ITS Campus, ITS News – Tim peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkolaborasi dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya mengembangkan inovasi bidang penerbangan untuk mendukung keselamatan transportasi udara. Guna memenuhi standar sertifikasi yang ditetapkan, digelar Focus Group Discussion (FGD) untuk menyosialisasikan hasil penelitian yang telah dilakukan guna mendapatkan masukan dari sejumlah pihak terkait yang digelar di Ruang Sidang Utama, Rektorat ITS, Jumat (13/12).
FGD bertajuk Pengembangan Wind Shear Detector dan Standing Water Detector untuk Pemenuhan Sertifikasi ini diselenggarakan sebagai langkah lanjutan atas penelitian terhadap dua prototype (purwarupa) inovasi bidang penerbangan tersebut. Kedua prototype ini diyakini mampu menjadi solusi atas terjadinya kecelakaan pesawat udara, khususnya saat mendarat (landing) dan lepas landas (take off).
Cakupan penelitian tentang deteksi wind shear meliputi apakah angin di sekitar bandara berpotensi menimbulkan angin samping atau tidak. Bila arah dan besar angin muncul dari berbagai arah dengan kecepatan tinggi, maka kondisi ini berpotensi akan munculnya wind shear (angin samping). Estimasi munculnya wind shear dilakukan dengan menggunakan software yang dikembangkan dengan masukan dari akuisisi data angin di kawasan bandar udara.
Sedangkan penelitian tentang pengembangan purwarupa untuk mengukur ketinggian genangan air (Standing Water) di landas pacu mengacu pada ICAO Doc 9137, Airport Services Manual, Part 2, Parement Surface Conditional dan telah dilakukan mulai tahap desain, uji laboratorium, dan uji lapangan.
Melihat pentingnya keselamatan penumpang di dalam pesawat, Kepala Bidang Program dan Evaluasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Dr Eny Yuliawati SE MT menyampaikan bahwa Indonesia pada tahun 2019 mendapatkan hasil audit sebesar 81 persen dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). “Ini merupakan pencapaian luar biasa dalam dunia penerbangan bagi Indonesia,” tuturnya.
Dikatakan oleh Eny, permasalahan dalam dunia penerbangan bersifat kompleks dan memungkinkan untuk terjadinya kecelakaan atau insiden. Hal ini disebabkan tiga faktor utama, yaitu manusia, operasional, dan cuaca. “Dan ketiga faktor ini saling berkorelasi satu sama lain,” tandas Eny mengingatkan.
Eny juga memaparkan, bahwa untuk mengatasi permasalahan dalam dunia penerbangan, pemerintah mengajak instansi akademik untuk mengembangkan peralatan yang menunjang kualitas transportasi udara di Indonesia. “ITS bersama kami telah berhasil mewujudkan alat pendeteksi genangan air dan angin samping di landasan pacu,” ungkapnya.
Dalam FGD yang merupakan kali kedua digelar ini juga menghadirkan beberapa pembicara yang kompeten. Antara lain Ketua tim peneliti WindSshear Detector yang juga dosen Departemen Fisika ITS Dr Lila Yuwana, Ketua tim peneliti Standing Water Detector yang juga dosen Departemen Fisika ITS Dr Dra Melania Suweni Muntini MT, peneliti dari Puslitbang Transportasi Udara Bidang Teknologi dan Manajemen Transportasi Tito Yusmar ST MT MSc, peneliti dari Puslitbang Transportasi Udara Bidang Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Arman Mardoko SP SE MT, serta Inspektur Bandar Udara Yuli Ardianto ST MM.
Untuk diketahui, wind shear merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan atau insiden dalam dunia penerbangan. Menurut Tito Yusmar, wind shear atau angin samping dapat terjadi di setiap level atmosfer, terutama di bawah 500 meter. “Hal ini dapat mengganggu proses take off dan landing pesawat,” jelasnya.
Tito juga menambahkan, bahwa dengan adanya alat wind share detector dapat memberi manfaat yang sangat besar dalam dunia penerbangan. Salah satunya adalah tercapainya kriteria yang sesuai dengan kebutuhan operasi penerbangan. “Alat ini juga berguna untuk keselamatan selama penerbangan,” tutur Tito.
Sementara alat standing water detector bertujuan untuk mengetahui adanya genangan air di landasan pacu. Menurut Melania Suweni Muntini, dalam kurun waktu 15 tahun, sebanyak 12 pesawat di Indonesia mengalami peristiwa tergelincirnya ban pesawat, karena adanya genangan air. “Hal ini menyebabkan roda pesawat terangkat dari landasan pacu,” sebutnya.
Pengembangan wind shear detector dan standing water detector ini perlu melalui tahapan sertifikasi untuk dapat diimplementasikan di 300 bandar udara yang tersebar di Indonesia. Dalam kesempatan diskusi itu, Yuli Ardianto menyampaikan bahwa untuk mendapatkan sertifikasi tersebut, harus melalui beberapa syarat. “Syarat-syarat ini harus dipenuhi agar peralatan tersebut layak untuk digunakan,” tegasnya.
Pria yang kerap disapa Ardianto ini mengatakan bahwa syarat yang dimaksud adalah data berupa identitas dan gambar, dokumen teknis berupa spesifikasi beserta standard operasional prosedur pemakaian dan pemeliharaan, serta syarat yang terakhir adalah dokumen hasil pengujian dan kalibrasi. “Apabila syarat sudah terpenuhi, maka kami akan melakukan pengujian untuk memastikannya,” ujarnya.
Dua penelitian tersebut, untuk uji laboratoriumnya dilakukan di Laboratorium Instrumentasi, Departemen Fisika, Fakultas Sains ITS. Sedangkan uji lapangan telah dilaksanakan di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulonprogo pada November 2019 lalu. Dengan adanya FGD ini, diharapkan pemenuhan sentifikasi tersebut segera dapat terwujud, dan karya anak bangsa dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan standar dan aturan yang berlaku. (sen/HUMAS ITS)
Kampus ITS, ITS News — Guna meningkatkan efisiensi pembersihan danau, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Kampus ITS, ITS News — Industri rumahan seperti produksi kerupuk udang sering kali mencemari lingkungan akibat pembuangan limbah cair
Kampus ITS, ITS News — Dorong peran desain dalam penyelesaian isu sosial dan budaya, Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV)
Kampus ITS, ITS News — Berpikir untuk bisa memberikan fasilitas jembatan yang ramah terhadap lingkungan dan bagi pejalan kaki, tim