Malang, ITS News – Di Desa Sanankerto, Malang, bambu dikenal sebagai satu komoditas dengan potensi pemanfaatan beragam. Melihat potensi tersebut, tim pengabdian masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berupaya memaksimalkan produksi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tusuk sate berbahan bambu.
Kilas balik sejenak, dosen tim Abmas ini, Dewanti Anggrahini ST MT menceritakan bahwa desa yang mereka pilih merupakan kawasan yang memanfaatkan bambu sebagai sumber pencaharian. Terlihat dari adanya Ekowisata Boon Pring, UKM kerajinan, hingga UKM tusuk sate yang menjadi primadona. Meskipun demikian, wanita ini menyebutkan jika proses pengolahan bambu di desa tersebut masih dilakukan secara konvensional. “Alhasil, keuntungan yang didapatkan masyarakat masih belum maksimal,” tuturnya.
Lebih dalam lagi, dosen yang akrab disapa Dewanti ini mengungkapkan, tiap UKM tusuk sate di desa tersebut rerata menghasilkan dua kilogram produk tusuk sate per harinya. Proses yang dilakukan pegiat UKM dimulai dari pemotongan bahan bambu, pembelahan batangnya, hingga penyerutan. “Selanjutnya, tusuk sate setengah jadi tersebut dikirim ke pabrik untuk dilakukan proses finishing (menghaluskan), packaging (pengemasan), serta pemasaran produk,” ungkapnya.
Keinginan untuk mengoptimalkan produksi serta mewujudkan kemandirian UKM tusuk sate akhirnya menggugah Dewanti membentuk tim Abmas. Menurutnya, tim ini dibentuk guna membina masyarakat sekaligus merancang alat yang mampu mendorong produktivitas UKM tusuk satenya.
Lewat Abmas ini, Dewanti bersama lima dosen dan lima mahasiswa ITS lainnya merancang tiga alat dari penerapan teknologi tepat guna. Di antaranya ada mesin penyerut bambu, mesin poles tusuk sate, dan mesin pengemas tusuk sate. “Seluruh mesin ini dirancang dengan sistem kendali mikrokontroler agar lebih efisien dan menghasilkan profit besar,” tegasnya
Pada mesin penyerutan, bambu dapat dimasukkan langsung ke dalam mesin penyerut dan akan diproses dengan dua mata pisau yang tertanam pada alat. Hal ini mempersingkat proses produksi yang sebelumnya harus dibelah menjadi potongan kecil terlebih dulu. Tusuk sate hasil luaran mesin serut kemudian diolah pada mesin poles yang menerapkan gaya gesek antar tusuk sate agar tidak ada serat-serat bambu.
Memasuki fase akhir, bambu dimasukkan ke alat pengemasan yang memanfaatkan sensor hitung. Dengan sensor ini, tusuk sate bisa dikemas secara otomatis ke dalam kemasan dengan jumlah yang ditentukan operator. Menurut Dewanti, peningkatan pada produksi terlihat dari jumlah bilah bambu pada satu kali proses serut yang dapat mencapai sepuluh bilah. Lebih lanjut, masing-masing bilah bambu dapat menghasilkan empat batang tusuk sate. “Sehingga tenaga manusia yang dibutuhkan turut menurun dengan adanya mesin terotomasi ini,” ujarnya
Dosen Teknik Sistem dan Industri ini mengungkapkan, tugas yang harus tim Abmas ini tuntaskan selanjutnya adalah melatih pemasaran tusuk sate agar UKM menjadi semakin independen. Oleh karena itu, Dewanti mengungkapkan, selanjutnya mereka akan fokus mendampingi masyarakat yang terlibat dalam memasarkan produk tusuk sate. “Selain itu, kami juga ingin memberikan pelatihan soal pengukuran waktu produksi, pemanfaatan fasilitas alat dan cara peningkatan ketersediaan UKM tusuk sate di Desa Sanankerto,” pungkasnya mengakhiri. *
Reporter: Gita Rama Mahardhika
Redaktur: Muhammad Faris Mahardika
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan atas inovasi anak bangsa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Universitas
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memperkuat nilai-nilai toleransi dan harmoni di tengah keberagaman
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) resmikan Computer
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih