ITS News

Senin, 18 November 2024
28 September 2019, 09:09

Inilah Faktor-Faktor Penyebab Sulitnya Mendapat Pekerjaan

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Muh Haris Novianto SPsi MPsi ketika membawakan materi Job Skill Training di Grha Sepuluh Nopember ITS, Kamis (26/9).

Kampus ITS, ITS News — Sulitnya mendapatkan pekerjaan, hingga kini menjadi momok bagi fresh graduate. Alih-alih termotivasi dengan tantangan tersebut, sebagian dari mereka malah resah dibuatnya. Hal tersebut tertuang di dalam narasi Muh Haris Novianto SPsi MPsi, saat memberikan materi pada Job Skill Training, salah satu rangkaian acara Bursa Karir Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ke-38 yang diselenggarakan di Grha Sepuluh Nopember ITS, Kamis (26/9).

Tak hanya menjadi wadah bagi job seeker (pencari kerja) untuk mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan, acara yang telah berlangsung selama dua hari sejak Rabu (25/9) ini juga memberikan wawasan mengenai faktor-faktor yang menjadi penentu untuk mendapat pekerjaan.

Dihadiri oleh sebagian besar mahasiswa ITS, Haris memulai materinya dengan memaparkan data Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya. Data yang dirilis pada 2017 lalu ini tercatat bahwa dari 965.667 permintaan tenaga kerja, hanya sekitar 748.508 pencari kerja yang melamar. Dan dari seluruh pelamar tersebut hanya 50 persen yang diterima oleh perusahaan.

“Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyak job seeker yang tidak memanfaatkan peluang dengan baik,” ujar pria yang dulunya berkecimpung di dunia mesin ini.

Melihat fakta ini, Haris berpendapat bahwa hal tersebut disebabkan oleh tiga faktor, yakni misslink, missmatch, dan misshope. Dalam hal ini, maksud dari misslink adalah banyak dari job seeker tidak update terhadap informasi lowongan pekerjaan yang ada. Kemudian, missmatch disini berarti ketidaksesuaian antara kualifikasi pelamar dengan kebutuhan perusahaan. Sedangkan misshope yaitu rasa keberatan dari pelamar yang muncul ketika hendak menandatangani kontrak kerja.

“Untuk faktor missmatch, kebanyakan disebabkan oleh aspek soft skill dan kemampuan leadership pelamar yang dirasa masih kurang,” imbuh pria berkacamata ini.

Mengusung topik Build Personal Branding in The Industry 4.0, Haris mengungkapkan bahwa kebiasaan bekerja seseorang kian berubah seiring pergeseran era. Di era digital, orang lebih senang melibatkan teknologi dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan. Karena dinilai lebih efisien, pekerjaan teknis yang bersifat repetitif pun mulai tergantikan oleh mesin. Akibatnya, banyak perusahaan melakukan pengurangan jumlah karyawan.

“Hilangnya pekerjaan akibat hal ini pun semakin menambah keresahan job seeker,” tuturnya.

Bak matahari yang mencerahkan, lelaki yang bekerja sebagai konsultan karir lepas mahasiswa ITS sejak 2013 silam ini mengimbau audiens yang hendak melamar pekerjaan agar tidak khawatir. Ia menegaskan bahwa sehebat apapun teknologi di dalam dunia kerja, pasti ada pekerjaan yang tidak diselesaikan oleh mesin.

Di samping itu, Haris menjelaskan, ada empat aspek yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi nilai tambah bagi job seeker yaitu spiritual, sosial, emosional, dan kreativitas. Keempat aspek itulah yang tidak dapat begitu saja digantikan oleh mesin.

“Jenis pekerjaan yang membutuhkan campur tangan manusia masih banyak, dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Jadi kalian (audiens, red) tidak perlu khawatir,” kata Haris menyemangati.

Di akhir materi, Haris mengimbau kepada calon pelamar untuk mempunyai sertifikasi kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Selain itu, ia juga berpesan kepada audiens untuk mencari banyak pengalaman melalui magang. “Mengandalkan ijazah saja tidak cukup jika pengalaman kalian (audiens, red) masih kurang,” pungkasnya. (ion31/rur)

Berita Terkait