Kampus ITS, Opini — Salah satu upaya penanggulangan Covid-19, yang dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020 lalu adalah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) atau Protective Personal Equipment (PPE). Dalam masyarakat, istilah ini lebih dikenal dengan nama baju Hazmat. Hazmat sendiri adalah singkatan dari hazardous materials yang memiliki arti material berbahaya. Lebih tepatnya, makna dari baju Hazmat dimaksudkan sebagai baju pelindung terhadap material berbahaya.
Baju pelindung Hazmat, sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai salah satu perlengkapan APD selain pelindung untuk membran mukosa (kacamata dan pelindung muka), sarung tangan, baju-pelindung baju, sepatu-pelindung sepatu dan penutup kepala. APD pada umumnya digunakan oleh tenaga medis (teknisi maupun paramedis), peneliti, pemadam kebakaran, petugas atau pekerja lingkungan daerah yang memiliki resiko kontaminasi material berbahaya.
Terbatasnya stok Hazmat marak diperbincangkan media belakangan ini. Kurangnya APD yang memadai untuk tenaga kesehatan (Nakes) terutama baju pelindung Hazmat meningkatkan potensi transmisi virus. Hal ini pula yang membuat pengusaha di bidang tekstil berinisiatif membuat baju pelindung Hazmat dengan semangat dan tujuan yang mulia memastikan ketersediaannya bagi Nakes.
Namun, dalam pembuatan Hazmat, para pengusaha dan relawan harus memperhatikan standar yang benar. Sehingga tujuan pembuatannya guna melindungi pemakainya tercapai dengan baik. Adapun hal-hal yang harus dipenuhi dalam proses pembuatan Hazmat di antaranya adalah:
1. Mekanisme Kerja APD
Secara umum, APD bekerja sebagai pelindung diri bagi penggunanya dengan cara menghambat transportasi Hazmat yang lewat melalui pori APD dari lingkungan terhadap pengguna. Perangkat APD harus memiliki kemampuan menyaring atau tidak dapat ditembus (impermeabel) oleh material berbahaya. Penyaringan dapat dilakukan jika ukuran partikel material berbahaya lebih besar dari ukuran lubang pori pada material APD. Absorpsi Hazmat juga dapat dicegah dengan penggunaan material APD dengan material yang tidak dapat terbasahi oleh Hazmat atau memberikan lapisan tipis pada APD.
Lapisan yang diberikan dapat berupa lapisan semi berpori (semipermeabel), pori selektif (selective permeable), atau materi tidak berpori (completely impermeable) tergantung jenis Hazmat yang akan ditapis.2 Sifat permeabilitas material yang tidak terbasahi oleh air atau cairan disebut hidrofobik. Sifat hidrofobik ini dapat diuji dengan uji kebasahan. Dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, sifat hidrofobik dikenal dengan istilah anti air, water resistant, water repellent, dan waterproof .
2. Jenis-Jenis Hazmat
Proses perlindungan pengguna APD terhadap Hazmat sangat tergantung pada jenis Hazmat yang dicegah dan ditapis. Secara umum bahan berbahaya dapat berupa cairan (EN 14605), cairan semprotan (EN 14605), cairan dalam bentuk kabut (EN 13034), partikel padat (ISO 13982-1), agen dengan sifat antistatik jika kelembaban lebih dari 25% (EN 1149-5), agen infeksi (EN 14126), agen radioaktif (EN 1073-2) dan pestisida (DIN 32781).
Jenis material, kandungan dan ukuran inilah yang menentukan proses atau mekanisme, bagaimana material ini menjadi berbahaya. Misalnya karena ukuran yang kecil maka berbahaya jika terhirup, agen infeksi pembawa patogen dapat berpindah dari penderita atau lingkungan ke orang lain melalui cairan pembawa berupa darah atau cairan tubuh mengenai orang lain atau bahan kimia yang terkena kulit.
3. Standarisasi APD
Ada beberapa standar yang dapat digunakan terkait APD untuk pembuatan Hazmat ini, yakni (a) standar WHO yang menggunakan uji standarisasi ASTM, ISO,DIN, EN, AATCC, NFPA dan EN ISO; (b) standar Uni Eropa (EU) yang menggunakan uji standarisasi DIN EN ISO; dan (c) standar SNI yang digunakan hanya di Indonesia dan sesuai dengan ISO.
a. Standar WHO
WHO memiliki standar spesifik mengenai APD yang tertuang dalam WHO-Preferred Product Characteristics for PPE, 2017 untuk menangani virus pandemi. Spesifikasi tersebut termasuk resistensi terhadap penetrasi cairan dan virus (ISO 16603:2004; AATCC 42&47; ASTM F1670-1671), ketahanan terhadap disinfektan (ASTM 5034; ISO 13934-1) serta sinar infrared (ASTM F 2668). Mengacu pada standar di atas, secara umum spesifikasi APD harus memenuhi persyaratan mampu mencegah atau menapis Hazmat, kuat tangguh dan nyaman (breathable).
