Kampus ITS, Opini –Kesuksesan seseorang tidak lepas dari campur tangan seorang abdi bangsa. Sosok tersebut yang tak kenal lelah dan letih dalam menelurkan generasi-generasi penerus bangsa. Sosok yang selalu dikagumi akan keilmuan yang dimiliki. Dialah sumber primer dari segala pengetahuan, walaupun perannya saat ini terasa tergantikan oleh derasnya arus teknologi dan informasi. Ialah guru, sosok pahlawan sejati yang rela meluangkan waktu demi mencerdaskan anak negeri.
Bertepatan pada 25 November ini diperingati sebagai Hari Guru. Hari untuk meresapi dan memaknai setiap perjuangan dari para guru yang telah membentuk insan bangsa ini. Melalui potongan lagu Hymne Guru, peran seorang guru sebagai lentera pendidikan bangsa dapat dibedah secara mendalam.
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, engkau patriot pahlawan bangsa, pembangun insan cendikia. Pada lirik tersebut menggambarkan bahwa seorang guru sejatinya sebagai penerang bagi murid-muridnya yang haus akan pengetahuan dan penuh ketidaktahuan. Gurulah yang mengantarkan, mengarahkan, dan memberi pandangan sampai kita tahu mau kemana kita akan melanjutkan perjalanan.
Namun, saat ini keberadaan seorang guru sudah tidak lagi begitu dihormati oleh para muridnya. Padahal gurulah yang paling berjasa dalam membimbing mereka dengan penuh kesabaran. Pertanyaannya, sudah sejauh mana kita memaknai Hymne Guru ini sendiri? Sudahkah kita benar-benar menghidupkan nama mereka dalam sanubari kita? Atau hanya isapan manis dari mulut belaka?
Terpujilah, wahai engkau bapak ibu guru. Pada bait lagu tersebut dimaknai bahwa seorang guru merupakan sosok yang terpuji berkat jasa-jasanya dalam membantu membangun pendidikan bangsa. Dalam hal ini, seorang guru tidak hanya sebagai pengantar ilmu pengetahuan saja, melainkan sebagai pendidik bagi murid-muridnya sehingga mereka dapat berlabuh menjadi pribadi yang bermoral.
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Untuk memaknai setiap jasa yang telah diberikan oleh guru-guru kita terdahulu, sudah sepatutnya kita mengenang mereka dalam setiap langkah yang kita ambil. Jangan sampai jasa dan dedikasi mereka mati begitu saja. Dalam bait tersebut ditekankan bahwa kita perlu menghidupkan nama mereka dalam sanubari kita.
Petuah-petuah yang telah mereka berikan, mampu menuntun kita dalam menggapai potongan-potongan mimpi yang kita miliki.Tangan lembut mereka menggambarkan dan menjelaskan peta kehidupan kepada kita. Perilaku terpuji mereka dapat kita jadikan tauladan untuk menyusuri jalanan kehidupan yang terjal. Meskipun telah berpisah jauh dengan guru-guru kita, mereka akan selalu hidup dalam sanubari kita.
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku, sebagai prasasti terimakasihku tuk pengabdianmu. Pada akhirnya, besaran jasa guru tidaklah terukur. Sekadar ungkapan terimakasih tidaklah berarti jika tidak ada pemaknaan mendalam dalam jiwa kita. Jadi, mari kita bingkai teladan-teladan baik yang telah mereka tularkan kepada kita dan terapkan dalam kehidupan. Dengan begitu, abdi mereka tidak akan sia-sia dan dapat terukir selamanya dalam kehidupan kita.
Selamat Hari Guru Nasional!
Ditulis oleh:
Raisa Zahra Fadila
Mahasiswa S-1 Departemen Sistem Informasi
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)