ITS News

Jumat, 27 September 2024
26 Oktober 2021, 10:10

Upaya Pencegahan Terorisme Lewat Deradikalisasi

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Ali Fauzi Manzi memaparkan mengenai serangan terorisme serta upaya pencegahan dalam webinar bertajuk “Sinergi Upaya Deradikalisasi dan Tantangan Bahaya Terorisme di Masa Depan” pada Sabtu (23/10)

Kampus ITS, ITS News – Terorisme menjadi ancaman yang serius bagi Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya lebih dari 311 aksi teror yang terjadi selama tahun 2000 hingga 2021. Menanggapi bahaya terorisme, Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyelenggarakan webinar bertajuk Sinergi Upaya Deradikalisasi dan Tantangan Bahaya Terorisme di Masa Depan pada Sabtu (23/10).

Didapuk sebagai pembicara, Ali Fauzi Manzi, seorang pendiri yayasan Lingkar Perdamaian membagikan pengalamannya dalam melakukan penyadaran kepada mantan napi terorisme serta keluarga mereka. Ia memaparkan landasan 3N deradikalisasi yang bertujuan untuk menetralisir pemikiran radikalisme yaitu need (kebutuhan), narration (narasi), dan network (jaringan). 

Ali menjelaskan dengan memberikan apa yang mantan napi terorisme butuhkan serta memberikan narasi-narasi yang tepat maka pola pikir takut kepada polisi akan berubah secara perlahan. Dimana akhirnya mereka akan menganggap polisi adalah kawan, bukan lawan. “Kemudian, agar mereka dapat terbebas dari pikiran destruktif, maka dibantu dengan membuat jaringan alternatif dengan visi dan misi perdamaian,” ungkapnya.

Pada dasarnya, komunitas teroris menyediakan dua dukungan untuk para anggotanya yakni dukungan moral dan material. Contoh dukungan moral seperti ideologi dan persaudaraan adalah memberikan pemahaman radikal kepada para anggotanya melalui pengajian, idad, rihlah dan sebagainya. Sedangkan, diberikannya bantuan pendidikan, lapangan pekerjaan, bantuan kesehatan dan sebagainya disebut sebagai dukungan material untuk para anggota.

Menurut Ali, dengan adanya dukungan tersebut, para anggota merasa terikat dan sulit untuk keluar. Jika berusaha keluar maka mereka akan dikucilkan bahkan bisa mendapat ancaman pembunuhan. Maka dari itu, sangat penting untuk membentuk sebuah komunitas baru yang memberikan dukungan sesuai tetapi dengan muatan cinta negara, cinta perdamaian dan toleransi. “Guna mewadahi para anggota komunitas terorisme agar bisa memulai kehidupan baru,” terangnya.

Ali menyebutkan bahwa ada berbagai tantangan dalam deradikalisasi di Indonesia. Misalnya seperti upaya pemberantasan terorisme berhadapan dengan keyakinan dan ideologi membutuhkan waktu untuk merubah pola pikir yang radikal, karena radikalisasi berjalan secara sistematis dan terorganisir di dalam masyarakat. Tantangan lain yakni kemampuan organisasi terorisme bermetamorfosa dan belum maksimalnya integritas pemerintah dengan lembaga/institusi dalam melakukan mitigasi ideologi terorisme. 

Diakhir pemaparan Ali menegaskan bahwa terorisme bukanlah aksi tunggal, melainkan saling berkaitan. Oleh karena itu, cara penangannya juga tidak dapat dilakukan dengan metode tunggal. Aspek perspektif dan metodologi harus diperhatikan dalam hal ini. “Ibarat suatu penyakit, terorisme ini termasuk penyakit yang sudah mengalami komplikasi, butuh dokter spesialis dan juga kampanye pencegahan dari orang yang pernah mengalami penyakit ini,” pungkasnya. (*)

Reporter : ion26

Redaktur : Najla Lailin Nikmah

Berita Terkait