b. Standar EU
Standar EU tentang regulasi PPE 2016/425 menyatakan kemampuan perlindungan APD dibagi menjadi 3 tingkatan. Kategori 1 APD sederhana untuk perlindungan tingkat dasar. Kategori kedua adalah yang tidak termasuk kategori 1 dan 2. Kategori 3 adalah APD yang melindungi pengguna atau pemakainya dari bahaya yang berpotensi fatal, kerusakan kesehatan yang serius, tidak dapat diubah atau resiko tinggi.
c. Standar SNI
Standar DIN EN ISO 13688 tentang persyaratan umum pakaian pelindung diri harus mencantumkan tingkat ergonomi, batasan, masa berlaku, ukuran, kompatibilitas dan informasi yang dibagi 5 tipe perlindungan sesuai dengan tingkatannya. Tingkat perlindungan tertinggi adalah jika dapat mencegah dan menapis gas, lebih rendah lagi tipe 3 untuk mencegah dan menapis cairan dan pengujian dilakukan dengan jet test (EN 14605), selanjutnya tipe 4 menapis cairan dalam bentuk semprotan, diuji dengan spray test (EN 14605) dan kemampuan terendah adalah tipe 5/6 untuk menapis partikel padatan, semprotan terbatas atau cairan dalam bentuk kabut (ISO 13982-1 atau EN 13034).
4. Jenis APD
WHO dan Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) Amerika telah menerbitkan pedoman perlindungan diri dalam penangananan filovirus dan coronavirus untuk tenaga kesehatan dan garda terdepan yang bekerja dalam pengendalian dan pencegahan infeksi. Pada panduan ini disarankan penggunaan APD untuk pelindung membran mukosa (kacamata dan pelindung wajah), gaun, baju terusan penuh (coveralls), setelan baju operasi (surgical scrub), celemek (apron), pelindung lengan (sleeve), sarung tangan, masker, sepatu-pembungkus sepatu, dan pelindung kepala.1-2
5. Jenis Material APD
Material APD yang umum digunakan adalah polipropilen dalam bentuk serat mikro sebagai pelindung terhadap partikulat kering, basah/cairan, kotoran bakteri; polietilen sebagai pelindung kotoran dan debu kering atau basah, bahan kimia cair, asam anorganik; Polietilen dengan lapisan polypropylene berfungsi sebagai penghalang fluida; dan pirolon Chemical Resistant and Flame Resistant (CRFR) berfungsi sebagai pelindung terhadap partikulat, air, minyak dan sebagai pelindung dari bahan kimia, panas dan api (fire retardant).
6. Kategori APD dalam Aplikasi
Material APD ada yang sekali pakai (disposable) dan ada yang dapat dicuci ulang (reusable). Jika terdapat kode atau keterangan tidak dapat dicuci ulang pada APD tersebut maka setelah dipakai APD ini harus dibuang karena jika dicuci ulang dapat menghilangkan lapisan sifat tahan air, sifat tahan api atau minyaknya.
a. APD reusable menggunakan material serat polimer plastik woven fabric. APD reusable menggunakan material dengan serat yang berukuran besar. APD reusable memiliki kemampuan menahan fluida berukuran besar. Woven fabric dibuat menggunakan proses anyaman atau tenunan tekstil. APD reusable dapat juga menggunakan material polimer plastik lapisan tertutup (film). APD ini mampu menahan fluida.
b. APD disposable yang saat ini sedang marak diproduksi menggunakan material spunbond polimer yang merupakan serat polimer plastik nonwoven fabric dan tidak tertutup (memiliki rongga). APD disposable menggunakan material dengan serat yang berukuran kecil. APD disposable memiliki kemampuan menyaring dan menahan fluida. Nonwoven fabric dibuat menggunakan proses spunbond. Proses spunbond merupakan proses pencetakan ekstrusi serat dari plastik cair dengan cara memutar filamen plastik secara kontinyu.
Keunggulan bahan nonwovens yang telah banyak digunakan seperti tersebut diatas adalah bahan yang hidrofobik karena terbuat dari polimer yang memiliki sifat plastik yang memiliki pori. Namun, pori bahan ini terlalu kecil sehingga kurang mensirkulasi udara ke kulit (kurang breathable).
7. Kenyamanan APD
Untuk baju pelindung, sebelumnya bahan harus telah diuji ketahanannya terhadap penetrasi oleh darah dan cairan tubuh lainnya atau oleh patogen yang ditularkan melalui darah. Namun juga ada beberapa bertimbangan lain yang sering menjadi perhatian seperti kenyamanan kepada pengguna, kemudahan untuk bergerak, keleluasaan saat memberikan perawatan kepada pasien, tidak menyebabkan stres, panas dan dehidrasi. Material APD harus memiliki kemampuan sirkulasi atau kelonggaran kulit bernafas (breathable).
Kenyaman ini dapat diukur dengan laju transmisi uap air atau yang dikenal dengan Moisture Vapor transmission Rate (MVTR), yaitu tingkat kemampuan kain untuk dapat melewatkan moisture/kelembaban, yang diukur dalam satuan gram/meter/hari. Secara sederhana nilai MVTR bisa diartikan ‘kemampuan bernafas material’ atau bisa dirasakan dari kenyamanan pakaian ketika digunakan. MVTR merupakan kemampuan untuk melewatkan udara. Dalam kenyataannya cukup sulit untuk melakukan pengujian MTVR. Karena banyak faktor yang mempengaruhi nilai MTVR mulai dari jenis bahan dan pola tenunan kain. Semakin tinggi nilai MTVR makin tinggi kemampuan material untuk bernafas.
