ITS News

Senin, 16 Desember 2024
24 September 2021, 19:09

Mengulik Nasib Terkini Seorang Petani di Negeri Sendiri (Opini Hari Tani Nasional)

Oleh : Tim Website | | Source : ITS Online

Potret ilustrasi Hari Tani Nasional (sumber: Pexels)

Kampus ITS, Opini – Petani, “Penyangga Tatanan Negara Indonesia” akronim yang melekat dan selalu dipandang spesial sebagai penjaga ketahanan pangan negeri. Apalagi di masa pandemi ini, petani masih terus berjerih payah demi membawa padi tuk ibu pertiwi. Tetapi apakah petani sudah sejahtera dan dihargai?

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, negara yang perekonomiannya bergantung atau ditopang oleh sektor pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dipercaya dapat mendorong perekonomian negeri. Tapi nyatanya, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menyatakan dalam kurun waktu hampir 3 dekade terakhir, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun.

Negara agraris juga memiliki arti negara yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Namun kenyataannya tidak seperti itu. Kementerian Pertanian pada 2020 telah merilis data total petani di Indonesia saat ini hanya berjumlah 33,4 juta orang dari 270 juta penduduk di Indonesia. Kondisi ini cukup disayangkan, fakta di lapangan tidak menunjukkan ciri negara agraris yang melekat di negeri ini.

Apalagi permasalahan yang kini dihadapi para petani tak kunjung berhenti. Mulai dari persoalan mengenai harga gabah yang tak berpihak kepada petani, hingga stigma negatif petani yang dianggap tak menjamin sukses di masa nanti. Padahal kini yang menjadi petani sudah tidak muda lagi, jumlahnya pun sedikit sekali. Tetapi politisi masih tega memanfaatkan kesederhanaan hidup petani, untuk dieksploitasi demi terciptanya figur publik yang baik hati.

Miris! Sudah seharusnya para petani merasakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan. Petani adalah profesi yang mulia, kita harus menghormatinya, karena berkat merekalah kita bisa makan. Tak perlu banyak peraturan dan perundang-undangan. Hanya kesejahteraan yang mereka butuhkan.

Sudah bukan lagi masanya kita fokus pada peningkatan produksi hasil pertanian, melainkan regenerasi dan pengolahan hasil tani yang diutamakan. Tentu saja hal ini bukan semata tanggung jawab pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Namun butuh kolaborasi seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi dalam upaya memajukan sektor pertanian, serta mengatasi semua persoalan.

Potret ilustrasi Hari Tani Nasional (sumber: Google Image)

Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa pertanian adalah pondasi utama dalam mendorong pembangunan Indonesia. Melihat pentingnya perjuangan seorang petani dalam memajukan negara ini, maka merekalah pahlawan bagi negeri ini. Profesi petani patut kita hormati dan hargai, dengan rasa yang menjunjung tinggi sebagai bentuk pengabdian diri.

Selamat Hari Tani Nasional (24/9). Momentum inilah ajang untuk merefleksi diri sembari bersama-sama mengucapkan terimakasih kepada petani. Tanpa mereka, kita pun tak akan bisa makan nasi. Semoga pemerintah dapat membuka mata dan membuka hati, untuk bisa melihat nasib mereka saat ini, agar petani dapat lebih dimengerti. Petani adalah pahlawan bagi kami. Makmurkanlah petani agar hidup kita menjadi berarti. Sebab Bung Hatta menitipkan pesan ini.

“Hidup matinya sebuah negeri, ada di tangan sektor pertanian negeri tersebut”

 

Ditulis oleh:

Mukhammad Akbar Makhbubi

Mahasiswa Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota ITS

Angkatan 2019

Reporter ITS Online

Berita Terkait