ITS News

Sabtu, 21 Desember 2024
24 November 2019, 23:11

Tutup Dies Natalis Dengan Wayang Kulit, ITS Tekankan Masalah Budaya

Oleh : itsjev | | Source : ITS Online

Ki Seno Nugroho dan beberapa petinggi ITS ketika penyerahan cenderamata

Kampus ITS, ITS News Menginjak acara penutupan Dies Natalis ke-59, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar pertunjukan wayang kulit. Pagelaran ini menghadirkan seorang dalang terkenal yang berasal dari Yogyakarta dan dikagumi para millennial, yaitu Ki Seno Nugroho. Pertunjukan wayang kulit ini dilaksanakan di Taman Alumni ITS, Kamis (21/11).

Setelah lebih dari dua bulan berlalu sejak acara pembukaan Dies Natalis ITS ke-59 digelar serta dengan puncak acara yang terjadi pada sepuluh November lalu. Kini, rangkaian agenda Dies Natalis ITS resmi berakhir dengan adanya pertunjukan wayang kulit. Acara yang langsung dihadiri Rektor ITS, Prof Dr Ir Mochamad Ashari M Eng ini diiringi dengan lantunan sinden serta gamelan dari kelompok karawitan Wargo Laras.

Acara yang mengusung tema Wayang Kulit Semalam Suntuk ini menyedot animo pengunjung sangat besar. Ini terlihat dari kehadiran beberapa sivitas akademika ITS dan masyarakat setempat yang tidak ingin melewatkan pertunjukan wayang kulit yang terbuka untuk umum dan gratis tersebut. 

Tidak hanya itu, beberapa pejabat penting ITS seperti Direktur Kemahasiswaan ITS Dr Darmaji SSi MT. Ketua Pelaksana Dies Natalis 2019 Ir Purwanita Setijanti MSc PhD, dan Wakil Ketua Pelaksana Dies Natalis 2019 I Gusti Dewa Ayu Agung Warmadewanthi ST MT PhD turut menghadiri dan meramaikan acara wayang kulit ini.

Lebih lanjut, Ki Seno Nugroho sebagai dalang menampilkan kisah tentang Gojali Suta. Berdasarkan pemaparan Ki Seno, Gojali Suta merupakan cerita wayang yang merefleksikan nilai-nilai cinta, ketidaksetiaan, dan kesetaraan di mata hukum. “Wayang ini identik dengan suasana suram dan sunyi yang menggambarkan buruknya penghianatan antar saudara,” ungkap pria asal Yogyakarta.

Lewat teknik pementasannya yang terkenal menggelitik, lucu, dan penuh makna, Ki Seno berhasil memancing tawa penonton. Selain itu, Ki Seno juga termasyhur dengan gaya pakeliran “ini merupakan gaya untuk membangun suasana dalam wayang yang mengombinasikan antara pakeliran Yogyakarta dan Surakarta,” tambahnya.

Pertunjukan wayang kulit yang berakhir pada pukul setengah empat pagi ini, berusaha untuk selalu mengangkat nilai-nilai budaya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ashari. “Kami mengangkat festival budaya karena memang setiap tahun banyak yang meminta,” ujar pria kelahiran Sidoarjo tersebut.

Ashari menambahkan, selain itu banypak sekali yang ingin menyaksikan dan mencintai pertunjukan wayang kulit. Bahkan ketika siaran langsung oleh ITS TV, penonton wayang kulit ini berhasil menembus angka 4.000 penonton. “Yang suka wayang maka dia bisa dilanjutkan hingga larut malam, namun yang belum suka mungkin perlu mencoba untuk menonton wayang sampai pagi,” pungkasnya di akhir wawancara. (jev/qin)

Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng dan Ki Seno Nugroho saat penyerahan cenderamata

Berita Terkait