Kampus ITS, ITS News−Indonesia secara sah turut serta dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Poin keempat SDGs berisikan penjaminan kualitas pendidikan yang inklusif dan setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama.
Kualitas pendidikan di Indonesia dikaji oleh UNESCO, badan internasional yang mendukung kerja sama antar negara di dunia melalui bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Berdasarkan studi UNESCO pada tahun 2014, Indonesia menempati urutan ke-110 dari 187 negara dalam penilaian indeks pembangunan manusia. Hal ini dikarenakan angka putus sekolah di Indonesia masih tinggi, terutama untuk siswa dari keluarga kurang mampu.
Permasalahan ini juga turut diperhatikan oleh salah satu mahasiswa Departemen Sistem Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Tarisa Aliyah Hakim. Ia menyalurkan pemikirannya lewat kompetisi Infographic Competition Global Movement 2021 yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS pada tanggal 30 Januari lalu. Kunci pemikirannya dalam mengurangi kesenjangan pendidikan adalah para pemuda bangsa.
Buah pemikiran dari pemudi yang akrab disapa Tarisa ini berawal dari tindakan pemerintah yang dianggap kurang efektif salam menyelesaikan permasalahan pendidikan. Beberapa diantaranya adalah kebijakan sekolah gratis dan kurangnya menggali potensi tenaga pendidik. Kebijakan sekolah gratis dianggap kurang solutif karena masih banyak penyelewengan yang terjadi di lapangan. Potensi tenaga pendidik di beberapa juga kurang dimaksimalkan sehingga banyak dari mereka beralih profesi.
Dalam infografis yang dibuat oleh mahasiswa asal Jakarta ini disebutkan bahwa terdapat tiga unsur utama dalam sistem pendidikan. Tiga unsur tersebut adalah sarana dan prasarana pendidikan, isi pendidikan atau kurikulum, serta tenaga pendidik atau guru. Namun sayangnya persebaran guru kurang merata terutama di daerah terpencil. Kebanyakan guru tersebar di pulau Jawa dan hanya sedikit yang ada di pulau Papua.
Pemuda bangsa memiliki tanggung jawab untuk menuntun bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, termasuk dalam bidang pendidikan. Permasalahan yang dihadapi bangsa tidak hanya berdampak pada masa kini, tetapi juga pada masa depan. Disinilah peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa. “Pemuda berperan sebagai jembatan kesenjangan pendidikan di Indonesia,” tuturnya.
Tarisa menyatakan bahwa pemuda bangsa memiliki peran ganda dalam upaya pemerataan pendidikan Indonesia. Salah satunya yaitu sebagai agen pembangunan dengan mendirikan sekolah alternatif non-formal untuk membantu anak-anak putus sekolah. Selain itu, pemuda juga dapat mengadakan riset dalam bidang pendidikan atau kegiatan volunteer menjadi tenaga pendidik di daerah terpencil.
Selain generasi muda bangsa, pemerintah dan lembaga pendidikan juga patut diikutsertakan dalam upaya pemerataan pendidikan ini. Pemerintah dapat meningkatan kualitas serta persebaran tenaga pendidik secara merata, dan lembaga pendidikan dapat mendorong pengetahuan dan karakter para pemuda. Kedua pihak tersebut juga berperan untuk mendukung serta mengkoordinasi program pemerataan pendidikan yang dicanangkan oleh para pemuda bangsa. (*)
Reporter: ion7
Redaktur : Muhammad Ainul Yaqin
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan