ITS News

Senin, 18 November 2024
08 Oktober 2019, 10:10

Pakar Geologi ITS Ungkap Fenomena di Balik Semburan Lumpur Surabaya

Oleh : itssof | | Source : -

Pakar Geologi ITS, Dr Ir Amien Widodo MSi ketika dijumpai wartawan di Gedung Departemen Teknik Geofisika ITS

Kampus ITS, ITS News – Sebagai salah satu kota metropolitan, Kota Surabaya dulunya merupakan salah satu kota eksploitasi minyak dan gas (migas). Kegiatan eksploitasi tersebut pertama kali ada pada zaman penjajahan Belanda. Sehingga, fenomena semburan lumpur yang baru ini terjadi di Kalisari menjadi bukti nyata akan adanya potensi migas di kota pahlawan tersebut.

Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Ir Amien Widodo MSi, menjelaskan bahwa Surabaya menjadi salah satu kota eksploitasi migas oleh Belanda karena termasuk pada basis cekungan Jawa Timur yang juga termasuk Cepu hingga Selat Madura Kangean. Kondisi geologi bawah permukaan Kota Surabaya banyak lipatan yang berpotensi menyimpan migas. “Pada daerah itu lah banyak berpeluang untuk menghasilkan migas,” terangnya.

Adanya eksploitasi migas ini diakui Amien dimulai sejak tahun 1886 dan ditinggalkan sejak tahun 1937. Menurutnya, terdapat tiga lapangan bekas eksplorasi migas oleh Belanda di Surabaya. Tepatnya berada di sekitar Lidah Kulon, Krukah, dan Kutisari. “Setidaknya di setiap daerah tersebut terdapat puluhan sumur yang dulunya aktif mengeluarkan migas dari dalam tanah,” ungkap Amien kepada Kru ITS Online.

Ia pun menyebutkan bahwa sebenarnya sudah ada data mengenai keberadaan sumur-sumur migas tersebut. Namun, untuk titik koordinatnya sendiri masih memiliki ketidakpastian sebesar dua kilometer (km). “Kondisi ini yang menjadi penghambat dalam mencari sumur itu dengan cepat dan tepat,” ungkapnya.

Disamping itu, wilayah bekas eksploitasi migas ini juga sudah banyak dialihfungsikan menjadi lahan terbangun seperti perumahan. Sehingga semakin menyulitkan untuk dilakukan pengecekan. Menurutnya sudah tidak heran lagi jika terjadi semburan lumpur, air, atau gas di pekarangan rumah warga secara tiba-tiba. “Besar kemungkinan semburan yang muncul saat ini dulunya adalah bekas sumur dari eksploitasi pada masa penjajahan Belanda,” timpalnya.

Kepada masyarakat, Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS tersebut menekankan kembali untuk tidak perlu khawatir tentang potensi tersebut. Pasalnya, Belanda hanya mengebor sumur sampai kedalaman sekitar 300 meter saja. Tidak seperti lumpur lapindo yang sumurnya memiliki kedalaman sampai tiga kilometer. “Sehingga, kemungkinan besar semburan yang dihasilkan saat ini tidak akan besar dan akan cepat berhenti,” pungkasnya. (sof/bel)

Berita Terkait