ITS News

Rabu, 13 November 2024
25 Januari 2021, 06:01

Anemia, Musuh Remaja Indonesia (Opini Hari Gizi Nasional)

Oleh : itssen | | Source : ITS Online

Ilustrasi memperingati Hari Gizi Nasional 2021

Kampus ITS, Opini – Selain menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia saat ini juga tengah berjuang mengatasi permasalahan gizi. Salah satu masalah gizi yang menjadi pusat perhatian adalah penderita anemia di usia remaja, sebab penyakit ini dapat merenggut masa depan para remaja Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah solusi untuk menuntaskan permasalahan ini.

Menurut National Institute of Health (NIH), anemia merupakan sebuah kondisi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup. Penyebab terjadinya kekurangan sel darah merah ini dapat diakibatkan karena kekurangan zat besi, vitamin, ataupun penyakit kronis.

Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, remaja didefinisikan sebagai penduduk berusia pada rentang 10 hingga 18 tahun. Yang mana usia tersebut merupakan momen penting bagi perkembangan fisik, kemampuan berpikir, moral, dan kreativitas pada manusia. Sehingga, perhatian khusus perlu diberikan pada seseorang ketika menginjak usia remaja.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 32% atau tiga dari sepuluh remaja Indonesia menderita penyakit anemia. Hal ini dipengaruhi oleh asupan gizi rutin yang tidak optimal serta kurangnya aktivitas fisik. Sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengangkat tema Remaja Sehat, Bebas Anemia pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2021.

Jika dilihat dengan kacamata yang lebih luas, terdapat beberapa permasalahan dibalik tingginya jumlah penderita anemia pada usia remaja di Indonesia.

Pertama, masih kurangnya edukasi terhadap remaja putri Indonesia untuk mengonsumsi suplemen zat besi. Hal ini dibuktikan Weliyati dan Riyanto pada 2012 lalu. Pada penelitian yang mereka lakukan, mereka menyebutkan bahwa 96,4% remaja putri yang menjadi responden penelitian tidak berkeinginan mengonsumsi suplemen zat besi selama menstruasi. Hal tersebut didasari kurangnya pengetahuan tentang pencegahan anemia pada saat menstruasi.

Perlu diketahui, suplementasi pada remaja putri ini merupakan intervensi spesifik pemerintah untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat. Apabila intervensi ini tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap kualitas dari generasi yang akan datang.

Kedua, tingkat kemiskinan di Indonesia yang semakin tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Maret 2019 hingga September 2020 jumlah kemiskinan di Indonesia mencapai 26,42 juta jiwa dengan peningkatan sebanyak 1,63 juta jiwa. Secara tidak langsung, permasalahan ini memengaruhi pemenuhan gizi seimbang remaja yang berada di bawah garis kemiskinan.

Permasalahan selanjutnya adalah masih rendahnya kesadaran orang tua untuk menjaga pola makan serta pemenuhan gizi yang seimbang bagi anaknya. Bukti nyatanya dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat Indonesia, makan hanya sekadar untuk mengenyangkan bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh.

Dari beberapa permasalahan tersebut, dapat dilihat bahwa perlu adanya kerjasama dan perhatian lebih dari pemerintah serta masyarakat dalam melawan penyakit anemia ini. Sebab, persoalan gizi remaja tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja, namun perlu dukungan dan kontribusi dari segala sektor.

Dengan demikian, melalui peringatan HGN 2021 (25/1) ini saya mengajak kepada seluruh masyarakat serta pemerintah dari seluruh sektor di mana kalian bekerja untuk bahu membahu untuk menyelesaikan permasalahan anemia pada diri remaja di Indonesia. Sehingga mewujudkan remaja Indonesia yang produktif, kreatif, serta kritis, dan pastinya terbebas dari penyakit anemia bukan menjadi sebuah mimpi.

 

Ditulis oleh:
Husin Muhammad Assegaff
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Informatika
Angkatan 2019
Reporter ITS Online

Berita Terkait