ITS News

Rabu, 25 Desember 2024
13 Oktober 2019, 14:10

Menentang Standar Cantik Perempuan

Oleh : itsojt | | Source : -

Ilustrasi keberagaman perempuan (Sumber gambar: goodtimes.sc)

Kampus ITS, Opini – Perempuan Indonesia telah lama terjerembap dalam stigma tentang standar kecantikan, di mana sebagian besar dari mereka menilai bahwa “cantik” hanya bisa dianugerahkan kepada perempuan yang berkulit putih, kurus, langsing, dan tinggi. Memaknai cantik, apakah cantik hanya sekadar fisik sahaja?

Saya rasa, perumpamaan sangat tepat jika saya bilang kebanyakan perempuan Indonesia memandang sebuah kecantikan seperti “bihun”. Putih, langsing, tinggi, bening, kurus, dan mulus. Stereotip yang bahkan tidak asing lagi dan seringkali terdengar dalam pergaulan sehari-hari. Fenomena ini dikuatkan dengan hasil survei ZAP Beauty Index tahun 2018, sebanyak 73.1 persen perempuan Indonesia menganggap cantik adalah memiliki kulit yang bersih, cerah, dan glowing. Terlebih, bukan laki-laki yang mempelopori hegemoni ini, tetapi kaum perempuan sendirilah yang sesungguhnya melabeli diri sampai melabeli perempuan lain.

“Coba kalau kamu putih sedikit, pasti kamu bakal cantik”

“Coba kamu diet, pasti banyak cowok yang mau sama kamu”

“Coba kulit kamu gak hitam, pasti kamu sudah punya pacar”

Seberapa sering ungkapan-ungkapan itu muncul? Mungkin sebagian orang memandangnya sebagai hal biasa, tidak perlu baper. Namun terus terang saja, pernyataan-pernyataan tersebut sebenarnya tidak biasa, sama sekali tidak biasa. Kondisi sosial seperti ini merupakan sebuah bentuk penjajahan terhadap tubuh perempuan karena perempuan dijerumuskan dalam sebuah standar konservatif yang membuat mereka merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka sendiri.

Kita juga acapkali bertanya-tanya, kenapa stereotip seperti ini tidak kunjung musnah? Hal ini dikarenakan pandangan superior perempuan Indonesia terhadap skin tone putih, salah satunya, masih mendarah daging. Buktikan saja, berapa banyak produk kecantikan yang berseliweran di Indonesia memberikan iming-iming kulit putih, alih-alih kulit yang sehat? Perhatikan saja, karakteristik fisik seperti apa yang dimiliki oleh model iklan pada sebagian besar produk kecantikan di Indonesia? Bihun, bukan?

Padahal, seperti yang kita ketahui, Indonesia sendiri adalah negara multikultural dan heterogen yang di dalamnya hidup berbagai macam suku bangsa, agama, adat istiadat, golongan, tak terkecuali etnis dan ras. Perempuan-perempuan Indonesia tidak hanya terlahir dengan kulit putih, tetapi ada juga yang terlahir dengan kulit kuning langsat, kulit hitam, kulit sawo matang, dan lain sebagainya.

Ilustrasi perbedaan karakteristik fisik perempuan Indonesia (Sumber gambar: cairnspost.com.au)

Tanpa dimungkiri, standar kecantikan selalu menjadi momok yang mendegradasi jati diri dan menggerus rasa percaya diri perempuan. Tidak sedikit perempuan menilai dirinya tidak cantik karena berkulit gelap atau cokelat. Tidak sedikit perempuan menilai dirinya jelek karena memiliki rambut ikal dan keriting. Tidak sedikit perempuan merendahkan diri karena memiliki tubuh yang gemuk dan tidak langsing.

Sepatutnya kita, baik perempuan maupun laki-laki, merasa sedih karena masih banyak perempuan yang belum bisa berdamai dengan diri mereka sendiri, dan sepatutnya kita juga marah terhadap stigma-stigma menjatuhkan yang tak kunjung hilang dari kehidupan.

Untuk itulah, perlu adanya batas tegas yang menggarisbawahi bahwa cantik tidak harus putih. Cantik tidak harus kurus. Cantik tidak harus langsing. Cantik tidak harus memiliki rambut lurus. Cantik tidak harus berhidung mancung. Semua perempuan cantik selama mereka bisa nyaman dengan diri mereka sendiri.

Terakhir, sebuah pesan terbuka untuk teman-teman perempuan di luar sana.

Hai, kamu cantik dengan kulit putihmu, kamu juga cantik dengan kulit gelapmu, kamu cantik dengan rambut ikalmu, kamu cantik dengan proporsi badanmu, kamu cantik dengan hidung mungilmu, kamu cantik dengan segala sesuatu yang ada di tubuhmu. Jangan merendahkan dirimu sendiri dan ketahuilah, kamu semua adalah perempuan hebat dan dirimu amat berharga. Sayangilah dirimu dan identitasmu sebagai perempuan dengan cara membuktikan bahwa standar kecantikan tidaklah benar.

 

Ditulis oleh:
Yanwa Evia Java
Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota ITS
Angkatan 2019

Berita Terkait