Namun pakaian tidak hanya tergantung dari jenis kain, banyak faktor juga yang berpengaruh misalnya pola pakaian yang berlapis atau berkantong dll, dengan bahan dengan nilai MVTR yang berbeda. Pola pakaian paling sederhana, akan sangat membantu kemampuan bernafas pakaian secara keseluruhan.
8. APD Untuk Penanganan Covid-19
WHO memberikan arahan tentang APD apa saja yang harus digunakan untuk penanganan coronavirus untuk berbagai kondisi, personal dan jenis aktivitas. Salah satu alasannya adalah bahwa Covid-19 mudah menyebar melalui cairan tubuh penderita, tetesan pernafasan dari penderita yang bersin atau batuk, serta dapat bertransmisi melalui kontak dengan permukaan atau objek yang terinfeksi dan kemudian menyentuh area mata, hidung dan mulut. Secara umum Nakes harus menggunakan APD lengkap berupa baju terusan, masker atau respirator, kacamata, celemek, sarung tangan, pelindung muka, pelindung sepatu tergantung jenis aktivitasnya. Jika digunakan:
a. Gaun sekali pakai
Materialnya harus memiliki ketahanan terhadap penetrasi cairan berdasarkan standar EN 13795 tingkat kinerja tinggi untuk berbagai level. Juga diuji ketahanan terhadap patogen yang ditularkan melalui darah berdasarkan AAMI PB70 untuk berbagai level yang ekivalen. Bisa juga berdasarkan standar EU PPE Regulation 2016/425 dan EU MDD Directive 93/42/EEC • FDA klas I atau II untuk peralatan medis atau yang ekuivalen1,4
b. Baju terusan sekali pakai (coverall)
Materialnya harus lolos uji resistensi terhadap penetrasi darah dan cairan tubuh berdasarkan ISO 16603 paparan kelas 3 atau yang setara. Selain itu juga harus lulus diuji penetrasi patogen yang ditularkan melalui darah, memenuhi atau melebihi tekanan paparan ISO 16604 kelas 2 atau yang setara. Tidak menyebabkan stres panas dan bahan memiliki kemampuan nafas1.
c. Setelan baju operasi (surgical scrubs)
d. Celemek anti air
Celemek anti air maupun celemek tugas berat, terbuat dari 100% polyester dengan lapisan PVC atau 100%PVC, atau 100% karet, atau bahan dilapisi bahan tahan air lainnya. Standar celemek digunakan EN ISO 13688, EN 14126-B, perlindungan sebagian (EN 13034 or EN 14605) dan standar EN 343 untuk air dan kemampuan nafas1,4. Direkomendasikan digunakan penggunaan celemek yang sekali pakai, jika tidak ada, maka dipakai celemek tahan air- celemek tugas berat setelah dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar. Celemek di atas gaun atau baju terusan pelindung diperlukan untuk mencegah resiko dari muntah, diare, pendarahan pasien dll. Celemek juga mudah untuk melepas dan mengganti celemek yang kotor daripada mengganti gaun atau baju penutup. Celemek digunakan oleh petugas kesehatan di area perawatan pasien.
9. Material Alternatif APD Untuk Penanganan Covid-19
BNPB menyatakan bahwa di Indonesia, APD dapat dikembangkan dari bahan alternatif berbasis polyurethane dan polyester, untuk dapat memenuhi memenuhi standar ASTM 16604. Bahan ini telah direkomendasikan oleh American Chemical Society (ACS). ACS menyatakan bahwa kombinasi kain dengan polyester dengan ukuran yang pas di badan dapat menahan 80-99% partikel aerosol yang berukuran hingga 10 nm. Pernyataan ini berdasarkan dari hasil penelitian yang menggunakan sebuah bilik partikel aerosol berukuran 10 nm – 6µm. Dengan mengacu dari lembar data keselamatan bahan, material polyester ini aman dan tidak berpotensial untuk menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan pernafasan. Sehingga material kombinasi ini memenuhi syarat hidrofobik, tahan terhadap penetrasi cairan serta breathable.
Informasi dalam publikasi ini bersifat umum berdasarkan kajian ilmiah, standar dan peraturan yang berlaku, sehingga tidak dapat diartikan sebagai nasehat atau pendapat hukum. Jika ada kasus dan pertanyaan yang lebih spesifik yang membutuhkan analisa lebih dalam dapat dilakukan kajian lebih lanjut
Ditulis oleh:
Hosta Ardyananta, Widyastuti, Azzah Dyah Pramata, dan Diah Susanti
Departemen Teknik Material dan Metalurgi
Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem (FTIRS)
Referensi:
Kampus ITS, ITS News — Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pengurus Wilayah
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas pasar kerja nasional, Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Tim Sapuangin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengenalkan mobil urban edisi terbarunya
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali dipercaya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu