Kampus ITS, ITS News – Di tengah laju era Revolusi Industri 4.0, startup menjadi salah satu sasaran ladang berwirausaha. Karenanya, inkubator bisnis berperan penting dalam pengembangan kewirausahaan berbasis inovasi teknologi. Menyadari hal tersebut, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) membahasnya lebih lanjut dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar pada Kamis (12/12) lalu.
Dalam diskusi yang bertempat di Oakwood Hotel & Residence Surabaya ini, Ary Bachtiar Krishna Putra ST MT PhD berpendapat, mahasiswa sebenarnya mempunyai banyak ide usaha dan telah ditunjang dengan teknologi yang memadai. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengembangkan usaha mereka agar dikenal di pasaran.
Ary Bachtiar menjelaskan, masalah utamanya antara lain karena produk kurang kompetitif dan inovatif, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), akses pendanaan yang terbatas. “serta kurangnya akses bahan baku dan kurangnya promosi,” sebut Ary, sapaan akrabnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Ary yang menamatkan program doktornya di Gyeongsang National University, menekankan peran inkubator menjadi sangat penting dalam proses pengembangan usaha. “Proses pengembangan tersebut diwujudkan dalam program pembinaan dan pendampingan di bidang manajemen, produksi, keuangan, serta promosi dan pemasaran secara intensif melalui inkubasi bisnis,” lanjut Ary.
Sedangkan untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, dosen Teknik Mesin ITS ini mengemukakan usulannya mengenai penyesuaian kebijakan di perguruan tinggi. Kebijakan yang dimaksud adalah penyelarasan paradigma Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan Revolusi Industri 4.0. “Penerapan sistem pengajaran Hybrid/Blended Learning & Online, serta reorientasi kurikulum penting dilakukan,” sambungnya
Ary melanjutkan, untuk bisa kompetitif, maka kurikulum perlu orientasi baru. Sebab adanya Revolusi Industri 4.0, tidak hanya cukup mengandalkan literasi lama yaitu membaca dan menulis sebagai modal dasar untuk berkiprah di masyarakat. “Dibutuhkan literasi baru yang mendukung untuk lebih kompetitif” ujar Ary.
Turut menambahkan, Ir Setiyo Agustiono selaku perwakilan dari PT. ITS Tekno Sains, data-data mengenai lambatnya pengembangan startup di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut dapat terjadi salah satunya karena kurangnya mental berwirausaha dan stigma negatif berwirausaha di kalangan masyarakat Indonesia. “Fasilitas kita lengkap, segala macamnya siap, tapi mental kita dalam berwirausaha itu harus ditumbuhkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ary memaparkan tiga aspek yang termasuk ke dalam literasi baru. Pertama adalah literasi data, yaitu kemampuan untuk membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi melalui big data di dunia digital.
Literasi yang kedua ialah literasi teknologi yang artinya pemahaman mengenai cara kerja mesin, aplikasi, dan teknologi seperti Coding, Artificial Intelligence, dan Engineering Principles. “Terakhir adalah literasi sosial, yakni keterampilan berkomunikasi dan sikap saling menghargai,” terangnya.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Dr Ir.Janti Gunawan MEng Sc MCom IB. Janti, sapaan akrabnya, menyatakan, perguruan tinggi semestinya bertanggung jawab terhadap tugasnya menciptakan wirausaha-wirausaha di masa depan sehingga perlu adanya evaluasi sistem.
Janti mengungkapkan saat ini perlu membuat suatu program yang nyata dan bersifat lintas departemen. “Sehingga apabila ada mahasiswa yang butuh pendampingan di luar keilmuannya, bisa didampingi hingga usahanya siap,” usul dosen yang merampungkan program doktornya di Selandia Baru ini.
Acara FGD yang bertajuk Peranan Inkubator Bisnis dalam Mempersiapkan Start-Up untuk Menghadapi Industri 4.0 ini pun turut mengundang Agus Wahyudi SH MSi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Dalam kesempatan ini, Agus menyebutkan beberapa program fasilitasi besutan Balitbang Provinsi Jawa Timur sebagai bentuk dukungannya di bidang pengembangan inovasi. Beberapa diantaranya adalah fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), yaitu pemberian hak paten terhadap karya masyarakat. “HaKI berfungsi untuk melindungi kekayaan intelektual inovator agar ide atau temuannya tidak dipakai orang lain,” terangnya.
Selain HaKI, Belanja Inovasi atau yang sering disebut Belanova, turut disebut Agus sebagai salah satu upaya pemerintah daerah dalam mendukung dan meningkatkan gairah penelitian dan inovasi. Melalui program ini, Pemerintah Provinsi Jatim akan membeli inovasi baru yang berasal dari masyarakat yang nantinya akan dibantu dalam hal pengembangan.
Sebelum mengakhiri wicaranya, Agus menyatakan Balitbang Provinsi Jatim juga telah siap membantu mengembangkan startup atau inovasi teknologi (inotek) yang berasal dari seluruh elemen masyarakat, termasuk yang berasal dari perguruan tinggi. (ra/qin)
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah