Kampus ITS, Opini — “Bila ingin memperbaiki kehidupan, mulailah dengan memperbaiki cara berpikir dan berkalimat yang positif,” begitulah yang disampaikan Kang Salam, motivator kondang asal Yogyakarta. Kutipan dari seorang yang bernama lengkap Yoyok Suharto tersebut menunjukkan bahwa sebuah kalimat dan pemikiran yang positif akan membawa kepada kehidupan yang lebih baik.
Disampaikan dalam buku berjudul Hypnobirth: Evidence, Practice and Support for Birth Professionals yang ditulis oleh Teri Gavin-Jones dan Sandra Handford bahwa sebuah penelitian membuktikan bahwa kata-kata positif yang disampaikan dengan energi positif dan penuh antusiasme dapat menular dan berdampak pada penerima. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang baik tidak hanya berdampak positif bagi seseorang yang mengucapkannya tetapi juga bagi pendengarnya.
Sejatinya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, komunikasi yang baik tentunya merpuakan kunci terjalinnya hubungan yang baik pula. Mengingat fakta bahwa pada diri manusia selalu ada keinginan untuk dihargai, kata “maaf”, “tolong”, dan “terima kasih” seharusnya menjadi kata andalan agar komunikasi yang baik dapat terjalin karena tiga kata ajaib tersebut merupakan bagian dari ungkapan yang lazim digunakan untuk menghargai seseorang.
Kendati demikian, kenyataan berkata lain. Dalam penelitiannya tentang Etika Penggunaan Kata Satotema (Salam, Tolong, Terimakasih dan Maaf) dalam pergaulan Sehari-hari, Dini Melani Dewi menyebutkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang mengaku sering melupakan Kata Satotema ini. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor. Salah satunya ialah pergeseran budaya akibat kemajuan zaman yang semakin modern, sehingga masyarakat masih merasa berat untuk mengatakan tiga kata sederhana ini.
Maaf
Kata pertama yang akan saya bahas ialah “maaf”. Sebagaimana pepatah mengatakan “Nobody’s perfect”. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Yang membedakannya dari orang-orang yang melakukan kesalahan tersebut ialah tindakan yang mereka lakukan setelahnya. Apakah dia akan menyesali perbuatannya dengan meminta maaf, atau tidak?
Tentu kita semua setuju bahwa tindakan yang tepat untuk dilakukan setelah seseorang melakukan sebuah kesalahan ialah meminta maaf. Namun nyatanya tidak demikian, menurut Karina dalam penelitiannya berjudul Avoidant and defensive: Adult attachment and quality of apologies, setelah melakukan kesalahan umumnya seseorang lebih sering melakukan pembenaran mengenai kesalahan yang mereka lakukan daripada meminta maaf.
Padahal, menurut hasil penelitian dari dari Ohio State University dan Eastern Kentucky University, Amerika Serikat, diketahui bahwa meminta maaf tidak cukup dengan bertutur kata saja. Melainkan mengakui kesalahan dan menawarkan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Meski demikian, mengucapkan kata maaf sendiri merupakan langkah yang baik bagi seseorang untuk menyesali kesalahan yang telah dilakukan. Dengan meminta maaf, setidaknya ia telah menang melawan keegoisan dalam dirinya sendiri. Sebagaimana kutipan dari Arvan Pradiansyah, dalam bukunya yang menyebutkan bahwa meminta maaf merupakan tindakan ksatria, karena meminta maaf adalah hal tersulit untuk dilakukan mengingat setiap manusia memiliki pertahanan diri .yang mana menjadikan seseorang cenderung tidak mau disalahkan.
Tolong
Kata berikutnya ialah “tolong”. Sekalipun manusia disebut makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain. Nyatanya stratifikasi sosial dalam masyarakat membuat segala bentuk kerjasama dan tolong menolong menjadi suatu hal yang semu dan berwujud perintah. Sebagaimana kita sering mendengar seseorang lebih terlihat “menyuruh” daripada “meminta tolong”.
