ITS News

Minggu, 17 November 2024
02 November 2021, 09:11

Upaya Bersama Mengikis Paham Radikalisme

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Perguruan tinggi menjadi sasaran utama teroris dalam menyebarkan paham radikalisme.

Kampus ITS, ITS News – Terorisme masih menjadi ancaman yang serius bagi Indonesia. Biasanya dalam menyebarkan paham terorisme, kelompok radikal banyak menyasar pada guru dan murid terutama di perguruan tinggi. Menanggapi hal tersebut, Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyelenggarakan Webinar Kebangsaan untuk memaparkan upaya dalam mengikis paham radikalisme dan penegakkan hukum, Sabtu (23/10).

Mantan Direktur pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT RI) Irjen Pol (Purn) Ir Hamli ME menyebutkan terorisme sudah hadir di Indonesia sejak Orde Lama hingga Orde Baru. Pada masa Orde Lama, terdapat kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang mana selanjutnya bertransformasi menjadi kelompok jihad pada masa Orde Baru. Sementara itu dalam penangkapan teroris, pada masa Orde Baru berbeda dengan era sekarang yang butuh penegakkan hukum, dimana dahulu perlu diterapkan operasi intelijen.

Hamli menjelaskan untuk memerangi terorisme diperlukan kualitas karakter, literasi dasar, dan kompetensi. Kualitas karakter yaitu dengan mempelajari nilai religius dan nasionalisme. Melalui pembelajaran agama yang baik tetapi tidak meninggalkan wawasan kebangsaan dan nasionalisme. Sehingga, bisa menjadi sosok agamis yang memiliki rasa nasionalis dengan mendorong nilai gotong royong, kemandirian, dan integritas. “Karena biasanya kelompok teroris menganggap nasionalisme itu haram dan bertentangan dengan agama,” tambahnya.

Sementara itu, menurut Hamli cara memerangi terorisme melalui literasi agama dapat dilakukan dengan mengetahui kelompok besar aliran yang ada. Hamli berpesan seharusnya seseorang itu mengikuti aliran dari orang tua dan jangan mengikuti aliran kelompok baru. Kemudian bagian terakhir, adanya kompetensi berpikir kritis, akan membuat orang tidak mudah menerima hal begitu saja. “Ini merupakan hal yang penting agar kita tidak dapat terkontaminasi kelompok teroris,” terangnya.

Perbedaan aksi terorisme dahulu dengan sekarang

Berdasarkan penelitian pada tahun 2012, menyebutkan bahwa motif pelaku terorisme adalah perintah agama, ikut-ikutan, balas dendam, kurangnya literasi dan pemahaman, dan separatisme. Pola rekruitmen biasanya dilakukan pada kekeluargaan, pertemanan, guru dan murid. Dari tahun 2014 hingga sekarang praktik penyebaran paham radikalisme banyak dilakukan secara daring melalui media sosial. Berdasarkan pengalaman Hamli, ia pernah menemukan salah satu mahasiswa dapat bergabung kelompok radikal tersebut melalui perkenalan di Facebook. 

Hamli menyebutkan bahwa beberapa tahun terakhir kasus seperti itu sudah mereda, namun tidak diketahui mereda seperti apa. Apakah hanya bergerak di Timur Tengah atau mereka mengurangi pergerakan karena adanya pengawasan. Pada dasarnya, kelompok radikal sebenarnya sudah ada di sekitar kita. “Tetapi tidak perlu khawatir, sebenarnya orang seperti itu sudah terlihat hanya saja tetap perlu berjaga-jaga terhadap kelompok tersebut layaknya pemberian vaksinasi untuk mencegah Covid-19,” pesannya. (*)

Reporter: ion28

Redaktur: Najla Lailin Nikmah

Berita Terkait