ITS News

Rabu, 13 November 2024
20 Februari 2022, 13:02

Tantangan terhadap Perubahan Iklim di Bidang Maritim

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Pemaparan oleh pemateri mengenai Indonesia Green Maritime Toward Net Zero Emission

Kampus ITS, ITS News — Dampak perubahan iklim selalu menjadi salah satu tantangan global yang perlu ditangani secara bersama khususnya di bidang maritim. Sebagai upaya peningkatan pemahaman di masyarakat tentang hal tersebut, Alumni Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Alfatekelits) menghelat webinar yang bertajuk Indonesia Green Maritime Toward Net Zero Emission, Sabtu (5/2). Webinar  yang diselenggarakan secara daring ini membahas mengenai Gas Rumah Kaca dan tantangan perubahan iklim di bidang maritim.

Sekretaris Jenderal Alfatekelits Jabodetabek, Heru Hermawan ST MM mengajak audiens melihat data laporan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, yang menyatakan menyebutkan bahwa 2,2 persen bidang maritim global telah menyumbangkan emisi gas karbon untuk dunia.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pelayaran internasional menjadi salah satu bidang maritim yang tidak lepas dari meningkatnya jumlah emisi gas buang yang dihasilkan oleh mesin kapal. Gas buang seperti Nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan sulfur oksida (SOx) telah diketahui dapat menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. “Hacu adanya kekhawatiran tentang peningkatan efek Gas  Rumah  Kaca dalam aktivitas pelayaran internasional telah menjadi perhatian khusus bagi dunia,” terangnl ini memiya.

Penyampaian materi tentang kerangka peraturan International Maritime Organization (IMO)

Fenomena  perubahan iklim  dan   menipisnya   lapisan   ozon  akibat peningkatan  emisi  Gas  Rumah  Kaca  nyatanya sangat  berdampak  negatif  bagi  ekosistem  pesisir  dan  lautan. Pemanasan global dapat mengancam hewan dan ekosistem  laut   akibat  meningkatnya  suhu  dan penurunan salinitas  perairan  laut. Selain itu juga berdampak pada fenomena kenaikan permukaan air laut yang mempercepat terjadinya erosi, banjir, dan kerusakan  infrastruktur di sekitar wilayah pesisir.

Maka, sudah menjadi tugas dari berbagai stakeholder di bidang maritim salah satunya yaitu International Maritime Organization (IMO) untuk berupaya mengatasi hal tersebut. IMO berinisiasi dengan membuat kerangka peraturan yang meliputi semua aspek pelayaran internasional. Seperti desain kapal, konstruksi, peralatan, awak, operasi, dan pembuangan limbah. Dengan memastikan bahwa sektor limbah agar tetap aman, ramah lingkungan, hemat energi, dan terjamin.

Meskipun IMO telah berupaya mengatasi masalah GRK di dunia, namun Indonesia masih memiliki tantangan tersendiri terutama sektor maritim dalam mewujudkan Net Zero Emission (netralitas karbon), antara lain kurangnya investasi dan pengembangan infrastruktur energi terbarukan. Selain itu, kondisi geografis Indonesia pun juga menjadi sebuah tantangan karena membutuhkan sistem yang komprehensif dan biaya yang besar untuk mengembangkan infrastruktur mitigasi emisi karbon yang terhubung antar pulau.

Skema inovasi desain fuel cell technology dari Alfatekelits

Seperti diketahui, Indonesia telah mengumumkan komitmennya terhadap inisiatif perubahan iklim global, yaitu pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060 yang tercermin dalam partisipasinya di Perjanjian Paris. Melalui KLHK Republik Indonesia berdasarkan dokumen Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi GRK hingga tahun 2030, Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

Tak tinggal diam, Heru juga menyampaikan bahwa organisasinya turut berkontribusi dalam penanganannya. Salah satunya dengan memfokuskan riset pada kegiatan yang dapat mengurangi emisi gas karbon yang mulai digencarkannya dari inovasi fuel cell technology dalam kapal. Heru menyampaikan inovasi fuel cell technology memungkinkan sistem mengubah air laut menjadi hidrogen yang dialirkan ke dalam modul. “Selain bisa menghasilkan listrik, inovasi ini bisa memutar baling-baling sehingga kapal dapat berjalan dengan cepat,” jelas Heru. (*)

Reporter : Rayinda Santriana U. S.

Redaktur : Dzikrur Rohmani Zuhkrufur Rifqi Muwafiqul Hilmi

Berita Terkait