ITS News

Minggu, 17 November 2024
26 Februari 2021, 15:02

Tingkatkan Kualitas Garam Lokal, Mahasiswa ITS Gagas SHASA

Oleh : Tim Website | | Source : its.ac.id
Muhammad Arif Billah, mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil ITS dengan gagasannya berupa Smart House Salt Maker Tenaga Solar Cell

Muhammad Arif Billah, mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil ITS dengan gagasannya berupa Smart House Salt Maker Tenaga Solar Cell

Kampus ITS, ITS News – Kualitas garam lokal masih dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan dunia industri yang mensyaratkan garam dengan kualitas tinggi. Berangkat dari permasalahan tersebut, mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menuangkan sebuah gagasan Smart House Salt Maker dengan tenaga surya yang bernama SHASA.

Dalam gagasannya yang bertajuk SHASA: Smart House Salt Maker Tenaga Solar Cell untuk Mendorong Swasembada Garam Nasional Berkelanjutan di Wilayah Kabupaten Banyuwangi tersebut, Muhammad Arif Billah ingin membangtu meningkatkan produksi petani garam me jadi lebih baik lagi.

Mahasiswa yang akrab disapa Arif tersebut menuturkan, pandemi Covid-19 yang mewabah telah memberikan banyak pengaruh di berbagai bidang, termasuk sektor industri garam. Apalagi dengan adanya cuaca yang makin tak menentu saat ini. Tak hanya menimbulkan lesunya harga garam, kondisi ini juga membuat para petani, khususnya di daerah Banyuwangi, kesulitan dalam proses produksi. Hal tersebut ditengarai menjadi penyebab pemerintah meningkatkan volume impor garam.

Gambaran rumah garam hasil inovasi Muhammad Arif Billah, mahasiswa Teknik Infrastruktur Sipil ITS

Gambaran rumah garam hasil inovasi Muhammad Arif Billah, mahasiswa Teknik Infrastruktur Sipil ITS

Tak mau hal tersebut terus terjadi, Arif tertarik untuk membuat sebuah sistem tambak yang dapat memproduksi garam secara otomatis tanpa terpengaruh oleh cuaca. Sistem tersebut yang akhirnya ia namai dengan sebutan SHASA. “Yakni merupakan rumah garam yang berbentuk setengah lingkaran dan di bawahnya terdapat kolam garam dan lampu pemanas,” papar pemuda kelahiran Banyuwangi, 14 Juli 2002 tersebut.

Lampu tersebut, sambungnya, dikontrol menggunakan arduino dan sensor yang berfungsi untuk memanaskan air laut yang masuk ke dalam rumah garam. Selain itu, SHASA dilengkapi dengan empat sensor lain, di antaranya adalah sensor cahaya, sensor hujan, sensor salinitas, serta sensor suhu dan kelembaban. “Sensor-sensor tersebut memiliki peran penting dalam mendeteksi keadaan cuaca sekitar,” ungkap mahasiswa yang aktif tergabung dalam Tim Penalaran ITS tersebut.

Arif mencontohkan, jika cuaca mulai mendung dan terjadi hujan, sistem pemanas dari SHASA akan bekerja sehingga air tua atau air jenuh dari laut tetap dapat terproses. Meskipun sistem ini dinilai tidak ekonomis bagi para petani garam, namun sebenarnya pengeluarannya terhitung lebih murah jika dibandingkan dengan jumlah produksi garam yang dihasilkan.

“Untuk kolam berukuran 7×8 meter diprediksi mampu menghasilkan garam sebanyak 500 kilogram, dan jika harga garam berada di kisaran Rp 500 per kilogram maka untung yang dihasilkan bisa lebih banyak,” terangnya.

Presentasi Muhammad Arif Billah dalam Online National Competition yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) Sumatera, Januari lalu

Presentasi Muhammad Arif Billah dalam Online National Competition yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) Sumatera, Januari lalu

Arif mengaku memilih Banyuwangi sebagai objek studi kasusnya karena cuaca dan iklim di Kota Gandrung tersebut cocok dijadikan lahan garam. Terlebih, kota tersebut juga identik dengan Kota Tuban yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, ide tersebut ia harapkan mampu menjadi pilihan alternatif bagi petani dalam mengoptimalisasi produksi dan kualitas garam.

Ketekunannya dalam menuliskan ide ini membawa keberhasilan mengalungi medali perak dalam Online National Essay Competition yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) Sumatera, Januari lalu. “Ide ini ditanggapi juri dengan respon positif. Selain itu, mereka menilai bahwa ide ini mampu memberikan kebermanfaatan jika terealisasikan dengan apik,” imbuh mahasiswa yang kerap menjuarai berbagai perlombaan esai tersebut.

Ke depan, Arif berharap ide tersebut tak hanya berupa gagasan, melainkan dapat direalisasikan ke kehidupan nyata. Selain itu, dirinya juga berharap agar ide cemerlangnya ini dapat dikembangkan dan dilirik oleh para stakeholder seperti pemerintah dan institusi lainnya. “Semoga garam lokal dapat terus berkembang, sehingga mampu mengurangi ketergantungan impor,” pungkasnya berharap. (HUMAS ITS)

Reporter: Erchi Ad’ha Loyensya

Berita Terkait