusing mikirin masalah bersama (pemilu), mending mikirin masalah sendiri aja. Masalah hidup aja udah gak karuan, ngapain juga ngurusin masalah orang lain,” tutur sebagian kecil (tapi banyak) dari kita.
Padahal nyatanya, kehidupan pribadi setiap masyarakat sangat bergantung kepada stakeholders yang memegang kendali pemerintahan. Tentunya, para stakeholder ini tak lain merupakan hasil pilihan terbanyak yang dipilih masyarakat ketika pemilu. Lantaran caleg yang akan menjadi stakeholders adalah peraih suara terbanyak, alangkah bijaknya apabila segenap masyarakat berperan aktif mengikuti dan turut mengawasi pelaksanaan pemilu.
Karena segala hal terkait pemilu dan politik ini bukan hanya tentang seorang individu atau kelompok tertentu. Bukan hanya untuk kepentingan suku, golongan, atau agama tertentu. Ini semua adalah tentang kita semua, segenap masyarakat Indonesia. Yakinlah bahwa hal sederhana yang saat ini kita anggap sepele, mampu menjadi butterfly effect terhadap kehidupan pribadi kita di masa depan.
Oleh sebab itulah, alangkah bijaknya jika mulai saat ini kita sebagai warga negara yang baik mulai memperhatikan permasalahan politik. Terlebih lagi pada pemilu serentak tahun ini. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Slogan itulah yang mesti kita ingat dan menjadikannya sebagai penyemangat. Mari singkirkan egoisme sesaat, demi Indonesia yang lebih bermartabat. Saya jadi teringat dengan pesan salah seorang dosen ITS. Beliau menuturkan, seorang engineer yang baik tidak harus berkecimpung dalam dunia politik, namun harus mampu memahami politik.
Muhammad Faris Mahardika
04311840000101
Mahasiswa Departemen Teknik Kelautan
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)