Padahal kata “tolong” membuat kita lebih sadar akan kelemahan dan keterbatasan yang dimiliki. Dengan mengucap “Tolong” kita lebih mampu untuk menerima diri sendiri secara apa adanya, dan melihat apa yang bisa dan tidak bisa kita lakukan.
Kata “tolong” memberikan energi positif bagi lawan bicara kita. Dengannya, mereka akan termotivasi untuk melakukan hal yang kita butuhkan dengan lebih baik. Anda dapat membayangkannya dengan memposisikan diri sebagai seseorang yang diberi tugas. Apakah anda merasa lebih baik jika seseorang membebani tugas kepada anda namun dengan menyertakan kata “tolong” bahwa dia sangat mempercayakan hal tersebut kepada anda?
Terima Kasih
Dan yang terakhir adalah “terima kasih”. Tanpa kita sadari, kita selalu mengabaikan bahwa segala hal baik yang orang lain lakukan kepada kita adalah satu bentuk bantuan dan kemudahan yang menghadirkan energi positif dalam diri kita. Seperti halnya ketika seorang teman memberikan suatu kabar baik kepada kita. Kita merasa bahagia, termotivasi untuk melakukan lebih baik, dan akhirnya segala yang kita lakukan hari itu berjalan maksimal. Tanpa kita sadari bahwa semua berawal dari sebuah kabar baik yang disertakan melalui teman kita.
Namun kita selalu saja masih berat mengakui bahwa kebaikan-kebaikan tersebut layak untuk diapresiasi. Bahkan untuk sekedar mengucapkan “terima kasih” kita terbebani dengan berbagai alasan. “Ya kan memang itu tugas dia”, “Itu memang hal yang biasa dia lakukan”, “Dia melakukannya karena membalas kebaikanku” dan alasan lainnya.
Padahal, kata terima kasih membuat kita lebih menghargai hal-hal kecil dan memahami bahwa semua hal baik di dunia ini memiliki makna yang besar. Kata terima kasih juga memberikan kesan yang baik bagi orang lain. Karena merasa dihargai, mereka akan melakukan lebih baik lagi di lain waktu, dan hal tersebut nantinya juga dapat membawa dampak positif bagi kita. Begitu pula sebaliknya.
Penelitian oleh Tallahasse, dari Florida State University menyatakan bahwa menyampaikan terima kasih bisa memperbaiki perilaku dalam hubungan antar manusia. Tidak hanya itu, penelitian oleh Adam M. Grant and Francesco Gino dalam jurnal tentang personality dan social psychology menyebutkan bahwa mengucapkan terima kasih dapat meningkatkan 66% kemungkinan untuk seseorang kembali membantu kita.
Kekuatan Tiga Kata Ajaib
Memahami kekuatan dari ketiga kata tersebut tidaklah sulit. Kita hanya perlu mengerti hal-hal yang dapat dihadirkan oleh ketiga kata tersebut. Lingkungan yang dihiasi dengan pikiran positif, kalimat-kalimat positif, dan energi positif akan menghasilkan suatu kehidupan yang lebih baik. Karenanya, mari mulai menerapkan tiga kata ajaib tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada hal yang terlalu kecil untuk disebut kebaikan, karena setiap kebaikan memiliki kekuatan untuk merubah hal yang buruk menjadi bernilai!
Ditulis oleh:
Shinta Ulwiya
Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Surabaya, ITS News — Terus menunjukkan dukungannya terhadap perkembangan perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) sekaligus menjadi bagian dari persiapan
Kampus ITS, ITS News — Banyaknya bencana alam yang terjadi di sejumlah belahan dunia termasuk di Indonesia, akhir-akhir ini, perlu
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tidak hanya fokus pada teknologi, tetapi juga aktif mendukung
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) semakin serius dalam mendorong komersialisasi hasil-hasil risetnya. Komitmen tersebut ditandai