Kampus ITS, ITS News – Pertumbuhan kendaraan bermotor dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) selalu meningkat setiap tahunnya. Penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan mendorong munculnya inovasi kendaraan listrik dengan teknologi baterai. Maka dari itu, Society Renewable Energy (SRE) dan Tim Anargya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi untuk memberikan edukasi pemanfaatan baterai Lithium, Sabtu (12/2).
CEO PT Batex Energi Mandiri, Rina Wiji Astuti ST MT mengungkapkan kendaraan listrik menggunakan baterai Lithium sebagai sistem utama penyimpanan energinya. Baterai Lithium-ion atau yang biasa dikenal dengan baterai Li-ion merupakan baterai yang bisa dicas ulang. Baterai Lithium memiliki banyak jenis sesuai dengan kandungan material aktifnya. “Misalnya baterai LFP yang mengandung ion Lithium, besi, dan fosfat,” jelasnya.
Baterai Lithium memiliki proses produksi menggunakan metode sederhana untuk sintesis material aktifnya. Serta dapat didaur ulang sehingga lebih ramah lingkungan dan menekan biaya produksi. Selain itu, baterai Lithium juga memiliki performa yang baik karena densitas energi lebih tinggi dari baterai lainnya, aman, dan umur pakai panjang. Oleh karena itulah, baterai Lithium sangat andal untuk dipakai dalam sistem penyimpanan energi dan kendaraan listrik.
Lebih lanjut, Rina memaparkan, sesuai dengan Perjanjian Paris, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan hingga 23 persen di tahun 2025 sehingga potensi pasar untuk baterai Lithium sangat besar. Untuk sektor industri dan energi grid, baterai dapat dipakai untuk sistem penyimpanan energi portabel, energi terbarukan, dan penyimpanan energi stasioner. “Ada juga potensi besar di sektor alat elektronik, konsumsi, dan transportasi,” ujarnya.
Saat ini, terdapat permintaan baterai Lithium sebesar 29 GWh atau setara dengan kebutuhan listrik Jakarta selama satu tahun. Sayangnya sebagian besar baterai yang ada di Indonesia adalah produk impor karena negara ini masih kekurangan tenaga ahli, teknologi, dan modal sehingga belum ada perusahaan lokal untuk produksi baterai Lithium.
Menurut sarjana Teknik Industri ini, tantangan terbesar dalam pengembangan baterai Lithium adalah produk baterai yang harus selalu berkembang. Tumbuhnya kendaraan listrik di Indonesia juga menjadikan pasar produsen baterai Lithium lebih kecil dibandingkan pesaing. Sehingga diperlukan usaha besar untuk mengedukasi dan menarik minat masyarakat. Di samping itu, investasi untuk baterai Lithium tidaklah sedikit sehingga diperlukan sikap optimis akan berkembangnya bisnis baterai Lithium.
Rina melanjutkan PT Batex Energi Mandiri sebagai startup manufaktur baterai Lithium pertama di Indonesia menggunakan seluruh sumber dayanya dari dalam negeri mulai dari material hingga tenaga kerja. Batex telah memproduksi baterai Lithium jenis LFP yang sangat aman, tahan lama, stabil di suhu tinggi, dan ekonomis. ”Sangat cocok digunakan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia,” ujar alumnus Universitas Sebelas Maret ini.
Tak lupa, Rina berpesan pada para mahasiswa untuk fokus terhadap bidang-bidang riset yang diminati. Baterai Lithium memiliki banyak bidang yang dapat dikembangkan mulai dari material baterai yang bisa diperluas jangkauannya hingga sistem manajemen baterai yang belum ada di indonesia. “Bisa untuk riset sekaligus hilirisasi industri,” tutupnya. (*)
Reporter: Dian Nizzah Fortuna
Redaktur: Najla Lailin Nikmah
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan