Kampus ITS, ITS News — Eksploitasi kayu yang masif berujung pada kelangkaan dan naiknya harga kayu. Fenomena ini berdampak langsung pada masyarakat yang mengandalkan kapal kayu sebagai penghidupannya. Berangkat dari isu tersebut, Prof Dr Ir Heri Supomo MSc mengembangkan bambu laminasi sebagai material kapal masa depan yang ramah lingkungan, estetis, terbarukan dan lestari. Penelitian ini mengantarkan Heri sebagai salah satu guru besar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Saat ini, kayu sebagai bahan dasar pembuatan kapal terancam mengalami kelangkaan. Alokasi waktu siap pakai yang tergolong lama jika dibandingkan dengan tingginya angka permintaan disinyalir menjadi penyebab utamanya. Heri membeberkan bahwa umur layak konstruksi kayu adalah sekitar 20 tahun. “Hal ini menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga kayu yang tidak terkontrol,” ujar dosen Departemen Teknik Perkapalan ITS ini.
Bahkan untuk kayu dengan kualitas kelas dua saat ini, harga termurahnya menyentuh angka 30 juta rupiah per meter kubiknya. Nominal ini diprediksi akan terus melambung jika melihat ketersediaan kayu di Indonesia. Ancaman ini tentunya dapat mempengaruhi rantai pasok industri galangan kapal rakyat apabila tak kunjung diatasi.
Pemilik galangan kapal merupakan pihak pertama yang terdampak oleh kelangkaan kayu. Di samping itu, pihak seperti nelayan, pedagang ikan, dan industri kecil menengah (IKM) galangan kapal rakyat juga turut merasakan dampaknya meskipun tidak secara langsung. Sehingga diperlukan sebuah alternatif bahan baku kapal untuk menghentikan ketergantungan manusia kepada kayu.
Heri yang prihatin pada kondisi ini, mencoba melakukan penelitian mengenai bambu sebagai pengganti material kayu pada pembuatan kapal masa depan. Menurut Heri, bambu merupakan material alami yang terbarukan dan ramah lingkungan. Bambu juga memiliki variasi jenis yang cukup beragam dan jumlahnya sangat melimpah.
Selain itu, harganya pun cenderung lebih murah karena penanaman dan perawatan yang relatif mudah. “Yang paling menonjol dari bambu ialah pertumbuhan yang cukup baik dan cepat sehingga kurang dari tiga tahun bambu sudah dinyatakan layak konstruksi,” tutur Heri.
Dari penelitiannya, Heri menemukan bahwa bambu ori dan bambu betung dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk konstruksi kapal. Berdasarkan uji kekuatan tarik dan kekuatan lentur, bambu ori memiliki kuat tarik mencapai 185,55 MPa dan kuat lentur sebesar 86,92 MPa. Sedangkan bambu betung memiliki kuat tarik 149,75 MPa dan kuat lentur 74,82 MPa. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua jenis bambu memiliki kekuatan di atas kayu jati dan sangat mungkin digunakan sebagai bahan membuat kapal.
Tak hanya sekadar diuji, material bambu juga diawetkan untuk membunuh berbagai mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan. Metode pengawetan yang digunakan adalah perendaman dengan bahan kimia selama tujuh hari. Hasil yang diperoleh dari metode pengawetan ini setara dengan perendaman di air sungai selama empat bulan.
Selanjutnya, bambu melewati proses pematusan di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar airnya sampai 20 persen. Bambu yang sudah kering kemudian melewati fabrikasi laminasi dengan perekat epoxy polyamide. Perekat jenis ini memiliki hasil nilai uji tarik yang memenuhi standar ASTM D4541.
Didapatkan kekuatan tarik rata-rata perekat pada bambu ori adalah 7,917 MPa dan bambu betung adalah 7,470 MPa. “Harganya yang lebih murah dibandingkan dengan perekat lainnya tentunya akan menekan biaya pekerjaan dan meningkatkan produktivitas,” tandas Heri.
Lebih lanjut, Heri menjelaskan bahwa penelitian ini sendiri telah berjalan selama delapan tahun. Pada tahun 2018, purwarupa pertama kapal berbahan laminasi bilah bambu yang dinamai Baito Deling 001 telah selesai diproduksi. Purwarupa ini merupakan kapal berbahan laminasi bilah bambu pertama di dunia yang diuji langsung di laut.
Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan peresmian secara langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014 sampai 2019, Ibu Dr HC Susi Pudjiastuti. Hal ini tentunya menjadi sebuah tonggak utama yang dapat memvalidasi bahwa material laminasi bilah bambu dapat digunakan sebagai bahan utama konstruksi kapal.
Kendati sudah diresmikan, Heri menyebutkan bahwa penelitian masih akan terus berlanjut untuk penyempurnaan lainnya. “Harapannya kapal laminasi bambu ini dapat memberikan sumbangsih material alternatif konstruksi kapal yang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi Indonesia,” pungkasnya. (ram/lut)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan