ITS News

Senin, 18 November 2024
16 Januari 2020, 16:01

Kemenhub Akan Uji Coba Hasil Riset dengan ITS di Enam Bandara

Oleh : itsmis | | Source : www.its.ac.id

Tim peneliti menunjukkan cara kerja alat SWD dan WSD yang akan diuji cobakan di bandara

Kampus ITS, ITS News – Dalam upaya mendukung keselamatan transportasi udara, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Transportasi Udara Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan RI akan mengaplikasikan hasil kerjasama penelitian dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Karya penelitian berupa Standing Water Detector (SWD) dan Wind Shear Detector (WSD) tersebut akan dilakukan uji operasional di enam bandara di Indonesia.

Rencana uji coba tersebut disampaikan oleh Kepala Puslitbang Transportasi Udara Capt. Novyanto Widadi S.AP MM ketika berkunjung di kampus ITS, 13 Januari lalu. Menurut Novyanto, rencana implementasi hasil penelitian dengan ITS ini menjadi urgent setelah permasalahan tergenangnya Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, awal tahun ini. Bandara yang menjadi pintu gerbang bagi para tamu negara tersebut tergenang air akibat curah hujan yang lebat.

Dr Melania Suweni Muntini MT sebagai ketua tim peneliti menyampaikan bahwa dari sekitar 300 bandar udara (bandara) di Indonesia, belum ada yang dipasang detektor genangan air di landasan pacu. Padahal, menurut ICAO, genangan air tertinggi adalah 4 mm dan tidak boleh lebih dari 25 persen di area runway yang tergenang.

Suasana diskusi tim peneliti ITS dengan Puslitbang Transportasi Udara Balitbang Kemenhub di kampus ITS

“Ketika musim hujan seperti ini dan landasan pacu di bandara tergenang air, maka tidak ada informasi yang valid kepada pilot tentang seberapa tinggi genangan airnya, untuk mempertimbangkan bisa mendarat atau tidaknya pesawat di bandara tersebut,” jelas dosen Departemen Fisika ITS ini.

Tak hanya itu, lanjut Melania, angin di sekitar bandara terkadang juga berpotensi menimbulkan adanya angin samping (wind shear). Apabila arah dan besar angin muncul dari berbagai arah dengan kecepatan tinggi, maka akan menimbulkan kondisi yang berpotensi munculnya angin samping tersebut.

Novyanto dalam kunjungannya mengungkapkan, uji coba peralatan WSD dan SWD ini akan dilaksanakan di enam bandara yang ada di Indonesia. “Yakni di Bandara Cengkareng (Soekarno-Hatta, red), Halim Perdanakusuma, Kualanamu, Juanda, I Gusti Ngurah Rai, dan Sultan Hassanuddin,” papar lelaki kelahiran 1968 ini.

Ilustrasi pemasangan SWD yang akan dipasang di beberapa bandara di Indonesia

Penelitian yang dilakukan Melania beserta timnya di Laboratorium Instrumentasi, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Analitika Data ITS ini sudah dirancang kurang lebih selama dua tahun. Uji fungsional sudah dilakukan dan berhasil dengan baik, sekarang ini sedang dalam tahap sertifikasi.

Pengetesan dilaksanakan di Bandara Trunojoyo Sumenep pada tahun 2018 dan di Bandara Yogyakarta atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) pada tahun 2019 lalu. “Untuk alatnya sendiri bisa di semua bandara, ada 300 bandara di Indonesia yang mempunyai potensi untuk diujicobakan, khususnya yang SWD,” ungkap perempuan asli Yogyakarta ini.

Melania menuturkan, tim Puslitbang Transportasi Udara sudah mengunjungi ITS guna mendiskusikan rencana pemasangan dan uji operasional dari SWD dan WSD di beberapa bandara. Dalam diskusi itu disepakati bahwa ITS akan menyiapkan peralatan serta pelatihan bagi teknisi dan operator di bandara, termasuk cara pemasangan alat tersebut di lokasi. “Memang yang dikhususkan untuk diuji coba di bandara hanya SWD, karena yang paling sesuai dengan kondisi saat ini,” terangnya.

Tim peneliti ITS dengan Puslitbang Transportasi Udara Balitbang Kemenhub usai diskusi di kampus ITS

Alumnus doktoral ITB ini menambahkan bahwa kerja sama yang dilakukan tidak hanya sebatas itu. Tim ini juga sudah bekerja sama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

“Untuk kelancaran uji coba, kami menyarankan agar studi kelayakan terlebih dahulu seperti profiling landasan, posisi penempatan alat, jumlah sensor yang akan dipasang, serta hal-hal lain yang dibutuhkan guna tercapainya kelancaran uji coba,” bebernya.

Dalam hal ini, Kapuslitbang Transportasi Udara sekaligus menyarankan perlunya peningkatan kerja sama Puslitbang Transportasi Udara dengan ITS. Ia mengusulkan agar pada setiap penelitian bersama ITS bisa dikemas sebagai Program Doktoral bagi peneliti yang terlibat. Hal ini sudah diwujudkan dengan dibukanya jalur Doctoral by Research di ITS dan akan mulai membuka penerimaan mahasiswa S3 mulai September 2020 mendatang. (zar/HUMAS ITS)

Berita Terkait