Kampus ITS, Opini – Pada era digital yang serba mudah dan cepat seperti sekarang ini, tak ada hal yang sulit untuk kita peroleh terutama soal informasi. Segala macam informasi dari berbagai sumber yang ada di seluruh penjuru dunia, dapat kita akses begitu mudah dengan adanya kemajuan teknologi yaitu internet. Namun bagaimana jadinya jika kemudahan itu kemudian disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu?
Bagaikan pisau bermata dua, penyebaran informasi yang semakin mudah dan cepat ini dapat menjadi ancaman jika dimanfaatkan untuk berbagi berita bohong (hoaks). Masyarakat yang menjadi sasaran uatamanya akan merasakan dampaknya mulai dari kericuhan, konflik, maraknya sikap intoleransi, dan masalah publik lainnya.
Contohnya pada masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) Indonesia 2019, yang bisa dibilang menjadi titik puncak maraknya penyebaran hoaks di tanah air. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia (RI) pun merilis daftar hoaks selama periode Agustus 2018 hingga April 2019 yang totalnya mencapai 1.731 hoaks. Dari situ dapat kita lihat bahwa dalam kasus tertentu seperi pemilihan umum (pemilu), hoaks telah menjadi “senjata” ampuh bagi setiap kubu untuk menjatuhkan lawannya.
Permasalahan hoaks di Indonesia pun semakin pelik tatkala masyarakat kita masih begitu awam dengan setiap informasi yang beredar bebas dan luas. Kurangnya sikap bijak dan selektif dalam menerima informasi, menjadi salah satu penyebabnya. Seperti saat kasus hoaks Ratna Sarumpaet yang sempat menggemparkan kita semua beberapa waktu lalu. Daya pikat hoaks ini begitu kuat bahkan para elit politik dan tokoh masyarakat pun ikut terperdaya olehnya.
Namun semua itu bukan berarti hoaks dengan sengaja dibiarkan bebas berkeliaran dimana-mana. Pemerintah sejatinya sudah mengeluarkan regulasi dan ancaman terkait penyebaran hoaks lewat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat (1). Yang mana di dalamnya sudah tegas dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan/atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana paling lama enam tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah.
Meski sudah diterbitkannya peraturan tersebut, persebaran hoaks masih sulit untuk dibendung. Jika sudah demikian, maka pasrtisipasi masyarakat pun sangat dibutuhkan. Salah satunya dengan ikut serta dalam program Internet Sehat dan Aman (INSAN) dari Kementerian Kominfo RI. Melalui situs resminya, Kementerian Kominfo RI mengajak para pengguna internet untuk termapil dalam menganilisis berita supaya terhindar dari pengaruh hoaks. Caranya cukup mudah, mulai dari hati-ahti dengan judul yag provokatif, cermati situs yang menjadi sumber berita, cek keabsahan informasi dan foto di dalamnya, serta ikut serta dalam kelompok diskusi anti hoaks.
Akhir kata, penanganan hoaks di Indonesia rasanya perlu perhatian lebih dari seluruh pihak, baik itu pemerintah khususnya Kementerian Kominfo RI maupun masyarakat. Pelaksanaan UU ITE pun mesti dipertegas supaya memberi efek jera bagi para pelaku penyebaran hoaks. Dan lebih dari itu, pemberantasan hoaks secara berdampingan ini juga demi terciptanya kehidupan masyarakat Indonesia yang damai dan sejahtera.
Ditulis oleh:
Hafiz Salam
Departemen Teknik Fisika ITS
Angkatan 2018
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah