Kampus ITS, ITS News – Indonesia meningkatkan ambisi mitigasi perubahan iklim melalui peralihan kendaraan berbahan bakar bensin ke energi listrik. Dilatarbelakangi oleh hal ini, Society Renewable Energy (SRE) dan Tim Anargya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berikan pengetahuan seputar kendaraan listrik, Sabtu (12/2).
Pendiri Questmotors, Niko Questera BSc mengungkapkan, penggunaan kendaraan listrik ini secara teoritis akan lebih hemat dan efisien. Apabila dibandingkan, energi bensin hanya berubah menjadi energi gerak sebesar sekitar 50 persen saja, sementara energi listrik bisa mencapai hingga 80 persen.
Niko melanjutkan, dengan efisiensi konsumsi energi yang sama, kendaraan listrik dapat menempuh jarak 5 hingga 6 kali lebih jauh dari kendaraan konvensional. Tentunya hal ini juga berdampak pada penghematan biaya yaitu sekitar 60 hingga 70 persen lebih murah. “Irit servis, tidak bising, dan pasti lebih kencang,” imbuh alumnus Purdue University ini.
Seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik, pemerintah juga akan memperbanyak jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Di tahun 2030, jumlah SPKLU diperkirakan tumbuh menjadi 31.859 unit dan SPBKLU 67.000 unit. Dengan begitu, penghematan bahan bakar minyak bisa mencapai 6,03 juta kiloliter.
Tak hanya pada transisi energinya, pembangkit energi listrik juga perlu diperhatikan oleh berbagai pihak agar tidak terjadi peralihan emisi karbondioksida dari transportasi ke pembangkit listrik. Niko menuturkan, saat ini peralihan energi ini belum sepenuhnya mengurangi emisi karena rasio penggunaan batu bara masih menempati sekitar 70 persen dari total bauran energi pembangkit listrik. “Pembangkit listrik ini diharapkan bisa menggunakan energi baru terbarukan (EBT) seperti nuklir, angir air, dan udara,” ujarnya.
Salah satu masalah dalam pengimplementasian massal kendaraan listrik di Indonesia adalah kurangnya edukasi pada masyarakat. Dari survei yang dilakukan oleh Teads dan Kantar, sebanyak 42 persen dari 1.900 konsumen otomotif di delapan negara masih belum paham betul mengenai keuntungan mobil listrik.
Selain dari sisi konsumen, ujar Niko, bahwa masalah lain yang paling umum adalah isu daya tahan dan keamanan baterai, ketersediaan tempat pengisian energi listrik, dukungan servis, nilai jual yang rendah, dan harga yang masih tinggi. “Masalah servis, nilai jual, dan harga itu sebenarnya masalah waktu dan brand-nya saja,” terangnya.
Tak sedikit masyarakat yang khawatir tentang isu meledaknya kendaraan listrik karena teknologi baterai yang digunakan. Kenyataannya, kendaraan listrik memiliki kemungkinan meledak yang lebih sedikit daripada kendaraan konvensional. Di Amerika, sekitar 180 ribu kendaraan konvensional meledak per tahunnya, sedangkan kendaraan listrik seperti Tesla hanya sekitar 200 unit sehingga dinilai 60 kali lipat lebih aman.
Bagi pengusaha dalam negeri, tantangan yang dihadapi juga tidak mudah. Yaitu perlunya waktu untuk berkembang, pengembangan produk yang berorientasi pelanggan, edukasi untuk apresiasi barang lokal, risiko tinggi dan investasi panjang, dan kompetisi dg perusahaan luar. “Meskipun harus menarik kembali kendaraan yang bermasalah, tapi manfaatkan itu sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang,” saran sarjana Teknik Elektro itu. (*)
Reporter: Dian Nizzah Fortuna
Redaktur: Najla Lailin Nikmah
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan