ITS Kampus, ITS News – Ekosistem mangrove yang terus berkurang karena masifnya alih fungsi lahan, menimbulkan kekhawatiran tersendiri terhadap pelestarian pesisir pantai. Melihat permasalahan tersebut, Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Setiyo Gunawan ST PhD yang telah dikukuhkan, Rabu (31/3), tergerak mengembangkan alternatif teknologi Batch-wise Solvent Extraction untuk pemanfaatan minyak dari biji nyamplung (mangrove) guna menyokong kelestarian dan memaksimalkan kebermanfaatan dari mangrove.
Nyamplung sendiri yang termasuk ke dalam jenis tanaman mangrove associate ditanam di Indonesia sebagai penahan gelombang pasang. Ditambah lagi, setiap bagian dari nyamplung memiliki berbagai manfaat seperti halnya minyak biji nyamplung yang berguna sebagai bahan bakar ataupun sebagai obat dalam meredakan alergi tertentu.
Dosen yang biasa disapa Gunawan tersebut berujar, selama ini belum ada penelitian yang berkaitan dengan pemurnian minyak nyamplung. “Padahal (minyak nyamplung) dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi untuk kebutuhan manusia baik pangan maupun nonpangan,” tuturnya.
Menurut Gunawan, dalam pemurnian minyak nyamplung menjadi sumber minyak pangan perlu diperhatikan pemilihan metode yang tepat. Di mana teknologi yang biasanya digunakan dalam industri saat ini adalah metode secara kimia (chemical refining) dan metode fisika (physical refining).
Akan tetapi, kedua metode tersebut memiliki tahapan proses yang dianggap berbahaya. “Pertama, metode tersebut menggunakan senyawa kimia basa natrium hidroksida yang berlebih pada proses netralisasi sehingga dapat mencemari lingkungan,” jelas dosen Departemen Teknik Kimia ITS tersebut.
Selain itu, lanjutnya, kontaminan yang dihasilkan dari proses menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut (bleaching) pada minyak pun diragukan kehalalannya. Proses tersebut, ungkap Gunawan, di sebagian besar industri minyak nabati menggunakan karbon aktif yang berasal dari tulang hewan karena harganya murah. “Namun, hal ini akan menjadi bahaya bila digunakan tulang hewan seperti babi karena tidak memenuhi persyaratan keamanan secara religius bagi umat muslim,” terang Kepala Pusat Kajian Halal (PKH) ITS tersebut.
Masih tentang tahapan proses pemurnian yang ada saat ini, terdapat kandungan senyawa berbahaya 3-Monochloropropane-1,2-diol (MCPD) Ester dalam minyak goreng yang dihasilkan. Di mana aktivasi pembentukan senyawa tersebut terjadi dalam penambahan asam pada proses degumming.
Selain itu, terdapat proses deodorisasi yang perlu menggunakan suhu tinggi dalam prosesnya. “Sehingga diperlukan solusi berupa metode yang efisien agar terbebas dari kandungan senyawa tersebut,” terang alumnus National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) ini.
Oleh karena itu, Guru Besar Bidang Teknologi Pangan tersebut mengembangkan pembaharuan teknologi pemurnian minyak goreng dengan metode Batch-wise Solvent Extraction. Metode ini telah terbukti lebih aman dan sederhana karena menggantikan fungsi dan tahapan degumming, neutralization dan bleaching pada metode yang ada saat ini. Tak hanya itu, beban proses deodorisasi lebih ringan karena menggunakan suhu yang lebih rendah untuk operasinya.
Dalam metode tersebut, konsep perbedaan polaritas digunakan sebagai dasar pemurnian minyak goreng ketika senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar dan sebaliknya. Secara garis besar, kandungan senyawa triasilgliserol (TAG) yang ada pada minyak goreng membuatnya dapat larut pada pelarut heksana dan akan berkumpul dalam nonpolar liquid fraction (NPLF) yang mewakili 74,1 persen minyak mentah nyamplung. “Barulah selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel atau deodorizer dalam produksi minyak goreng,” ujar pengampu Laboratorium Teknologi Biokimia ini.
Sementara itu, menurut Gunawan, senyawa free fatty acid (FFA) dan kandungan pengotor lainnya akan larut dalam pelarut metanol dan berkumpul pada polar liquid fraction (PLF), sehingga selanjutnya dapat digunakan di industri kosmetik maupun farmasi. Dengan metode Batch-wise Solvent Extraction yang menambah jumlah tahapan proses tersebut, pemurnian minyak goreng dapat meningkat dari 78 persen menjadi 91,46 persen pada tahap satu serta menjadi 98,5 persen pada tahap delapan.
Bila dibandingkan dengan kualitas minyak nabati lainnya seperti minyak kelapa sawit, masih terlihat bahwa kualitas minyak nyamplung cukup menjanjikan untuk dipasarkan karena kualitas asam lemak buruknya lebih sedikit daripada minyak kelapa sawit. Sesuai dengan kaidah fiqih, apabila ada dua hal mudharat yang tidak bisa kita hindari semuanya, maka yang kita lakukan adalah memilih mudharat yang lebih ringan. “Di mana produksi minyak nyamplung secara ekonomi adalah sebesar 7-12 ton hektar per tahun lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang hanya lima ton per tahun,” papar Gunawan.
Dengan demikian, menimbang keunggulannya, gagasan pemanfaatan minyak nyamplung yang disampaikan oleh dosen kelahiran tahun 1976 ini pun dapat mendorong ekonomi hijau yang cocok mendukung program Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dikarenakan tanaman nyamplung memiliki ketahanan yang tinggi terhadap kondisi yang ekstrem, seperti angin kencang, air payau, dan kekeringan. Ditambah lagi, kelestarian ekosistemnya pun dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tsunami.
Tak luput juga, Gunawan menyatakan bahwa gagasan ini dapat mendukung program Kawasan Industri Halal (Halal Industrial Park) yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi karena proses produksinya tidak melibatkan senyawa kimia asam, basa, dan bahan najis. “Sehingga halal sebagai persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan dalam penggunaan dan konsumsi produknya bagi konsumen dan pelaku industri pun dapat terpenuhi,” pungkasnya penuh harap. (HUMAS ITS)
Reporter: Astri Nawwar Kusumaningtyas
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan