ITS News

Senin, 02 September 2024
24 April 2019, 02:04

Ubah Masa Depan Melalui Puisi, Apa Bisa?

Oleh : itsram | | Source : -

Selamat Hari Puisi Nasional 2019 (sumber: satelitpost.com)

Kampus ITS, Opini Tak ada yang spesial dari 28 April. Hanya sebuah peringatan Hari Puisi Nasional. Hari dimana para penyair bersama semua orang berpesta dengan kata. Memangnya seberapa besar sih dampak dari terciptanya sebuah puisi, sampai repot-repot diberi hari peringatan. Lagi pula, apa iya untaian kata yang disusun dengan ciamik dapat menyelamatkan masa depan negeri ini?

Puisi merupakan bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima, bahasa yang nampak indah, dan penuh makna. Puisi adalah jenis karya sastra yang merupakan cerminan kehidupan manusia dan keterlibatannya dengan fenomena yang melingkupinya. Tak heran, karya seorang penyair juga banyak terpengaruh oleh kondisi batin akibat pengalaman hidupnya.

Bicara mengenai puisi, tak afdol rasanya bila tak menyinggung sosok Chairil Anwar. Penyair kondang asal Indonesia yang dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang”. Semasa hidupnya, diperkirakan Ia telah menulis setidaknya 96 karya, termasuk diantaranya 70 judul puisi. Kehebatan Chairil Anwar sangat diakui dalam dunia puisi, hingga tanggal wafatnya yakni 28 April dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional.

Hidup di era ketika Indonesia masih berusaha merebut kemerdekaan, mempengaruhi kondisi batin Chairil Anwar hingga lahirlah karyanya yang berbau kepahlawanan. Karya-karyanya mampu mengobarkan semangat patriotisme pada era dimana ketidakadilan, penindasan, dan kesewenang-wenangan terjadi. Salah satunya karya puisinya berjudul Diponegoro.

Diponegoro

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati

MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Puisi fenomenal ini terbit sekitar bulan Februari 1943, saat dimana Indonesia belum memperoleh kemerdekaan. Chairil Anwar berniat menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga dipilihlah Diponegoro sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran Diponegoro yang pernah menggerakkan rakyat Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam melawan penjajah ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar. Terlebih dengan adanya penekanan pada kalimat “Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali” dan kalimat seruan lainnya.

Waktu berlalu, ketidakadilan dan kesengsaraan terjadi lagi pada masyarakat Indonesia. Sekitar tahun 1998 dimana terjadi kesengsaraan rakyat jelata akibat dari ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa menyalakan kembali api semangat berkobar. Reformasi di segala bidang yang didengung-dengungkan oleh para mahasiswa dan kaum yang mendukung reformasi. Mereka “tak gentar, (meski) lawan banyak seratus kali” demi tercapainya tujuan untuk memperbaiki kondisi bangsa yang tengah carut-marut.

Karya bertajuk Diponegoro ini mampu menjadi pemantik semangat yang pas. Dengan format puisi, menjadikannya lebih menarik dan mampu menyentuh relung hati terdalam pendengar dan pembacanya. Dari sini dapat dikatakan bahwa puisi mampu mengubah dunia. Apa jadinya Indonesia bila tidak ada pemantik semangat berupa puisi Diponegoro ini? Bisa saja kita masih terbelenggu oleh penjajah sampai saat ini.

Jangan ragu untuk mengekspresikan kegelisahan diri melalui puisi. Karena puisi bisa menjadi sebuah alternatif dalam menyampaikan gagasan atau ide secara lebih menarik. Dan mungkin saja puisi yang kamu buat ini mampu menggerakkan banyak orang dan mampu mengubah masa depan negeri ini ke arah yang lebih baik. Selamat Hari Puisi Nasional 2019.

Gita Rama Mahardhika
08211840000015
Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Reporter ITS Online

Berita Terkait