Kampus ITS, ITS News – Menghadapi era disrupsi, Departemen Manajemen Bisnis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melangsungkan acara gelar wicara bertema Sukses Menjadi Entrepreneur Muda di Tengah Era Disrupsi. Acara yang digelar di Auditorium Sinarmas, Departemen Teknik Industri ITS ini mengupas masalah ekonomi kreatif dan juga motivasi bagi mahasiswa untuk berani terjun ke dunia wirausaha, Selasa (1/10).
“Apa bedanya menonton film di bioskop dengan di Netflix?” Begitulah kalimat yang pertama kali diungkapkan Dr Ir Hari Santosa Sungkari MH, salah satu pembicara. Jawabannya, perbedaan antara keduanya terletak pada sensasi yang dapat dirasakan oleh konsumen. Menurut Hari, dengan menonton film di bioskop, konsumen dapat merasakan sensasi atau pengalaman yang berbeda. Namun pengalaman yang dijual oleh bioskop tersebut dikalahkan oleh Netflix yang lebih mudah diakses bagi konsumen yang tidak dapat menjangkau bioskop.
Selanjutnya, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) tersebut juga memaparkan bahwa kasus di atas adalah contoh inovasi pada era disrupsi. Menurutnya, disrupsi menyebabkan terjadinya banyak perubahan pada berbagai sektor akibat digitalisasi dan Internet of Thing (IoT). Contoh lain terjadi pada portal pemberitaan yang mulai bergeser dari media cetak ke media daring, ojek pangkalan menjadi ojek online, dan mal atau pasar menjadi marketplace atau toko online (e-commerce), dan digitalisasi lainnya.
Kemajuan yang terlalu pesat ini berimplikasi pada beberapa jenis pekerjaan yang mulai tergantikan oleh Artificial Intelligence (AI). Hari menyebutkan bahwa beberapa perusahaan kini sudah mulai beralih ke optimalisasi Closed Circuit Television (CCTV) ketimbang menggunakan tenaga satpam dan pemanfaatan AI sebagai customer service. Adanya inovasi disruptif ini, Bagi Hari, dapat menciptakan pasar baru yang akhirnya mengganggu pasar dan jaringan nilai yang ada. Maka tak heran banyak bisnis terkenal yang kini gulung tikar karena tidak mampu beradaptasi dengan era disrupsi.
“Ekonomi kreatif adalah salah satu solusi di era disrupsi,” ungkap Pria yang berlatar belakang pendidikan arsitektur ini. Ekonomi kreatif ialah suatu konsep perekonomian yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengedepankan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang paling utama.
Mengutip dari buku Pengembangan Industri Kreatif Indonesia 2025, Hari menyebutkan bahwa ada 14 jenis ekonomi kreatif yaitu: periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, kuliner, desain, fashion, film, video, dan fotografi, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset dan pengembangan.
Dari semua jenis ekonomi kreatif, salah satu yang sedang digandrungi anak muda saat ini adalah start-up. Start-up merupakan perusahaan rintisan yang lebih identik dengan bisnis yang berbau teknologi, web, internet dan sejenisnya.
Hari berpesan bahwa mahasiswa sebagai generasi muda hendaknya menciptakan start-up yang dibutuhkan di pasar dan dapat menyelesaikan problem masyarakat. Hari juga menyampaikan bahwa hal yang paling krusial dalam berwirausaha adalah eksekusi. Di akhir sesinya, Hari mengutip kalimat bijak, vision without execution is just hallucination. “Bukan genius yang dapat membuat suatu usaha sukses, melainkan ketekunan dalam mengeksekusinya,” pungkas Hari. (ram/id)
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi