Kampus ITS, Opini – Mohammad Hatta mengaku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku dia bebas. Sayangnya tidak semua orang seperti Hatta. Alih-alih merasa bebas dengan adanya buku, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini justru merasa dipenjara ketika berada di perpustakaan. Benda yang sama, namun memberikan dampak yang sangat berbeda terhadap penggunanya.
Ungkapan, ‘Anda adalah apa yang Anda baca,’ menurut saya bukanlah gurauan belaka. Buku adalah serentetan kalimat yang mampu mengubah perangai dan pola pikir manusia dalam menjalani nilai-nilai kehidupan. Namun, apa jadinya jika seeorang tidak memiliki minat untuk membaca buku apapun?
Hampir semua orang meyakini tentang kebaikan yang dikandung dalam sebuah buku. Namun, tak sedikit orang yang justru menganggap buku sebagai bacaan membosankan dan tidak menarik. Seringkali masyarakat lebih betah memandangi layar ponsel mereka selama berjam-jam daripada membaca buku meskipun hanya satu lembar. Hal ini cukup menjelaskan mengapa buku semakin jauh dari gaya hidup masyarakat Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat. Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dalam segi penilaian infrastruktur pendukung minat baca (kompas.com). Hal ini menandakan, penyebab utama rendahnya minat baca masyarakat Indonesia memang ditengarai oleh kemauan mereka sendiri.
Disamping itu, terdapat pula problematika pola pikir masyarakat yang membuat mereka enggan membaca. Pola pikir membaca hanya untuk sekadar hobi masih sering terdengar di telinga kita. Pandangan ini menjadi dalih seseorang tidak mau membaca hanya karena bukan termasuk salah satu hobi atau kegemarannya. Padahal, tak dipungkiri bahwa membaca adalah kunci dari gudang ilmu yang sudah selayaknya menjadi syarat bagi kemajuan manusia kedepannya.
Padahal kebiasaan membaca telah terbukti menuntun banyak orang menuju jalan kesuksesan, misalnya saja Bill Gates sang pendiri Microsoft. Disebutkan bahwa Gates terbiasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca. Bahkan, Bill Gates sendiri mengaku dapat membaca lebih dari 50 buku setiap tahunnya. Berkat kebiasaannya ini, Ia dapat mengubah dunia melalui pemikiran-pemikirannya yang visioner.
Dalam kepercayaan saya sendiri, kata pertama yang diturunkan dalam kitab suci berbunyi, “Bacalah!”. Sebuah kata yang sederhana, namun tegas. Perintah ini menegaskan bahwa membaca seharusnya tidak hanya dibatasi sebagai hobi semata, melainkan juga sebagai salah satu kewajiban dalam hidup.
Wening Vio Rizqi Ramadhani
08211740000078
S-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)