Kampus ITS, ITS News – Kabar duka datang dari Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang hilang kontak di perairan Bali, Rabu (21/4) dini hari dan ditemukan keberadaanya, Minggu (25/4). Saat ini proses evakuasi tengah diupayakan oleh petugas berwenang dengan dengan maksimal. Menanggapi peristiwa ini, beberapa pakar bidang Teknik Kelautan dan Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) angkat bicara.
Menurut Dr Ir Wisnu Wardhana MSc SE, dosen Teknik Kelautan ITS, semula kapal yang diproduksi di tahun 1980-an ini dirancang untuk bisa tenggelam pada kedalaman 300 meter. Sementara di usia kapal yang memasuki 40 tahun ini, ia mengungkapkan bahwa kemampuan menyelam kapal diperkirakan berkurang hingga 200 meter. “Pada titik ini, kemampuan hidrolastik yang tidak lebih dari 20 bar dipaksa menerima tekanan empat kali dari kemampuannya,” ujarnya.
Secara teknis ia mengungkapkan, pressure hull atau daerah kedap di kapal selam merupakan area dimana tekanan bisa diatur, sehingga manusia dan berbagai alat teknis diletakkan ditempat tersebut. Namun, diterangkan olehnya, pada proses terjun hingga kedalaman 833 meter (tempat dimana ditemukan), pressure hull mungkin mengalami kerusakan hingga akhirnya pecah. “Kondisi tersebut yang menyebabkan kapal selam mati, hingga akhirnya terjun dan menabrak,” ungkapnya.
Menanggapi lebih lanjut, sistem keamanan dan penyelamatan adalah substansi utama yang harus ditindaklanjuti. Sebagai upaya pencegahan di masa depan, ia menilai perawatan kapal perlu rutin dilakukan sesuai regulasi angkatan laut. Sedangkan pada proses evakuasi, target utama yang harus diangkut adalah kru dan rongsokan kapal selam. “Proses harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur operasi dengan sebaik mungkin dan hati-hati,” tegas laki-laki yang kerap disapa Wisnu ini.
Berbagi sudut pandang lain, Guru Besar Teknik Perkapalan ITS, Prof Ir I Ketut Aria Pria Utama MSc PhD mengungkapkan bahwa, kapal selam kebanyakan memakai kombinasi diesel elektrik, termasuk yang digunakan pada Nanggala 402. Pada tingkat kedalaman yang tinggi, kemampuan baterai yang dimiliki akan jauh berkurang. Hal ini dapat menjadi kemungkinan pada insiden tersebut.
Dikatakan Ketut, daya baterai ini dapat mempengaruhi kemampuan pengangkatan kapal pada situasi yang mendesak. Lebih lanjut, apabila posisi kapal berada pada suatu kawasan berarus sangat tinggi, maka beban kapal akan bertambah. “Beban kapal yang tinggi memerlukan tenaga pengangkatan yang lebih besar. Hal ini tidak didukung oleh daya baterai yang mulai menipis,” ungkapnya.
Kemungkinan lain yang diungkapkan Ketut adalah adanya masalah di mesin penggerak kapal. Alumni ITS ini melanjutkan, potret tumpahan minyak yang kini beredar kemungkinan disengaja untuk mengurangi beban pada kapal atau terjadi kebocoran. Massa jenis minyak yang lebih ringan daripada air menyebabkan minyak terangkat sampai muncul ke permukaan.
Baik Wisnu dan Ketut sepakat, urgensi pengembangan teknologi yang tepat guna perlu dilaksanakan dengan menyertakan akademisi atau perguruan tinggi di Indonesia. Mereka berharap insiden ini dapat dihindari di masa depan dan proses evakuasi berjalan dengan baik. “Dalam mengantisipasi kejadian serupa, kesiapan terkait kendala pada sistem atau mesin harus dioptimalkan dan dikenali lebih awal,” pungkas Ketut. (*)
Reporter : Faadhillah Syhab Azzahra
Redaktur: Fatih Izzah
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan