ITS News

Sabtu, 16 November 2024
26 Oktober 2021, 17:10

Menilik Penyebab Perubahan Iklim dan Dampaknya Bagi Lingkungan

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Wahyu Eka Styawan menjelaskan pengertian perubahan iklim

Kampus ITS, ITS News – Climate change atau perubahan iklim semakin hari kian menunjukkan dampaknya. Suhu rata-rata bumi yang semakin naik menyebabkan banyak kerusakan pada alam, termasuk semakin tingginya permukaan air laut. ITS mengadakan Disaster Edu Webinar pada Sabtu (23/10) guna mengulik kembali penyebab dari perubahan iklim dan dampaknya bagi kehidupan manusia.

Wahyu Eka Setyawan, Manajer Kampanye WALHI Jawa Timur, menyebutkan kenaikan suhu rata-rata bumi sejak tahun 1850 s.d 2019 mencapai satu derajat celcius. Meski terdengar sedikit, namun dampak yang terasa sangat besar. Perubahan iklim ini menyebabkan banyak perubahan dalam berbagai sektor di kehidupan manusia. 

Diagram peningkatan suhu rata-rata bumi yang menyebabkan perubahan iklim

Mengutip dari data World Meteorological Organization (WMO), Wahyu membeberkan masifnya dampak perubahan iklim. Hal itu nampak dari adanya 1.600 orang meninggal karena gelombang panas dan kebakaran hutan, 35 juta orang terdampak banjir, 821 juta jiwa mengalami kekurangan gizi akibat kekeringan, pengasaman air laut, hingga penurunan oksigen di laut global.

Menurut Wahyu gas rumah kaca, emisi aerosol, dan perubahan penggunaan lahan menjadi faktor terjadinya perubahan iklim. Ketiga hal tersebut menyebabkan perubahan sistem iklim global meliputi peningkatan suhu air laut, melelehnya es di kutub, naiknya muka air laut, cuaca ekstrem, hingga perubahan siklus hidrologi. “Dampak-dampak tersebut turun lagi menjadi penyebab permasalahan-permasalahan spesifik di lingkungan,” jelasnya.

Penyebab perubahan iklim dan dampaknya pada lingkungan

Kendati dampaknya yang sungguh menyengsarakan, jumlah gas emisi di atmosfer semakin hari semakin bertambah. Emisi tersebut datang dari kegiatan pembukaan lahan hutan menjadi daerah pertanian atau perkebunan tanpa memperhatikan kondisi alam. Kondisi ini diperparah dengan penurunan jumlah pohon sebesar 36% di Indonesia. “Tidak ada pohon, maka emisi akan terus menumpuk di udara,” ucap Wahyu.

Wahyu juga menyinggung bahwa sistem ekonomi kapitalis yang hanya memikirkan tentang keuntungan juga berperan pada kondisi ini.. Para pebisnis masih sibuk dengan profit dan mengabaikan kondisi lingkungan yang membutuhkan perhatian lebih. “Dampaknya memang tidak akan terasa sekarang, tapi secara kumulatif sepuluh tahun yang akan datang,” tambahnya.

Di akhir sesi, Wahyu menyoroti sumber daya terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil yang potensial menjadi solusi emisi. Pengadaan energi pengganti minyak bumi dari kelapa sawit turut menjadi perhatian Wahyu. Pemanfaatan kelapa sawit sebagai pengganti bahan bakar fosil memang telah menggunakan sumber daya terbarukan. namun akan ada wilayah hutan yang ditebang guna menanam lebih banyak sawit. Menurutnya pemanfaatan energi surya, energi angin, dan energi air memiliki lebih sedikit risiko. “Walaupun tantangannya banyak, sudah menjadi tugas kita untuk mengoptimalkan teknologi tersebut,” pungkasnya. (*)

Reporter: ion20

Redaktur: Gita Rama Mahardhika

Berita Terkait