Kampus ITS, Opini – Di era penggunaan teknologi yang masif, kegiatan berselancar di media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Melalui layar ponsel, kita seolah dapat mengintip petualangan kehidupan orang lain. Namun, pernahkah diri kita tersadar saat segala sesuatu yang tampak di media sosial terasa menambah beban hidup dan membawa rasa khawatir? Bahkan, seringkali kita membandingkannya dengan diri sendiri. Wow, kehidupan mereka sempurna sekali, lalu bagaimana denganku yang seperti ini saja ya?
Berdasarkan cuitan para pengguna aktif media sosial, cerita teman-teman terdekat, maupun pengalaman saya sendiri, media sosial memang kerap membawa berbagai pengaruh terhadap kehidupan. Jika beruntung, mungkin saya akan dapat menemukan pengalaman positif dan kutipan-kutipan bijak yang menambah motivasi hidup. Tapi tidak dapat dipungkiri, media sosial acap kali membawa saya ke jurang rasa khawatir yang berlebih.
Semua yang terpasang di beranda media sosial akan terlihat indah dan sempurna. Pemandangan alam di negara seberang yang menarik mata untuk melihat, Teman-teman yang asyik dengan kegiatannya, badan yang bugar nan sehat tanpa celah, pencapaian hidup yang gemilang dan lain sebagainya. Namun, ketika kita berkaca dan tidak dapat menemukan hal-hal tersebut dalam diri kita, hal tersebut malah membuat kepercayaan diri turun.
Tidak hanya itu, dalam beberapa kasus tertentu, video berdurasi 15 detik yang memperlihatkan sekelompok orang yang sedang bersenang-senang tanpa kehadiran kita juga bisa mempengaruhi kondisi psikologi. Tentunya kita akan merasa kalau hidup kita membosankan, kurang meriah, dan merasa ditinggalkan.
Namun, hei, sadarkah diri kita bahwa itu sebenarnya hanya video berdurasi kurang dari setengah menit? Kita tidak tahu apa yang terjadi beberapa menit setelah atau sebelum video tersebut diunggah. Bisa saja mereka sebenarnya merasa tidak nyaman, merasa bosan, ataupun banyak kemungkinan lainnya yang hanya pemilik kehidupan itu sendiri yang merasakannya.
Semua yang ada di media sosial adalah apa yang ingin diperlihatkan orang lain kepada dunia. Tidak selamanya yang terlihat indah akan selalu indah. Bisa saja senyuman mereka di media sosial adalah cara mereka untuk lari dari kerasnya dunia nyata yang sedang mereka hadapi.
Secara pribadi, saya memandang hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Kadang seseorang memang perlu untuk membagikan kebahagiaan mereka kepada orang lain demi memenuhi rasa puas pribadinya. Tapi kembali lagi ke sifat alamiah manusia, pastinya mereka akan menampilkan hal yang sekiranya baik-baik saja.
Lagipula, apa yang ditampilkan seseorang di media sosial hanyalah persentase kecil dari seluruh kehidupannya. Tidak sepenuhnya mereka mengekspos apa saja yang mereka rasakan dan pikirkan, apa yang telah mereka lalui, maupun apa saja yang sebenarnya mereka miliki.
Rasanya, mungkin akan mudah bagi kita sebagai pengamat untuk melihat bahwa orang lain memiliki segalanya, padahal realita yang terjadi belum tentu seperti itu. Kita tidak akan bisa sepenuhnya menilai kehidupan seseorang dalam waktu 24 jam sehari hanya dari melihat sekilas 15 detik video yang mereka unggah.
Sampai kapan kita akan terus membandingkan diri dengan orang lain lalu merasa minder dan terus bertanya-tanya “am I good enough?” Kapan diri ini mau berkembang dan lepas dari belenggu ketidakmampuan, yakinkan dirimu sendiri dengan jawaban, “yes, you are!” karena hanya ada satu individu sepertimu di dunia ini. Kamu spesial dengan apapun yang kamu miliki sekarang, syukuri itu. Mungkin jalan lain untuk menghindari beban media sosial adalah dengan memupuk kecintaan kepada diri sendiri terlebih dahulu. Pede aja, sob!
Media sosial akan terus ada dan terisi oleh berbagai glamornya kehidupan. Kamu tidak bisa memegang kuasa penuh untuk menghambat persebaran konten atau informasi di dalamnya. Jika merasa media sosial sudah terlalu melelahkan dan berada di luar kendali lagi, maka istirahatlah sejenak dari media sosial, cari kegiatan lain yang bisa mengembalikan semangat kita lagi.
Tutup aplikasimu, copot pemasangannya, mungkin? Taruh ponselmu dan syukuri kehidupan yang kamu miliki sekarang tanpa perlu menjustifikasikannya dengan orang lain. Jika merasa sudah lebih baik dan siap untuk bergabung kembali dengan meriahnya dunia maya, mungkin kamu bisa kembali melakukan akses ke media sosial lagi.
Pada akhirnya media sosial, sesuai namanya hanyalah suatu media. Jangan sampai media sosial ini memakan diri kita dengan segala glamor fana nya. Ingatlah bahwa semua orang itu sama, mereka juga manusia yang punya sisi kehidupan lain. Semua keputusan ada dalam diri kita sendiri. Jika banyak hal sudah berada diluar kendali, maka beristirahatlah. Jangan lupa bahwa diri kita ini penting dan lebih dari sekedar unggahan di media sosial.
Ditulis oleh:
Raisa Zahra Fadila
Mahasiswa S1 Sistem Informasi
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan aplikasi Kinderfin, untuk meningkatkan
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan atas inovasi anak bangsa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memperkuat nilai-nilai toleransi dan harmoni di tengah keberagaman
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) resmikan Computer