ITS News

Kamis, 21 November 2024
21 Januari 2020, 15:01

Dosen ITS Analisis Produktivitas Padi untuk Ketahanan Pangan

Oleh : itsmis | | Source : www.its.ac.id

Prof Dr Ir Bangun Muljo Sukojo DEA DESS ketika melakukan pengukuran posisi, nilai spektral, dan pengambilan sampel di lapangan

Kampus ITS, ITS News – Pengukuran produktivitas padi sebagai upaya menjaga ketahanan pangan seringkali melalui pengamatan yang tidak terukur, akibatnya validitas data dinilai masih kurang memadai. Melihat hal ini, dosen Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mencanangkan penelitian Analisis Estimasi Produktivitas Pertanian Menggunakan Pengamatan Insitu, Fase Tumbuh dan Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA).

Prof Dr Ir Bangun Muljo Sukojo DEA DESS selaku dosen peneliti mengaku, dalam mengestimasi produktivitas pertanian, perkebunan, kehutanan, keanekaragaman dan sumber daya hayati dapat menggunakan indeks vegetasi. “Indeks vegetasi ini didapat dari jumlah klorofil tanaman padi,” jelas Bangun.

Menurut Bangun, semakin tinggi klorofil yang terdapat di tanaman padi, semakin tinggi pula indeks vegetasinya. Melalui indeks vegetasi inilah, nantinya akan diketahui tingkat produktivitas padi dalam menghasilkan beras.

Dalam penelitiannya tersebut, lanjut Bangun, indeks vegetasi didapatkan dengan meletakkan sensor di satelit menggunakan gelombang elektromagnetik yang dapat memantau jumlah klorofil padi. “Sensor ini digunakan selama fase tumbuh dan dipotret lewat citra satelit,” ujarnya.

Mahasiswa Teknik Geomatika ITS yang ikut serta dalam penelitian sedang melakukan pengukuran posisi, nilai spektral, dan pengambilan sampel

Adapun fase tumbuh padi antara lain, masa tanam yakni nol hingga satu bulan, masa vegetatif yakni satu hingga dua bulan, masa reproduksi yakni dua hingga tiga sampai empat bulan, dan masa panen yakni tiga sampai empat bulan. Setiap masa tersebut akan dipotret untuk nantinya divalidasi menggunakan beberapa pendekatan.

Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini ialah pengamatan insitu, yakni pengamatan posisi geografis objek melalui GPS, nilai indeks vegetasi dengan Spektrometri, dan pengambilan sampel air dan tanah. “Sampel diambil untuk mengetahui salinitas pH, insektisida, kandungan air, zat hara, kandungan air dan lain-lain,” tutur alumnus Universitas Paul Sabatier Toulouse 3, Prancis itu.

Dipaparkan Bangun, informasi yang didapatkan dari sampel tersebut akan dianalisis untuk mengetahui tingkat produktivitas padi. Selain itu, validasi juga dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan hasil metode Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) yang digunakan dalam analisis produktivitas sebelumnya.

Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung padi terkemuka di Jawa Timur. Pada tahun 2016, produktivitas padi di Kabupaten Bojonegoro mencapai 1.050.000 ton padi, sehingga memperoleh surplus sebesar 750.000 ton padi dari target produksi.

Salah satu mahasiswa Teknik Geomatika ITS yang ikut serta dalam penelitian sedang melakukan pengukuran posisi melalui GPS

Melalui analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki indeks vegetasi yang tinggi dan tata kelola pertanian yang baik dalam 10 tahun terakhir. Namun, Kabupaten Bojonegoro dinilai memiliki produktivitas yang rendah disebabkan oleh faktor eksternal. “Rendahnya produktivitas Kabupaten Bojonegoro disebabkan kurangnya tenaga kerja petani,” ungkap Bangun lagi.

Dosen kelahiran 1953 itu mengaku, di samping meningkatkan akurasi data produktivitas padi, analisis ini juga dinilai lebih efektif dan efisien karena menggunakan citra satelit. “Nanti bisa diketahui luasan satuan sawah serta produksi berasnya berapa,” tuturnya.

Di sisi lain, lanjut Bangun, analisis ini dinilai lebih terjangkau, tidak membutuhkan biaya, waktu dan jumlah sumber daya manusia yang banyak. “Terutama bagi pengestimasi produksi padi secara visual sebagai sumber data utama perhitungan statistik ARIMA,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan, analisis ini dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Sebab, menurut Bangun, nantinya akan terdapat transfer teknologi dari pemerintah ke masyarakat dalam pengambilan, pengolahan, dan penyajian data satelit itu sendiri. (vio/HUMAS ITS)

Berita Terkait