Kampus ITS, ITS News – Ekosistem hutan gunung tak hanya penting bagi flora dan fauna yang menempati habitat tersebut. Secara keseluruhan, ekosistem ini dapat melindungi manusia dari berbagai bencana alam. Melihat kepentingan tersebut, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) meneliti pengaruh dari perubahan tata guna lahan hutan pegunungan terhadap kestabilan tanah di daerah pegunungan, serta menganjurkan adanya pengembalian tata guna lahan tersebut.
Dosen yang juga peneliti senior dari Pusat Studi Mitigasi, Kebencanaan, dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan, penebangan hutan gunung yang termasuk kawasan lindung akan mengganggu ekosistem kawasan hutan tersebut terlepas dari statusnya yang bersifat legal atau tidak. “Hal ini sudah terjadi berpuluh-puluh tahun, seperti perubahannya menjadi kawasan wisata, hotel, vila, pemukiman modern, dan perkampungan padat,” jelasnya.
Salah satu akibat perubahan tata guna lahan ini, lanjutnya, adalah terganggunya stabilitas tanah gunung yang berubah menjadi kritis dan siap longsor. Hal ini terjadi karena kestabilan tanah gunung sendiri sangat bergantung terhadap iklim dan pohon. Tanah gunung, hutan dan iklim secara bersama akan membentuk simbiosis mutualisme dalam satu ekosistem hutan asli. “Bisa dibayangkan kalau salah satu faktor tersebut dihilangkan,” ucap Amien.
Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS ini pun menjelaskan peran pohon dalam kestabilan tanah gunung. Tanah gunung sendiri terbentuk dari pelapukan batuan yang disebabkan oleh akar pohon. Pohon akan terus berusaha mencari nutrisi mineral tanah lewat akar yang ujungnya mengeluarkan enzim untuk melapukkan batuan.
Seiring dengan berjalannya waktu, pohon akan bertambah besar dan akarnya akan bertambah panjang. Akhirnya tanah pun akan menjadi tebal dan hutan menjadi lebat menutupi seluruh gunung. “Tanah gunung yang tebal ini bisa stabil di lereng yang tajam karena ditahan oleh akar serabut hutan, sedangkan akar tunjang akan berfungsi sebagai anchor ke lapisan tanah yang ada di bawahnya,” tambahnya.
Di hutan, daun dan ranting pohon yang jatuh ke dasar hutan akan membentuk lapisan serasah tebal yang akan ke tanah melewati lapisan serasah yang akhirnya meresap ke dalam tanah, mengisi cadangan air bawah tanah. Hutan di gunung mampu meresap air hujan semusim sedalam tanah sebesar 80 persen, dan sebagian kecil air hujan dialirkan sebagai air permukaan secara proporsional di sekeliling gunung sebagai mata air. “Sumber air ini yang akan menyuplai dan menambah debit air sungai di sekeliling gunung,” ujar Amien.
Melihat besarnya peran pohon dalam kestabilan tanah gunung serta ekosistemnya, Amien mengatakan bahwa perubahan tata guna lahan gunung bisa berakibat fatal. Penggantian hutan asli di pegunungan menjadi kawasan wisata dapat menyebabkan tanah gunung tidak terlindungi dan tidak stabil. Tanah gunung akhirnya siap longsor dan hanya menunggu pemicu seperti hujan dan atau gempa.
Tanpa adanya pepohonan, akan muncul retakan-retakan di tanah kering yang akan semakin melebar. Saat musim hujan datang, air hujan akan mengalir dan sebagian akan meresap retakan tanah lereng, sehingga tanah lereng bertambah berat dan mulai bergerak dengan ditunjukkan adanya tanah ambles.
Air hujan yang meresap ke dalam tanah akan menurunkan daya ikat (kohesi) tanah, sehingga tanah lereng akan longsor seperti cairan. “Longsoran ini akan membawa turun apa saja yang ada di atasnya, seperti batu batu besar, pohon, kayu kayu gelondongan, atau bahkan rumah,” tutur dosen yang aktif meneliti terkait kebencanaan ini.
Itulah mengapa Amien sangat mengharapkan adanya tindakan dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan gunung mengingat banyak yang sudah beralih fungsi. Menurutnya, sekarang banyak kawasan pegunungan yang sudah menjadi milik pribadi, pejabat dan pengembang. “Pemerintah harus tegas untuk mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan hutan yang berfungsi sebagai lindung dan resapan,” tandasnya mengingatkan. (ri/HUMAS ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan