ITS News

Sabtu, 16 November 2024
05 September 2021, 18:09

Indonesia Harus Segera Manfaatkan Nikel

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Pendiri National Battery Research Institute (NBRI), Prof Dr rer nat Evvy Kartini dalam acara Silver Talks pada Minggu, (9/5).

Kampus ITS, ITS News – Perubahan iklim yang menjadi masalah dunia telah menghadirkan banyak gagasan baru untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah penggunaan baterai lithium-ion untuk mengurangi polusi. Bukan hanya dapat menggunakan baterai lithium-ion, Indonesia sebenarnya dapat memproduksi sendiri baterai tersebut karena kelimpahan cadangan nikel terbanyak di dunia yang berada di bawah permukaan bumi Indonesia.

Menurut Pendiri National Battery Research Institute (NBRI), Prof Dr rer nat Evvy Kartini, komposisi nikel menempati hingga delapan puluh persen tepatnya sebagai katoda dalam satu baterai ramah lingkungan ini. Namun, Indonesia masih belum dapat memaksimalkan kelimpahan nikelnya untuk membuat baterai lithium-ion sendiri karena tidak adanya wadah para ahli untuk bersatu. “Kita perlu tahu bagaimana cara mengolah nikelnya supaya dapat memproduksi baterai di Indonesia,” ungkapnya.

Tantangan lain yang perlu dihadapi Indonesia adalah semua tahapan harus dilakukan dengan ramah lingkungan, mulai dari penambangan nikelnya hingga untuk pengisian ulang baterai lithium-ion. “Jangan sampai berhasil memproduksi baterai lihitum-ion tetapi dalam prosesnya menghasilkan polusi,” papar Evvy dalam acara Silver Talks yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasisw Teknik Metarial dan Metalurgi (HMMT) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada Minggu, (5/9).

Rencana ekosistem industri baterai dan mobil listrik di Indonesia.

Karena tantangan yang ada, di pasaran Indonesia masih jarang ditemukan baterai lithium-ion sebagai sumber energi, melainkan menggunakan baterai lead-acid. Padahal, penggunaan baterai lithium-ion jelas lebih efektif dibandingkan dengan baterai lead-acid karena lebih ringan dan menghasilkan energi yang lebih besar. “Satu baterai lithium-ion bisa berkapasitas diantara tiga sampai empat volt dan satu sampai tiga amperehour, bahkan dapat bertahan lebih dari dua tahun,” jelasnya.

Seperti tidak hanya ingin bicara, Evvy mendirikan National Battery Research Institute (NBRI) yang bertujuan menggabungkan akademisi, pelaku industri, dan pemerintah untuk saling berkontribusi pada seluruh penlitian dan pelatihan terkait riset baterai di Indonesia. “Selama ini para ahli hanya melakukan riset saja tanpa tahu apakah akan digunakan dalam industri atau tidak,” ujar beliau.

Grafik perbandingan baterai lithium-ion yang dikembangkan dengan lead-acid yang umum digunakan.

Tidak lupa juga, Evvy mengajak para peserta acara khusunya mahasiswa untuk ikut berkontribusi dalam riset pengembangan baterai lithium-ion di Indonesia. Beliau berharap dari tangan-tangan merekalah masa depan akan dilahirkan. “Satu-satunya cara jika ingin maju, kita harus menguasai teknologi dan sumber daya alamnya dan itu berada di tangan kalian,” pesan beliau. (*)

Reporter: Faqih Ulumuddin
Redaktur: Fatih Izzah

Berita Terkait