Kampus ITS, Opini — Menjadi seorang ahli dalam bidang yang digeluti, pastinya merupakan mimpi setiap orang. Begitupun bagi mahasiswa yang masa depannya mereka pertaruhkan pada jurusan yang kini mereka tekuni. Namun, apakah durasi belajar mereka selama berkuliah di perguruan tinggi cukup untuk mengantarkan mereka menjadi seorang ahli? Hmm, untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telaah tentang teori 10.000 jam dan korelasinya dengan kehidupan perkuliahan mahasiswa!
“Berlatih dengan keras, berlatih dengan lama, dan kamu akan menjadi ahli, menempati posisi puncak di bidang yang kamu kuasai,” begitulah kata Malcolm Gladwell dalam bukunya yang berjudul Outliers: The Story of Success. Dalam buku tersebut, Malcolm mengutarakan bahwa dibutuhkan waktu minimal 10.000 jam untuk seseorang mampu menguasai suatu hal.
Meski sudah banyak pendapat yang mematahkan teori 10.000 jam ini, menurut saya teori ini masih bisa dibenarkan. Hal tersebut lantaran, teori ini tidak asal-asalan dibuat. Diketahui aturan 10.000 jam ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh K Anders Ericsson, salah seorang Profesor di Universitas Florida. K Anders melakukan penelitiannya terhadap atlet profesional, musisi tingkat dunia, master catur, dan para ahli lainnya tentang berapa lama waktu yang mereka butuhkan sampai menjadi ahli.
Kembali pada teori tersebut, 10.000 jam bukanlah waktu yang singkat, teori menakjubkan tersebut menurut saya dapat membuat ciut siapapun yang hendak memulai mendalami sesuatu. Jika bermain hitung-hitungan, misal setiap hari seseorang secara konsisten mempelajari sesuatu selama delapan jam, berdasarkan teori 10.000 jam dalam waktu lima tahun orang tersebut telah menjadi expert dalam hal tersebut.
Nah, jika disangkutpautkan dengan jenjang perkuliahan, nampaknya teori ini ada hubungannya. Berbeda dengan 12 jenjang sekolah sebelumnya, dalam perkuliahan, bidang yang digeluti oleh setiap mahasiswa sudah dispesifikkan menjadi suatu disiplin ilmu tertentu. Karena memang salah satu tujuan seseorang berkuliah, tak lain dan tak bukan adalah agar menguasai suatu bidang tertentu.
Di Indonesia sendiri kita mengenal tiga jenjang pendidikan di perguruan tinggi, yakni Strata 1 (S1), Strata 2 (S2), hingga Strata 3 (S3). Masing-masing memiliki tujuan dan durasi yang berbeda beda. Seperti yang kita tau, kurikulum pembelajaran dalam perkuliahan dibagi ke dalam SKS (Satuan Kredit Semester). Sederhananya, SKS dapat dikatakan sebagai “bobot” untuk setiap mata kuliah yang dibebankan pada mahasiswa.
Sebelum loncat pada sesi hitung-hitungan, mari kita menilik tentang SKS ini. Pada jenjang S1, satu SKS terdiri tiga macam pembelajaran yakni satu jam tatap muka, satu jam tugas terstruktur, dan satu jam belajar mandiri. Sedang pada jenjang S2 dan S3, satu SKS rata-rata terdiri dari 100 menit tatap muka dan 60 menit belajar mandiri.
Kembali pada masing-masing jenjang pendidikan. S1 bertujuan untuk mengenalkan mahasiswa pada bidang atau jurusan yang diminati, serta sebagai bekal untuk berpikir secara sistematis. Durasi dalam menempuh jenjang ini yakni mulai dari delapan semester dengan target minimal 144 SKS. Jika dikalkulasi berdasarkan jumlah SKS rata-rata yang diambil oleh mahasiswa per semester, yakni 18 SKS. Maka jenjang pendidikan ini akan menghabiskan waktu lebih dari 8000 jam.
Lalu, pada jenjang S2 yang merupakan program lanjutan bagi para mahasiswa untuk dapat lebih mendalami suatu ilmu secara lebih detail. Berbeda dengan sebelumnya, jenjang ini hanya memiliki durasi paling cepat empat semester. Bobot SKS yang ditargetkan adalah minimal 38 SKS. Setelah dihitung, rupanya dalam menempuh jenjang ini kita memerlukan waktu lebih dari 1000 jam lamanya untuk menyelesaikan jenjang ini.
Sedang pada jenjang S3, mahasiswa akan menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian secara mandiri. Dengan durasi paling cepat enam semester dan target SKS minimal adalah 76, jika bidang yang diambil linear dengan bidangnya semasa S1. Perhitungan pun menunjukkan waktu lebih dari 1000 jam.
Usai menghitung total semua durasi pada tiap jenjang, ternyata waktu minimal yang dihabiskan untuk belajar guna menamatkan jenjang pendidikan tinggi adalah sekitar 10.000 jam, yang mana sesuai dengan “aturan 10.000 jam”.
Perhitungan tersebut semakin menguatkan teori bahwa untuk menjadi seseorang yang ahli tidak ada jalan pintas. Perlu ketekunan dan kesabaran dalam mencapainya. Berbagai tingkatan pun perlu dilalui satu persatu seperti anak tangga. Yah, kira-kira seperti tingkatan dalam bermain game, mulai dari newbie hingga pro.
Tentu saja apapun jenjang kita saat ini, perlu kita syukuri dan melakukan yang terbaik. Terlepas dari keputusan kita kedepannya apakah hendak melanjutkan hingga tingkat ahli atau tidak, ilmu yang diperoleh di jenjang manapun itu pasti lah memiliki manfaat. Aturan 10.000 jam ini memang berlaku pada jenjang pendidikan. Namun, tidak menutup kemungkinan siapapun dapat menjadi ahli di bidang apapun meski di luar jalur perkuliahannya.
Ditulis oleh:
Salsabila Aida Fitriya
Mahasiswa S-1 Departemen Biologi
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)