Kampus ITS, ITS News — Di tengah merebaknya pandemi COVID-19, seorang mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memutuskan berangkat studi ke luar negeri untuk menjalankan program magang laboratorium sejak akhir Februari lalu. Ialah Modista Garsia, mahasiswi Departemen Teknik Informatika ini berkesempatan menimba ilmu di National Chung Cheng University Taiwan.
Melalui informasi yang diberikan oleh Direktorat Kemitraan Global (DKG) ITS, perempuan yang biasa disapa Modista ini bisa mendapatkan pengalaman bekerja di luar negeri. Ketertarikannya mengikuti magang laboratorium ini adalah untuk mengisi waktu luang di semester delapan setelah rampung menyelesaikan tugas akhirnya. “Saya tidak bisa lulus di semester sebelumnya karena masih menunggu nilai kerja praktik yang baru keluar di semester delapan,” ungkap mahasiswa angkatan 2016 ini.
Tak hanya itu, Modista juga tertarik untuk mendaftarkan diri karena beasiswa yang ditawarkan dengan paket lengkap seperti asrama, uang saku bulanan, dan biaya tiket pesawat. “Saya pikir ini merupakan kesempatan yang baik untuk dicoba karena dengan biaya yang tidak terlalu besar, saya bisa mendapatkan ilmu di tempat baru dengan cara pembelajaran yang berbeda,” tuturnya dengan antusias.
Selama menjalankan periode magang di Taiwan, Modista mengaku diberikan topik bahasan yang tak menjadi fokus utamanya selama berkuliah di Teknik Informatika ITS. “Saya ditugaskan untuk mempelajari tentang skeleton estimation, yaitu dengan menjadikan gambar tulang manusia menjadi pose recognition untuk dipakai dalam pembuatan robot industri,” jelas alumni SMAK Frateran Surabaya ini.
Mempelajari sesuatu hal yang baru bukanlah sebuah kendala bagi perempuan asal Gresik ini, Modista mengaku bersyukur dengan perhatian yang diberikan oleh profesor pengampunya di sana dengan memberikan banyak referensi untuk dipelajari secara teori. “Bekal pembelajaran bahasa pemrograman selama kuliah di ITS pun turut membantu saya selama di sini,” terangnya.
Modista mengungkapkan bahwa selama mengerjakan topik magangnya di Laboratorium Multimedia, dirinya sangat terbantu dengan mahasiswa lain yang berasal dari berbagai negara seperti India, Iran, Polandia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia. “Kendati terdapat perbedaan kultur dan bahasa, kondisi pembelajaran di laboratorium sangat kondusif karena kami dapat terbuka dan bertanya apabila ada kesulitan,” ujarnya.
Banyaknya rekan sesama mahasiswa asing tidak menjadi suatu kendala bagi Modista untuk berkomunikasi karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Meskipun begitu, berada di negara yang menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa ibu mendorong Modista mengasah kemampuannya dalam bahasa Mandarin. “Salah satunya dengan mengikuti kelas Mandarin di Center of Language Service (CLS) kampusku,” cerita mahasiswa yang kerap aktif menjadi asisten dosen ini.
Menjalankan periode magang di tengah pandemi yang sedang merebak tentunya menjadi kekhawatiran Modista saat akan berangkat ke Taiwan. Namun, setelah mendapatkan informasi dari keluarganya yang berada di sana membuat Modista tak lagi ragu untuk berangkat. “Saya mendapatkan informasi bahwa penanganan COVID-19 di Taiwan terkendali dan terbukti dengan apa yang saya lihat sendiri selama berada di sana,” terangnya.
Modista menceritakan bahwa setiap memasuki gedung di Taiwan harus dilakukan tes temperatur tubuh terlebih dahulu. Selain itu, jarak antar meja di laboratoriumnya diatur sedemikian rupa sehingga diperbolehkan untuk melepas masker. Dalam pandangannya, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan tidak seketat di Indonesia. “Untuk naik kendaraan umum seperti bus atau kereta hanya diwajibkan bermasker tanpa ada pemeriksaan lainnya,” urainya.
Lebih lanjut mengenai penanganan COVID-19 di negeri Naga Kecil Asia ini, Modista menuturkan sempat ada kekhawatiran dari pemerintah Taiwan akan bertambahnya kasus positif COVID-19 saat spring break pada tanggal 1 hingga7 April lalu. “Saat hari terakhir spring break, ada pesan masuk ke seluruh nomor telepon genggam masyarakat Taiwan perihal daftar tempat-tempat yang harus diwaspadai.” jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah sistem yang bagus dan patut untuk dicontoh. Modista menambahkan, setelah pesan tersebut tersebar, setiap orang yang berkunjung ke tempat yang masuk dalam daftar dihimbau untuk melakukan karantina mandiri. “Selain itu, dalam aplikasi Google Maps juga memberikan tanda keterangan pada suatu tempat yang pernah dikunjungi pasien COVID-19,” paparnya.
Terlepas dari kekhawatirannya berada di negeri seberang kala pandemi melanda, Modista sangat mensyukuri kesempatan yang didapatkannya ini. Ia mengaku memperoleh banyak pelajaran selama di sana, terutama mengenai kultur masyarakatnya yang tanggap bila dimintai pertolongan. “Waktu itu ada mahasiswa yang diminta untuk mengerjakan sesuatu padahal hari sudah malam, ternyata langsung dikerjakan saat itu juga.” kenangnya.
Untuk itu, Modista berpesan pada mahasiswa ITS lainnya untuk jangan ragu mencoba kesempatan studi di luar negeri sebagai wadah untuk mengenal budaya negara lain. Jangan jadikan bahasa penghalang untuk studi ke luar. “Hal ini bisa diatasi dengan mengupayakan bahasa tubuh ataupun berkenalan dengan mahasiswa Indonesia yang ada di kampus tujuan,” pungkasnya. (tri/lut)
Kampus ITS, ITS News — Tak hanya berkomitmen untuk senantiasa menghadirkan inovasi mutakhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga
Kampus ITS, ITS News — Tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan aplikasi Kinderfin, untuk meningkatkan
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan atas inovasi anak bangsa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memperkuat nilai-nilai toleransi dan harmoni di tengah keberagaman