Kampus ITS, Opini – “Aku malas melakukannya,” sebuah kalimat yang pasti pernah keluar dari mulut setiap orang. Ada sebuah kata yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam kalimat tersebut, yakni ‘malas’. Sebuah kata sederhana yang menjadi menandakan ketidakinginan untuk melakukan suatu hal. Meski demikian, tak sepatutnya memberikan tudingan buruk terhadap tindakan ini karena ternyata sifat malas seseorang kadang menciptakan hal-hal positif.
Menurut KBBI, malas berarti tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu. Memang benar, seseorang yang malas merupakan seseorang yang tidak mau mengerjakan pekerjaan baik itu sederhana maupun tidak. Bak larutan kimia yang sudah mencapai titik jenuh, larutan tersebut sudah tidak akan bereaksi lagi.
Begitupun manusia, ketika sudah mencapai titik jenuhnya, mereka akan memilih untuk tidak melakukan apapun. Ketika mereka disuruh melakukan sesuatu, maka mereka cenderung akan menolak. Meski demikian, kita tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa orang yang menolak pekerjaan adalah orang yang malas, karena hal tersebut belum tentu benar.
Rasa malas sebenarnya merupakan kodrat (sifat bawaan) bagi manusia. Menengok sejarah nenek moyang kita, mereka dahulu hidup secara nomaden (berpindah dari satu tempat ke tempat lain). Karena nomaden dirasa cukup melelahkan, akhirnya mereka beralih dari nomaden menuju kegiatan bercocok tanam yang membuat mereka menetap.
Ide tersebut sebenarnya berawal dari adanya aktivitas rutin yang dirasa tidak efektif sehingga membuat pelakunya menjadi malas, yang akhirnya kemalasan tersebut membawa mereka untuk berpikir kreatif, Contohnya ketika manusia malas berjalan kaki, akhirnya mereka menciptakan kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan perjalanan tanpa mengeluarkan tenaga. Hal tersebut merupakan bukti bahwa malas tak selamanya memberikan dampak yang buruk.
Kebanyakan orang mengkategorikan malas sebagai kegiatan yang buruk. Malas identik dengan tidak disiplin. Seseorang yang malas berarti dia menantang sebuah aturan yang seharusnya berlaku padanya di mana Ia dipaksa untuk rajin. Orang yang malas selalu dituding bahwa masa depannya tidak akan cerah sama juga seperti halnya orang yang tidak disiplin. Dirinya dianggap hanya akan menemui badai. Namun, sebenarnya kodrat manusia untuk malas itu tidaklah seburuk itu.
Perilaku malas ternyata juga menyimpan kebaikan bagi pelakunya. Contoh sederhana lain yaitu, dulu orang mencuci baju dengan tangan. Lama-kelamaan, kegiatan tersebut menjadi hal yang melelahkan dan membosankan. Kemudian, muncullah ide cemerlang untuk mengatasi hal ini, yaitu mesin cuci.
Malas justru memaksa orang-orang untuk berpikir lebih keras. Mereka dipaksa mencari jawaban untuk mengatasi permasalahan dalam hidup kita. Kadang juga, rasa malas pun dapat juga muncul dari ilmuwan itu sendiri. Apalagi ilmuwan dipaksa untuk berpikir lebih. Lalu, mereka mulai merasa pegal menggunakan daya pikir. Oleh karena itu, muncullah ide Artificial Intelligence yang menjadi buah dari bibit rasa malas ilmuwan untuk berpikir.
Fakta-fakta ini menyadarkan bahwa malas tak melulu memberikan dampak yang buruk, tapi juga mampu memberikan manfaat. Kendati demikian, hal ini tak lantas membuat kita membenarkan setiap tindakan malas yang kita lakukan. Namun, menjadi dorongan untuk kita untuk berpikir lebih kreatif untuk melakukan inovasi-inovasi besar guna mengatasi persoalan di sekeliling kita.
Ditulis oleh
Pramudya Riandana Bhayu Gautama
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Kimia
Angkatan 2019
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)
Kampus ITS, ITS News — Tim Spektronics dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali sukses mendulang juara 1 pada ajang
Kampus ITS, ITS News — Kurang meratanya sertifikasi halal pada bisnis makanan khususnya pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),